chapter 27

1.8K 77 1
                                    

1 tahun kemudian

Yogyakarta-Indonesia

Setelah kembali dari New York, kondisi Alicia berbeda 180° dari sebelumnya. Jika sebelumnya ia tinggal di Mansion besar dan mewah, sekarang Alicia hanya tinggal di rumah lamanya yang tidak terlalu besar. Bahkan sebagian dari rumahnya telah dijadikan penginapan, walaupun jarang yang menginap.

Karena Bapaknya telah sakit-sakitan, beliau meninggalkan pekerjaannya dan beristirahat si masa tua. Dian dan Alice mencari uang dengan menjual gado-gado di depan rumah mereka, dengan mendirikan tenda dan juga lemari.

Untunglah Irene memiliki otak yang cerdas, dia bekerja sebagai seorang pegawai Bank. Alicia sebenarnya ingin begitu, tapi ia tak tega membiarkan Ibunya berjualan sendirian sambil merawat Bapaknya.

Dan juga

"Alice.. Lidya mau asi!" Jerit Dian. Alicia meninggalkan jualannya dan langsung menghampiri Dian. Alice menggendong anaknya yang baru berusia hampir 3 bulan itu.

"Alice ke dalam dulu ya Bu." Pamit Alice. Ia masuk ke dalam dan memberikan ASI pada Lidya. Setelah Lidya terlelap di ayunannya, Alice menghampiri Dian di depan rumah.

Tiba-tiba ada dua orang perempuan yang diperkirakan Ibu dan anak berdiri di depan warung.

"Bu, beli gado-gado dong bu."

"Duh, kamu kalo mau beli, mending gak usah disana deh. Beli di depan aja, ibu anterin!"

"Emang kenapa bu?"

"Shhhht! Itu yang jualnya, hamil diluar nikah. Padahal Ibu bapak gak pernah absen sholat di masjid. Anaknya kelakuan gitu, cari perhatian aja! Udah ayo!"

Alice mencoba tak menghiraukannya, karena itu sudah biasa baginya. Yang terpenting Lidya masih belum terlukai sedikitpun karena hal itu.

"Lice, itu adonannya kamu goreng terus taruh diatas koran ya. Gorengannya ditaro disamping sayur ini." Suruh Dian. Alice membawa adonan dan koran itu. Sambil menunggu minyak panas, ia memisahkan koran yang bersatu itu dan melebarkannya. Tanpa sengaja Alice membaca berita di koran itu.

Martin Fernando, pengusaha muda yang sukses Direktur utama perusahaan Fernando Group akan melangsungkan project besar dengan perusahaan XXX di Indonesia

'Jadi dia udah berhasil nguasain Fernando Group' batin Alice. Sementara kehidupannya yang penuh kekurangan dalam ekonomi, Martin justru mempunyai setumpuk uang yang tidak tahu akan ia apakan.

Pengusaha muda ini memproduksi produk-produk ternama dan berkualitas yang harganya bisa dibilang fantastis. Tak lupa memproduksi pesawat umum maupun pribadi

'Kalian memuji-muji orang yang telah menelantarkan anak kandungnya sendiri demi setumpuk kertas tak berguna.' Batin Alice.

***

New York, USA

Martin memakai dasinya, tak lupa ia menyelipkan sapu tangan di kantung kemeja dalam jasnya.

Setelah menjadi Direktur di perusahaan Fernando Group, Martin mempunyai uang yang jauh lebih banyak dibandingkan dulu. Ia memiliki Mansion di berbagai tempat, dan membeli beberapa Penthouse di New York guna meningkatkan penghasilannya.

Dan ia akan meninggalkan Mansion yang dulunya ia tinggali bersama dengan Alice. Demi menjaga kenangannya dengan Alice dulu, Martin rela setiap hari terbang dari New York ke Washington, dimana berdirinya perusahaan Fernando Group.

Tapi sekarang, ia sadar kalau Alice telah pergi. Dan ia tak memerlukan pendamping hidup, di Mansion-nya sudah banyak pelayan yang siap melayaninya 24 jam tanpa henti. Semua orang mematuhinya dimanapun ia berada. Walaupun dalam hati ia masih memerlukan kehadiran Alice sebagai pelengkap hidupnya, tapi ia tidak tahu dimana Alice saat ini.

"Mr. Fernando, apa kau tidak mau memeriksa laci-lacimu? Siapa tahu ada barang penting yang ketinggalan." Saran tukang bangunan itu, Martin berencana menggusur Mansion-nya dan membangun sebuah taman hiburan disana.

"Angkut saja semuanya, aku tidak memerlukannya lagi." Martin membuat tukang itu melongo, apa Martin pikir kalau semua barang-barang disana itu murah? Martin berkata ia tak memerlukannya lagi

'Dasar orang kaya.' Batin tukang itu.

"Kalau begitu aku boleh mengambil yang kumau?" Tanya tukang itu. Martin berbalik dan mengambil kunci mobilnya

"Terserah." Jawab Martin. Tukang itu menarik keras lacinya, mungkin terlalu semangat, tukang itu berencana mengambil meja rias itu. Laci di meja rias itu terlempar jauh beserta isinya.

Martin menghentikan langkahnya saat melihat satu barang yang terlampar jauh. Martin tak pernah melihat itu sebelumnya. Martin memungut barang itu. Ia membulatkan matanya saat melihat bahwa test pack yang dipegangnya menunjukkan hasil positive.

"Ini milikmu?" Tanya Martin, tukang itu melirik sejenak

"Oh, tuan. Ini Mansion-mu, sudah pasti semuanya milikmu." Jawab tukang itu, Martin keheranan. Tidak lucu jika pelayannya yang menaruh test pack yang telah digunakannya di laci kamar Martin. Martin teringat sesuatu

Terjadi sesuatu yang tidak perlu dijelaskan pada malam di Bali. Martin bukanlah pria yang menyukai berhubungan dengan berbagai macam wanita. Bahkan yang memasuki kamarnya hanyalah pelayan, Angel dan juga Alice.

'Aku harus memastikannya.' Batin Martin.

***

Martin tiba di kamar Angel. Ia tak mengizinkan Angel pergi, bahkan Martin memberikan uang bulanan yang tidak sedikit pada Angel. Angel melanjutkan kuliahnya, ia menetap di Mansion Martin dan Martin bersumpah akan menjaganya sampai Angel menikah nanti. Meskipun adiknya itu masih terdengar ketus pada Martin, tetapi ia masih tetap tinggal disana.

Angel tengah mengemas barangnya di koper, ia akan ikut pindah kampus ke Washington. Padahal ia senang saat Martin jarang pulang ke Mansion, karena dirinya masih kesal dengan peristiwa Martin yang lebih mengutamakan pekerjaan dibandingkan Alice yang mau ditemani pulang.

"Kita harus bicara." Ucap Martin

"Aku tidak punya banyak waktu," jawab Angel masih memunggungi Martin

"Apa ada yang Alice sembunyikan sebelum pergi?" Tanya Martin. Angel menghentikkan aktifitasnya.

"Untuk apa aku menceritakannya padamu," jawab Angel.

"Kalau begitu setidaknya jelaskan sesuatu tentang ini." Martin membalikkan badan Angel sehingga Angel melihat jelas test pack itu.

"Mungkin... itu milik salah satu pelayan disini." Jawab Angel berusaha menetralkan ucapannya agar tidak terlihat berbohong.

"Ayolah! Mustahil seorang pelayan menaruh test pack-nya di laci kamarku." Ucap Martin. Angel merenggut test pack dari tangan Martin.

"I--i---ini milikku." Ucap Angel gugup. Ia menyimpa test pack itu di dalam kopernya. Martin terkekeh pelan

"Sejauh ini aku belum pernah mendengarmu memiki kekasih." Ujar Martin. Wajahnya seketika serius

"Betulkah ini milik Alice?" Tanya Martin.

Angel terdiam.

"Berikan alamat Alice saat ini." Ujar Martin sambil menyobek selembar kertas diatas meja.

"Dia menetap di Yogyakarta, Indonesia." Ucap Angel

"Tolong berikan alamat lengkap!" Suruh Martin

"Mana kutahu. Lagipula kau cuma harus mencari 1 orang saja, apa susahnya." Jawab Angel

"Kalau kau kusuruh mencari satu orang di New York dalam waktu singkat, kau pikir itu mudah?" Tanya Martin

"Kupikir, setiap orang yang memilih satu jalan harus menerima resiko dari jalan tersebut." Jawab Angel.

'Mungkin aku harus mencari Alice sendirian, agar dia tahu betapa besar perjuanganku mencarinya.' Batin Martin

To be continued

The Mate For The Throne HeirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang