32. Baikan

214 34 38
                                    

Hari ini Jean mau bertemu dengan Jeko, hanya satu tujuannya kali ini; yaitu mengembalikan jaket. Jean merasa tidak enak benda itu terus berada padanya, padahal bukan miliknya. Awalnya Jeko bersikeras untuk memberikan jaket itu pada Jean, tapi ketika Jean meminta waktu untuk bertemu sebentar saja akhirnya Jeko mengiyakan. Karena kebetulan ada yang ingin Jeko sampaikan juga pada gadis itu.

Sebelum pergi, Jean melihat album foto keluarga yang Neneknya berikan sewaktu bertemu di Bandung. Melly bilang katanya supaya Jean mencetak ulang beberapa foto dan diperbesar untuk dipajang. Kebetulan Jeko mengajak Jean untuk bertemu di restoran yang dekat dengan studio foto, memungkinkan Jean untuk sekalian mencetak foto tersebut. Setelah semuanya selesai, baru Jean pergi bekerja.

Turun dari angkot, Jean melangkah santai toh masih kurang sepuluh menit dari jam yang ditentukannya bersama Jeko. Baru memasuki restoran, Jean sedikit terkejut karena Jeko sudah duduk di meja paling pojok sambil memainkan ponselnya. Jean kira, Jeko bukanlah tipe orang yang tepat waktu. Ah lagi-lagi sesuatu dari diri Jeko itu sulit ditebak.

"Udah lama?" tanya Jean saat dirinya baru saja menduduki bangku kosong di hadapan Jeko.

Laki-laki itu mendongak, menaruh ponselnya tanpa mengucapkan sapaan atau pun hanya sekedar melempar senyuman. Membuat Jean tidak nyaman sebenarnya, tapi ya mau gimana lagi? Jean tidak mau ambil pusing.

Setelah duduk, Jean langsung menyodorkan goodie bag berisi jaket dan juga meletakkan goodie bag dengan bentuk dan warna serupa di sampingnya. Itu milik dia, isinya album foto lama itu.

"Apa kabar?"

Jean tersenyum masam, aneh sekali Jeko malah melontarkan pertanyaan seperti itu.

"Lo tau sendiri gimana kabar gue."

"Boleh gue minta tolong?"

"Tolong apa?"

"Jauhin Kak Julian, tolak dia."

Kedua bola mata Jean sukses membulat lebar, keningnya sedikit berkerut menuntut alasan pada Jeko. "Kenapa?"

"Gue nggak mau Kakak sama sahabat gue berantem lagi."

Jean menunduk, sudah jelas Jeko disini menghakimi Jean atas segala masalah yang terjadi. Apalagi soal berantem hebat antara Taevy dan juga Julian, padahal bukan sepenuhnya salah Jean.

"Gue nggak nyalahin lo, gue cuman nggak mau hal yang udah buruk malah tambah buruk." Ada beberapa detik, Jeko menghela nafasnya. "Mau gimana pun, Kak Julian nggak bakalan pernah menang dari Tata."

Mendongak dan kembali menatap Jeko. "Terus gimana caranya? Kak Julian nggak ungkapin perasaanya, masa tiba-tiba gue nolak dia?"

"Itu lebih bagus, ditolak sebelum mengutarakan. Kayak gue."

Hmm, gitu ya Jek.

"Maaf," gumam Jean.

"Minta maaf sama Kakak, bukan sama gue."

"Bukan, tapi maaf tentang perasaan lo ke gue."

Jeko menghela nafasnya panjang. "Nggak usah bahas."

"Nggak enak aja."

"Santai, gue nggak mikirin itu. Masih banyak hal penting yang mengganggu pikiran gue sekarang."

Jean jadi teringat soal Julian yang belum sempat cerita soal keluarganya, dan malah keburu adu jotos sama Taevy. Ia berpikir bolak-balik, tanya pada Jeko apa tidak usah. Dan setelah menimbang-nimbang beberapa detik akhirnya Jean mengambil keputusan.

"Sebenernya Kak Julian kenapa?"

"Ada masalah, banyak. Di rumah, masalah keluarga."

Jean mengangguk mengerti. "Ya udah gue harap semoga masalahnya cepet selesai."

BLACK STARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang