11. Perkara

277 38 33
                                    

Tepat seperti di ftv atau sinetron, kini Jean sedang berdiri di atap gedung sekolah. Ceritanya sih ngadem, tapi terlanjur nyaman sama tempat ini. Padahal hanya seperti atap gedung sekolah lainnya, namun hembusan angin di bulan Desember dengan cuaca panas seperti ini terasa sayang untuk dilewatkan. Itu sih menurut Jean, padahal mah biasa aja.

Berdiri di sisi atap sambil berpangku tangan pada pembatasnya, dan dari sini terlihat sebagian besar isi sekolahan.

Pletak.

Jean keget ketika ada sebuah benda menghantam kepalanya, bukan sakit tapi rasa kesal yang malah menjadi. Apalagi ketika Jean berbalik dan menemukan Taevy berjalan santai dengan tangan sibuk menyalakan rokok.

"Nggak sopan!" tegur Jean.

"Ambil itu." Tunjuk Taevy ketika sudah berhasil menyalakan rokoknya dan mengepulkan asapnya di udara.

Jean menunduk dan menemukan sebungkus rokok yang barusan dibelinya di mini market. Heran, Jean pun mendongak minta penjelasan. Pertama kenapa dilempar, kedua kenapa juga Jean harus memungutnya?

"Siapa suruh beli rokok gitu? Lo pikir gue Kakek-kakek?" tanyanya galak.

"Ya aku nggak tau, kamu nggak kasih tau."

"Ya terus kenapa beli yang itu?"

Jean diam, kesal tapi hanya bisa dia pendam.

"Dari sekian banyak rokok kenapa harus— ah terserah!"

Taevy mengibaskan tangannya di udara, berjalan menghampiri Jean dan berhenti tepat di hadapannya. Satu tangan memegang rokok dan tangan satunya disodorkan pada Jean.

"Mana kembaliannya?" tanya Taevy, kini nada suaranya kembali normal.

"Ada di dalam kresek," jawab Jean.

"Dalam kresek nggak ada apa-apa selain..." kalimatnya terputus, sepertinya ia sedang berusaha mengingat sesuatu, "Bajingan, kelakuan si Jimmy pasti," keluhnya.

Jean tidak peduli, yang penting hal itu bukan urusannya. Ia pun hendak melangkah, tapi Taevy menghentikannya dengan suara sedikit berat ala remaja yang sedang mengalami pubertas.

"Ambil itu!" perintahnya sambil menunjuk pada satu bungkus rokok berwarna coklat yang masih setia berbaring di bawah.

Bukannya mengambil, tapi Jean malah menatap Taevy dengan tatapan menantang. "Punya tangan kan?"

"Tangannya sibuk, lagi ngerokok. Nggak liat?" balas Taevy

Jean mengalah, memungut rokok tersebut lalu memberikannya dengan cara maju selangkah dan menghantamkan satu bungkus rokok itu ke dada Taevy. Setelah itu tanpa mengatakan apapun Jean pun berlalu, membiarkan Taevy memungut kembali satu bungkus rokok yang kembali jatuh karena tidak cepat ditangkap olehnya.

Sementara Jean berjalan menuruni anak tangga dengan perasaan dongkol, ia terus berpikir bahwa yang dilakukannya tidaklah benar. Tapi Taevy lah yang membuatnya jadi seperti ini, mahkluk mengesalkan itu selalu saja menguji kesabaran Jean yang sayangnya selalu habis jika dihadapannya.

Setelah menuruni banyak anak tangga, Jean berbelok untuk berjalan di koridor. Namun dirinya terhenti ketika berpapasan dengan seseorang yang mengenakan seragam kerja dengan tag nama Toro dan jabatan sebagai satpam.

"Weis pelan-pelan dek jalannya," ujarnya ramah.

"Eh iya, maaf Pak," kata Jean sopan.

"Adek ngapain disini? Dari atas? Lagi ada apa di atas?" tanyanya beruntun.

Jean menengok ke arah dirinya berasal tadi, lalu kembali menatap Toro. "Nggak ada apa-apa, cuman ada Tata lagi ngerokok."

"Apa? Tata? Ngerokok?" ulang Toro.

BLACK STARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang