31. Batu

207 30 34
                                    

Sudah tiga hari Jean menghindari Taevy, ia tidak mau bertemu dengan lelaki itu dalam bentuk apapun. Ia kesal, marah dan hatinya sakit karena ulah Taevy yang keterlaluan. Jean pun tidak bekerja dengan alasan sakit, beruntung Anita memaklumi hal tersebut. Pasalnya ia sangat mengerti bagaimana kelakuan anak semata wayangnya itu, terkadang memang sikapnya perlu diperbaiki secara tegas tanpa ampun.

Taevy menghubungi Jean, namun jelas tidak akan sampai karena Jean mematikan ponselnya. Berkali-kali pula Taevy mengunjungi rumah Jean, namun gadis itu menolak keras untuk bertemu. Melly pun sudah lelah mengusir Taevy ketika malam hari berkunjung, ditambah dengan memberikan pengertian padanya yang mungkin hanya masuk telinga kanan lalu keluar melalui yang kiri.

Jika siang hari, terkadang Jean berdiam diri di rumah atau mengungsi ke rumah Imma. Pokoknya Jean tidak mau bertemu dulu dengan laki-laki itu, dan Jean berharap ini akan menjadi pelajaran untuknya.

Namun sebenarnya dibalik semua itu, ada sebongkah perasaan rindu dalam diri Jean terhadap lelaki menyebalkan itu. Jean merindukan sosoknya, aromanya dan hal-hal kecil yang selalu membuatnya tersenyum kala mengingatnya sebelum tidur.

Tidak hanya masalahnya dengan Taevy, mengingat ia baru mengetahui satu hal tentang orangtuanya pun menjadi pikiran untuknya. Jean sudah membicarakannya dengan Melly, dan wanita itu bilang untuk tetap berdoa semoga dipertemukan dengan kebenaran. Dan Melly meminta Jean untuk tidak mengatakan apapun terlebih dahulu pada Nenek dan Kakeknya di Bandung.

Keluar dari rumah Imma, Jean berniat untuk tidur siang. Ah ya sahabatnya itu mengatakan pada dirinya untuk lebih tegas dan sering-sering memarahi Taevy agar harga dirinya tidak selalu diinjak-injak. Ah kurang tegas dan marah apalagi? Taevy itu lebih dari batu, sulit.

Baru Jean membuka gerbang, seseorang memanggilnya dari belakang. Jean menoleh dan bertemu dengan seorang kurir pengantar barang tersenyum di belakangnya sambil memegang sebuah kotak berwarna coklat.

"Mbak Jean?"

Ragu, Jean mengangguk perlahan lalu mendekat pada sang kurir. "Iya Pak?"

"Ada paket untuk Mbak Jean," sang kurir menyerahkan barang yang dimaksud, lalu menyodorkan selembar kertas lainnya untuk Jean tandatangani.

Meskipun bingung, Jean akhirnya menandatangani kertas tersebut dan berterimakasih pada sang kurir. Berjalan masuk ke dalam rumah sambil menatap kotak cokelat di tangannya bingung, batinnya terus bertanya-tanya siapa yang mengiriminya paket?

"Bom apa ya?" tebak Jean konyol.

Untuk jaga-jaga jika tebakan konyolnya menjadi benar, Jean duduk pada bangku teras lalu membuka bungkus kotak tersebut. Bungkusannya terlampau banyak, membuat Jean lelah dan bahkan hampir menyerah ingin membuang kotak misterius tersebut. Tapi rasa penasarannya lebih tinggi, jadi gadis itu terus berusaha membuka kotak tersebut. Belum lagi rasa ia bingung mengapa banyak lubang pada kotak tersebut. Pada akhirnya bungkusan habis, Jean membuka kotaknya dan menemukan banyak kertas menyerupai confetti.

Jean memasukkan tangannya untuk mencari isi sesungguhnya dari paket tersebut, nyatanya tidak ada apa-apa dan yang ditemukannya hanyalah secarik kertas. Baru Jean akan menarik kertas tersebut, sesuatu merayapi tangannya. Reflek Jean berteriak histeris dan melemparkan kotak tersebut, membuat isinya tumpah ruah di terasnya.

"APAAN ITU?!"

Matanya membulat besar dan Jean kembali berteriak ketika melihat seekor hewan berkaki delapan, berukuran besar dan memiliki bulu menggelikan berjalan cepat di hadapannya. Dalam satu gerakan, Jean melompat ke atas bangku untuk menyelamatkan diri.

"Nanay kenapa?"

Iya itu Jimmy yang kebetulan datang, dengan cepat ia turun dari motor dan berlari menuju teras.

BLACK STARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang