"Siapa yang belanja sebanyak ini?" tanya Stacy saat melihat belanjaan melimpah di ruang utama.
"Alice." jawab Martin.
"Dia? Memangnya dia punya uang?" tanya Stacy.
"Martin membelikannya untukku, kau puas?" tanya Alicia.
"Tapi untuk--"
"Jangan banyak bertanya, Stacy. Kepalaku pusing." potong Martin, Stacy mengangguk.
"Baik." ucap Stacy. Alicia masuk ke kamarnya. Dia kemudian menelfon seseorang, Stacy mengintip dari sela-sela pintu.
"Angkat dong kak Irene." ucap Alicia.
"Ck, bahasa apa itu?" tanya Stacy. Dia kemudian berbalik dan hendak melangkah.
"Halo kak Irene! Kak Irene! Halo, kok kakak nggak bicara?"
Ada satu kata yang ditangkap Stacy, Irene. 'Siapa itu?' batin Stacy.
Stacy kemudian berjalan menjauh dari Alicia dan Martin dan menelfon orangnya.
"Halo, bisa kau carikan informasi untukku?___seorang wanita yang bernama Irene, carikan dia dimana dan data yang lengkap___aku tahu nama itu banyak di dunia, tapi--ahh ya! Dia bertelfonan dengan Alicia Amantha, pasti keluarga atau teman dekat.. Dan pastinya.. Selidiki hubungannya dengan Martin___secepatnya, kumohon."
Stacy menutup telfonnya. 'Aku tidak bisa berbagi Martin dengan siapapun, hanya aku yang bisa bersamanya.' batin Stacy.
***
Alicia pov
Aku kesal, kak Irene menjawab telfonku tapi tak mengatakan apapun sama sekali. Akhirnya aku mematikan sambungannya saja. Untunglah Ibu belum menelfonku.
Kehadiran Stacy sangat mengusikku di Mansion ini. Seharusnya aku menunggu sampai kak Irene pulang dari Jogja beberapa minggu, dan Stacy membuat darahku naik dan selalu marah-marah.
Terlebih saat aku berdiri di depan Martin hendak bicara tentang sesuatu. Dia mengusikku terus
"Aku mau bicara denganmu, hanya berdua." pintaku pada Martin.
"Baik." jawab Martin.
"Aku juga mau bicara padamu." ucap Stacy.
"Kalau begitu ya sudah." kataku dan berbalik, namun Martin menarik tanganku.
"Kau lebih dulu, Alice." ucap Martin. Aku mengangguk.
"Lalu aku?" tanya Stacy.
"Kau bisa masuk dulu." jawab Martin. Stacy melangkah kesal kearah kamar yang diinapinya.
"Aku akan menjadi gurumu berapa lama?" tanyaku.
"Mungkin beberapa minggu." jawab Martin. "Kau merasa risih?"
"Bukan begitu. Aku mau menyelesaikan pengajaranku secepatnya, ada urusan yang harus kuurusi di negaraku. Begitu." jawabku.
"Kalau begitu kau bisa memulainya sekarang." ucap Martin.
"Aku akan memberimu tugas--"
"Jangan sering memberi tugas, kau belum menerangkan apapun." potong Martin.
"Kalau begitu kau harus mencatat 100 nama dan hal yang dilakukannya, hingga namanya terkenang dalam sejarah." ucapku. "Semuanya ada di internet."
Martin mengambil ponselnya, baru beberapa detik, dia menghubungkan ponsel dengan laptopnya dan hasilnya langsung dikeluarkan oleh printer.
"Wahh." gumamku.
"Bagaimana? Apa aku sudah lulus?" tanya Martin.
"Belum. Kau belum memiliki hati nurani, begini saja seminggu lagi akan kuadakan dua ujian. Tulisan dan praktek, kau punya waktu seminggu untuk belajar. Dan kau, bisa mengurusi perusahaanmu." ucapku, Martin mengangkat sebelah alisnya. "Kau bisa menundanya jika kau mau."
Aku berbalik dan berjalan menuju kamarku.
***
Author pov
"Tentu, aku tinggal di rumah calon tunanganku sekarang." Stacy sedang bertelfonan dengan Ibunya di kamarnya.
"Wahh wahh, kau sudah tergila-gila dengannya. Jika kau mau, kau bisa menikah dengan kakak tertuanya, Kyle. Perusahaannya tak kalah besar dari perusahaan Martin. Dan kerja sama dengan perusahaan ayahmu akan lebih sukses."
"Tidak, jangan Ibu. Kyle sangat emosional dan haus kekuasaan, lagipula Martin juga masih punya peluang untuk mewarisi Fernando Group."
"Tapi Kyle sudah punya poin besar dalam mewarisi, status sebagai anak tertua sangat membantunya."
"Biarkan saja. Wajahnya tidak setampan Martin, dan aku menyukai Martin, bukan kakaknya. Bagaimana kalau kau menjodohkan Frank, maksudku kakak kedua dengan Angelina? Itu akan membantu hubunganku dengan Martin Bu."
"Angelina? Apa yang gadis itu miliki, usianya masih begitu muda dan belum menyelesaikan gelar sarjananya, perusahaan asuransi kecil yang dijalaninya bahkan bangkrut, apa yang gadis itu miliki? Frank akan menikahi wanita matang dan pekerja keras. Tidak Seperti dirinya."
"Apa kau tidak bisa mengorbankan satu anak demi anak lainnya?"
"Sayang sekali, tidak. Terserah padamu saja, begini nak. Lakukan segala hal, agar Martin mau menikahimu. Setidaknya berpura-pura baiklah di depannya."
"Ibu, ada bencana. Seorang wanita, datang dan tinggal bersama Martin disini. Dia bahkan menjadi gurunya, dan wanita itu.. Dia miskin dan sangat tidak selevel denganku, tapi Martin lebih menghargainya dibandingkan aku."
"Tenanglah, ayahmu adalah client yang menghasilkan keuntungan besar bagi Martin. Dia bisa diandalkan. Hahaha."
"Ibu, apa yang kau pikirkan?"
"Malam ini akan Ibu pastikan kau akan menikahi Martin."
***
Juliet menekan bel Mansion. Wanita itu telah disibukkan dengan urusan perusahaan, dan ia menyempatkan waktu untuk datang ke Mansion demi urusan yang penting.
"Siang, Alicia. Apakah tuan Martin ada di dalam?" tanya Juliet.
"Ya. Masuklah." jawab Alicia. Beberapa saat kemudian Martin datang dari belakang Mansion.
"Juliet mencarimu." ucap Alicia. Martin duduk di depan Juliet.
"Kalian butuh minum?" tanya Alicia.
"Tidak perlu repot." jawab Juliet, Alicia tersenyum kemudian masuk ke dalam kamarnya
"Tuan, sebenarnya aku kemari karena satu hal. Tuan Leonard, client kita mengirim pesan padamu. Sekretarisnya tadi datang ke perusahaan kita, tuan." ucap Juliet. Martin mendecak tak suka, Leonard adalah ayah Stacy, yang suka memaksanya.
"Apa yang dikatakannya?" tanya Martin.
"Dia ingin bertanya tentang kelanjutan hubunganmu dengan Nyonya Stacy." jawab Juliet.
"Katakan padanya, kalau aku masih belum bisa memberi keputusan." ucap Martin.
"Tuan Leonard, sudah menjadi serius. Dia mengatakan malam ini, kau harus memberikan alasan yang jelas. Malam ini, di restaurant Italia-nya, dia ingin kau mengatakannya." ucap Juliet. Martin menghela nafas kasar, lebih baik ia memberhentikkan kerja samanya dengan Leonard secepatnya.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
The Mate For The Throne Heir
RomanceWanita cantik yang berusia 23 tahun itu berniat untuk mengunjungi kakaknya di San Fransisco, AS. Namun yang terjadi hanyalah kakaknya yang lari membawa uang perusahaan entah kemana. Dan sayang Alicia Amantha tidak mempunyai uang untuk kembali ke Ind...