14. Karma

262 45 41
                                    

Istirahat tidak berani keluar kelas, pulang sekolah langsung menuju rumah Taevy tanpa mampir dulu ke rumah untuk berganti pakaian. Sepanjang pelajaran berlangsung Jean tidak bisa berkonsentrasi, dan lagi setiap guru yang masuk ke dalam kelas pasti membahas soal poster dan siaran langsung tak terduga sebelum upacara tadi. Belum lagi teman satu kelasnya terus mengolok-olok dengan mengatakan jika pacarnya Jean itu goals banget ya dengan nada mengejek menggelikan dan membuat Jean muak. Sampah!

Saat jam istirahat, Jean beberapa kali mencoba menelepon tapi tidak di jawab sama sekali dan berakhir nomor yang dituju sedang tidak aktif. Hal tersebut lah yang membuat Jean tambah kesal dan ingin menghajar wajah Taevy.

"Pak, Taevy udah pulang?" tanya Jean langsung pada Pak Beno.

Pak Beno berdiri, menghampiri pagar dan membukanya. "Belum pulang dek, tunggu aja di dalam paling sebentar lagi. Tapi nggak tau sih, biasanya pulangnya kalau nggak sore ya malam."

Kini otak Jean berpikir keras, ada dua tempat yang mungkin dituju Taevy. Pertama mungkin masih di sekolah latihan drama karena pementasan dramanya sebentar lagi. Kedua, bisa saja dia ada di basecamp.

"Pak," panggil Jean lagi.

"Iya ada apa dek?"

"Punya nomer Iyon nggak?"

"Iyon? Iyon siapa?"

"Ah bukan-bukan," ralat jean sambil mengibaskan tangannya di udara. "Jimmy, temennya Tata."

"Wah nggak punya tuh dek, saya nggak suka teleponan sama temennya Mas Tata."

Kalau sedang tidak kesal, Jean mungkin akan tertawa mendengar jawaban seperti itu. Tapi masalahnya hari ini dia sedang kesal setengah hidup, jadi jawaban nyeleneh seperti itu malah membuatnya ingin meruntuhkan gerbang tinggi dan kokoh di hadapannya ini.

"Ya udah Pak, saya mau ke depan dulu."

"Iya dek, hati-hati. Banyak culik sekarang ini."

Iya terimakasih nasehatnya Pak Beno, tapi jika memang ada yang niat menyulik Jean saat ini, yang ada tukang culiknya abis babak belur karena kekesalan Jean.

Berlari ke depan komplek, langsung menyetop angkot yang rutenya melewati SMA Angkasa.

Sebenarnya Jean haus dan lapar, tapi kedua rasa tersebut tenggelam dengan rasa kesalnya. Ia sudah merencakan akan melakukan sesuatu pada Taevy, tidak ada ampun dan tidak akan tanggung-tanggung. Masa bodoh dengan jabatan tuan-asisten.

Sampai di depan SMA Angkasa, Jean turun setelah memberikan ongkos. Ia pun bergegas masuk ke dalam sekolah yang sudah terlihat sepi itu. Sebenarnya Jean tidak tahu harus mencarinya kemana, tapi hatinya berkata untuk jalan terus saja nanti juga nemu.

Di parkiran, Jean melihat seseorang yang dikenalnya. Ingin bertanya, tapi hati mencelos ketika melihatnya. Ada Julian yang baru saja mengeluarkan motor dari barisan parkiran, lalu seorang perempuan naik dan duduk manis di jok belakang dan memegang erat pinggang sang pengemudi. Alay, tapi ya Jean nggak munafik. Pengen sebenernya.

Jean mengurungkan niatnya, tidak akan bertanya dan lebih baik cari sendiri saja. Tapi sialnya Julian melihat Jean dan pandangan mereka bertemu sesaat. Jean jelas kikuk, canggung. Ia pun memilih untuk buka mulut, bertanya sekedar basa-basi.

"Taevy masih di sekolah?" tanya Jean ragu.

"Ada di kelas lantai 2 pojok kanan, lagi latihan drama."

Jean mengangguk, bahkan mengucapkan terima kasih pun tidak sanggup di lontarkannya. Nada, perempuan yang duduk di belakang Julian tersenyum pada Jean dan mau tidak mau Jean pun membalas senyuman itu walaupun hati mencelos.

BLACK STARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang