26. Faktanya

260 37 135
                                    

"Jekonio Ganendra Savero!"

Suara tegas juga menakutkan menggelegar malam ini di ruang tengah.

Jeko yang mendengar nama lengkapnya sudah terpanggil langsung mematung. Niatnya ingin melawan, tapi ia tidak mau vas juga guci pajangan di rumahnya melayang lalu hancur sia-sia.

Menurunkan ego dan mengalah, Jeko menoleh menatap Papanya, Adam.

"Dengarkan Papa jika sedang berbicara!"

Menunduk, dan mendengus pasrah. Anak bungsu sudah siap mendengar omelan panjang Ayahnya, sementara si sulung malah mendengus sambil melangkah menuju lantai atas. Jelas hal tersebut menambah rasa kekesalan Adam.

"Julian!"

Satu kali panggilan, namun pemuda itu mengabaikannya. Badannya pegal karena baru datang sehabis perjalanan beberapa jam dari Bandung.

"Julian Geraldo Fortunio!"

Sangat tegas dan mampu membuat siapapun yang mendengarnya merinding. Jika nama lengkap sudah terucap, itu berarti situasi sudah dalam status siaga.

"Papa rasa telinga kalian berdua masih dalam keadaan normal, sewajarnya dipanggil satu kali akan menyaut!"

Jeko mendengus, bergerak menghampiri Adam, begitu juga dengan Julian. Mau sebagaimanapun dikatakan anak haram, tetap saja nama Julian terpampang jelas dalam kartu keluarga sebagai anak sah dari Alana juga Adam. Ada alasan jelas mengapa Alana dan Adam melakukan hal tersebut.

Keduanya menunduk, mereka tahu apa yang akan mereka hadapi tapi keduanya terlihat begitu santai dan terkesan seperti bisa menghadapi kemarahan Papanya.

Adam menghembuskan nafas kekesalannya, gara-gara dua remaja di hadapannya sekarang ini, dia baru saja kehilangan dua relasi penting perusahaannya.

"Kalian ngerti apa yang Papa bilang beberapa hari lalu? Kosongkan semua jadwal di hari Sabtu Minggu, dan diam di rumah!"

Nada tinggi juga tegas berikut sedikit sentakan mereka terima sore ini. Keduanya sama-sama menahan emosi agar tidak tersulut dan membuat keributan besar di rumah ini.

"Kalian berdua bikin Papa malu!"

Jeko, si bungsu memberanikan diri mendongak dan menatap Adam.

"Pa, aku udah bilang kalau aku nggak mau tunangan sama siapapun. Aku udah nolak."

Perjodohan dengan alasan bisnis memang mengerikan, bocah yang masih berbalut seragam SMA pun dikorbankan demi bisnis keluarga. Terlebih Jeko yang akhir-akhir ini nuansa hatinya sedang tidak baik, ditambah dengan masalah ini berhasil membuat hari-harinya bertambah buruk.

"Hanya tunangan, Jeko! Papa tidak meminta lebih! Itu semua Papa lakukan untuk kamu! Demi masa depan kamu!" Adam menarik nafas singkat, melemparkan pandangan pada Julian. "Dan juga kamu!"

"Ya tapi aku nggak mau!" balas Jeko.

Plak!

Satu tamparan mendarat di pipi Jeko, pertama kalinya Adam melakukan kekerasan pada anaknya sendiri. Jeko pun kaget dengan perlakuan Adam, ia memegangi pipinya yang memerah dan mulai terasa panas itu.

Jeko terkekeh pahit, menatap Papanya dan tersenyum miring. "Lakuin apapun yang Papa suka, tapi aku tetap nggak mau tunangan dengan orang yang bahkan nggak aku kenal."

Selesai berbicara seperti itu Jeko balik badan, belum sempat melangkah Adam kembali berbicara.

"Dompet dan HP," pinta Papanya. "Kunci motor kamu udah Papa sita."

Mati-matian Jeko menahan emosi, balik badan ia pun meletakkan secara kasar dompet dan ponsel dari saku celana lalu kembali balik badan dan menaiki anak tangga, meninggalkan situasi memuakkan di rumahnya.

BLACK STARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang