chapter 23

1.7K 82 0
                                    

Alicia keluar dari ruangan itu. Ia menghampiri Martin dan juga Angel yang duduk diluar kantor polisi.

"Aku ingin jalan tengah untuk semua ini." ucap Alicia. Mereka semua menoleh kearah parkiran dimana ada tiga wanita berjalan bersamaan keluar dari mobil.

"Maafkan aku, Alicia. Aku telah mencoba mencabut tuntutannya, tapi Irene terlanjur menjadi buronan dan sudah menjadi kesepakatan bagi Irina dan tuan Bell."ucap Angel, Alicia menghela nafas kasar.

"Oh, kebetulan sekali." ucap Irina. Lily duduk disamping Angel.

"Kurasa kalian semua sudah tahu kalau sidangnya seminggu lagi. Lantas apa yang kalian lakukan di malam selarut ini?" tanya Irina.

"Dan kalian untuk apa kesini?" bantah Angel.

"Oh, tentu saja melihat ekspresi kalian setelah mengetahui hal ini." jawab Stacy. Angel memutar bola matanya. Martin menggenggam tangan Alicia dan berdiri. Mereka bertiga berjalan menuju mobil yang dikemudikan Martin tadi. Sebelum masuk ke mobil, Alicia berhenti sebentar. Ia menoleh ke belakang. Ia melepaskan tangan Martin dan berjalan ke depan Stacy juga Irina.

"Datanglah ke Mansion besok pagi." ucap Alicia. Mereka semua terkejut.

"Emm, apakah kau akan menjamu kami dengan teh dan cemilan ataukah... Menyirami rambut kami dengan air pel?" tanya Irina dengan tatapan tajam.

"Kesepakatan," jawab Alicia. Mereka semua terkejut. "Aku ingin menyepakati suatu hal dengan kalian."

Irina memiringkan kepalanya seolah tak percaya, lalu ia memutar bola matanya.

"Tapi ada syaratnya. Tidak ada yang boleh datang selain kami bertiga." ucap Irina. Alicia mengangguk pelan.

"Oh kau mulai bermain curang? Kau tahu bukan kalau Alicia orang yang diam saat ditindas? Aku ikut!" ucap Angel.

"Kalau begitu yang ada hanya pertikaian, bukanlah kesepakatan." jawab Irina. Alicia menoleh kearah Angel.

"Angel, ini jalan terakhir." pinta Alicia. Angel menghela nafas kasar.

"Kabari aku hasilnya!" pinta Angel.

***

Martin telah pergi untuk bekerja, sementara Angel dan Lily telah pergi dengan permintaan Irina.

"Baiklah, jadi apa yang kau inginkan? Membebaskan Irene?" tanya Stacy. Alicia mengangguk

"Lepaskan saudariku, lalu aku akan lakukan apa yang kalian inginkan," jawab Alicia. Irene akan menjadi prioritasnya, meskipun Alicia kehilangan semua hartanya, ia tak ingin kehilangan keluarganya. "Kurasa kalian tidak perlu melibatkan pihak berwajib."

Irina memirngkan kepalanya. "Apapun itu.. Maka kita harus meminta yang terbaik."

"Ceraikan Martin." ucap Stacy. Tubuh Alicia menegang, ia memang sudah menduganya tapi saat menerima kenyataannya, Alicia mulai panik.

"Emm, tidak tidak. Kurasa itu saja tidak cukup, kau tahu kan bagaimana Martin? Dia pasti tidak mau menandatanganinya." tangkis Irina. Stacy mengangguk.

"Lepaskan Irene, lalu aku dan saudariku akan kembali ke Indonesia." ucap Alicia, ia tengah berusaha menahan air matanya membayangkan apa yang akan terjadi.

"Hmm... Kurasa masih kurang." gumam Irina.

"Bukan hanya kembali, sebelum itu kau harus mendatangani surat cerainya. Dan melepas nama belakang-mu. Mungkin, marga Fernando terlalu tinggi bagi warga kelas menengah sepertimu." ucap Stacy. Alicia mengangguk.

"Tapi kita sudah datang dari tadi, kau bahkan belum menyajikan segelas air untuk kami." ucap Irina.

"Tunggu sebentar." jawab Alicia. Irina dan Stacy saling tatap dan tersenyum. Irina mengeluarkan botol air mineral dan menumpahkan air itu di sekeliling meja ruang tamu itu.

Alicia datang membawa tiga gelas berisi jus jeruk. Saat mendekati meja, kakinya terpeleset. Jus jeruk itu tumpah dan gelasnya pecah. Kepala Alicia berdarah karena terbentur. Tiba-tiba Alicia merasakan sakit di perutnya, tulang ekornya juga terasa perih. Saat mau bangun, ternyata kaki Alicia lebam. Alicia merasa sangat sakit.

"Oh astaga, kau sangat ceroboh." dengan terpaksa Irina dan juga Stacy membantu Alicia.

"Maaf, tadi sewaktu minum air, airku tumpah dan belum sempat kukeringkan." ucap Irina. Alicia mengangguk.

"Akan kubuatkan jus yang baru." ucap Alicia.

"Oh, tidak perlu. Kau beristirahat saja, tujuan utama kami sudah selesai. Bukan begitu, Stacy?" tanya Irina. Stacy mengangguk sambil tersenyum picik. "Kami akan kembali ke hotel!"

Setelah Irina dan Stacy pergi, Alicia berjalan ke kamar. Ia meminum obat penguat kandungannya. Pagi tadi ia sudah meminumnya, namun Alicia meminumnya lagi.

Alicia mengambil test pack yang belum sempat ia gunakan sejak dulu. Syukurlah, setelah menggunakannya kandungan Alicia masih aman-aman saja. Hasilnya positif, Alicia kembali menyimpannya di laci.

Alicia berbaring diatas tempat tidur. Ia menyentuh bagian kakinya yang lebam.

'Jika Martin melihat ini maka dia akan mengetahui rencanaku.' batin Alicia. Ia mengambil tempat alat make-up nya dan mengeluarkan foundation yang biasanya digunakan untuk menutupi jerawat. Alicia menggunakannya untuk menutupi bekas lebam di kakinya.

"Sepertinya aku butuh tukang pijat." gumam Alicia. Ia sekarang mengerti kenapa anak tidak boleh durhaka pada Ibunya.

Alicia mencari keberadaan salep, namun ia tak menemukannya. Jika ia memanggil tukang pijat, maka mungkin satpam di depan Mansion akan tahu dan mengabari Martin nantinya.

***

1:00 PM

Alicia membuka kulkas di dapur. Ia berbalik dan melihat Martin baru datang dengan membuka pintu.

"Kau sudah pulang?" tanya Alicia. Martin mengangguk, Alicia berusaha untuk berjalan biasa. Ia meletakkan cumi dan udang yang baru dimaksak untuk dirinya sendiri, namun ia menyajikan dulu untuk Martin. Setelah Martin baru dia memasak lagi.

"Kau sudah sembuh?" tanya Martin.

'Tadinya.' batin Alicia.

"Lumayan." jawab Alicia. Alicia ingin memberitahu kesepakatannya tadi, namun ia takut Martin takkan membiarkannya pergi. Walaupun Martin juga keluarganya sekarang, namun tak ada jalan lain lagi.

"Aku--"

"Kau tidak membuat sambalnya, Alice?" potong Martin.

"Akan kuambilkan." jawab Alicia. Ia berjalan pelan kearag dapur.

"Alice." langkah kaki Alicia terhenti. Ia berbalik "apa kau baik-baik saja?"

"Emm, aku baik-baik saja." jawab Alicia. Martin memperhatikan kaki Alicia. "Tunggu sebentar--"

"Sudahlah, Alice. Kemarilah dan makan saja." potong Martin. Alicia kembali ke sofa.

***

1:30 PM

Alicia tertidur disamping Martin. Martin membuka laptopnya, ia tak sebodoh itu untuk membiarkan Alicia menghadapi kedua wanita ular itu sendirian. Selama ini Alicia diam saja kalau ditindas, hanya Angel dan Martin yang membelanya.

Martin telah memasang CCTV di setiap sudut rumahnya, ia tak peduli walaupun sudah larut dan para pekerjanya sudah banyak yang menguap. Martin tetap memperhatikan setiap cara mereka memasang CCTV dan menghubungkan ke laptopnya.

Tangan Martin mengeras saat mendengar Alicia akan kembali ke Indonesia bersama dengan saudarinya. Martin menajamkan matanya saat melihat Irina menumpahkan air di sekeliling meja dan membuat Alicia terpeleset.

Martin meng-pause rekamannya dan melihat ada lebam di kaki Alicia. Tapi kenyataannya disini tak ada lebam sama sekali. Martin mengusap-usap kaki Alicia dengan air. Dan lebam itu mulai nampak. Tangan Martin mengeras kembali.

Ia memeluk Alicia tanpa membangunkannya. Martin mengecup dahi Alicia.

"Aku takkan membiarkanmu pergi semudah itu, Alice."

TBC

The Mate For The Throne HeirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang