16. Dia, terus

281 39 49
                                    

Pulang sekolah lelah karena sudah marah besar pada teman satu kelasnya yang menunjuknya sebagai pemeran utama dalam pagelaran drama untuk nilai praktek bahasa indonesia sekaligus pelajaran seni. Pokoknya Taevy bilang jika dia tidak mau, awalnya iya mau tapi karena terus diatur dan disuruh-suruh Taevy jadi tidak mau. Dan ia lebih memilih menjadi bagian dekorasi juga peralatan ketimbang harus berakting di depan guru juga siswa lainnya nanti.

Sore ini Taevy baru bangun dari tidur siangnya, ia tengah bersantai di ruang tengah, memakai pakaian santai kaos juga kolor. Hari ini dia tidak pergi ke basecamp, alasannya adalah malas. Taevy duduk dengan gaya yang kelewat santai pula; kaki naik ke atas meja tidak sopan dan tangan terus bergerak menyuapkan snack ke dalam mulut.

"Ini nasi gorengnya."

Siapa lagi jika bukan Jean? Ia datang membawa sebungkus nasi goreng pesanan Taevy. Padahal pembantu di rumahnya pun bisa membuatkannya, tapi dasar Taevy yang demen ngerjain orang dia selalu ingin dibelikan apa-apa hanya untuk mengerjai orang yang disuruhnya.

"Duduk situ," perintahnya.

Jean membulatkan matanya, berharap jika dirinya tidak salah dengar.

"Punya telinga kan? Duduk situ," ulangnya.

Tidak mau cari ribut, gadis itu duduk di sofa kosong samping Taevy. Menatap ragu pada Tuannya yang tengah menurunkan kakinya dari meja.

Hening, jelas hal tersebut membuat Jean tidak nyaman. Pandangan mereka bertemu, dan tatapan tajam dari Taevy kembali menciutkan nyali Jean. Ck, katanya galak tapi baru ditatap seperti itu sudah ciut.

"Maaf."

"Apa?" reflek Jean bertanya karena suara Taevy begitu pelan sehingga tidak terdengar jelas oleh Jean.

Taevy berdecak sebal. Meminta maaf duluan bukanlah gaya Taevy, dan mengakui kesalahan bukanlah sifatnya. Tapi ancaman dari Anita membuatnya mau tidak mau harus dilakukannya. Anita tau semua kelakuan Taevy yang memperlakukan Jean dengan buruk, dan Anita mengancam Taevy jika Taevy tidak mau minta maaf dan berdamai dengan Jean maka Anita akan melaporkan segala kelakuan Taevy pada Papanya, Bram. Dan jelas Taevy kalah karena ia sangat takut kepada Bram, katanya galaknya melebihi guru kesiswaan.

Jelas Taevy sangat takut, belum lagi Anita bilang satu kelakuan kurang ajar terdengar atau terlihat olehnya, Mamanya itu akan menyita satu barang miliknya, entah itu ponsel, uang, atau pun kendaraan. Anita juga melarang Taevy bertengkar dengan Jean, jika ketahuan bertengkar maka Jean akan diberhentikan dan Taevy tidak akan mendapatkan asisten lagi.

Sebenarnya jauh dilubuk hati paling dalam Taevy hanya kesepian jika di rumah, itulah alasan kuat mengapa dia selalu ingin memiliki asisten. Terkadang Taevy menganggap mereka sebagai Kakak, iya tapi untuk dijahili saja. Dan kini Taevy memiliki Jean sebagai asistennya, namun wataknya terkadang membuat dirinya jengkel dan Taevy merasa jika Jean adalah cerminan dirinya.

"Nggak ada pengulangan," cetus Taevy.

"Kamu bilang maaf?"

"Tuh denger."

Jean ingin tertawa mendengarnya.

"Nggak usah ketawa. Puas lo karena udah ngadu sama nyokap gue dan gue kena marah?"

"Aku nggak ngadu."

"Ya tapi lo bilang semuanya sama Mama."

"Ibu Anita tanya aku, ya udah aku jawab."

"Ck, pengadu."

"Baru juga minta maaf, udah ngatain lagi."

"Sana-sana, bikinin jus strawberry," perintah Taevy sambil mengibaskan tangannya.

BLACK STARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang