Chapter 33

1.9K 82 3
                                    

"Hei.. ada berita baru ini." Jerit Gita kegirangan, mirip seperti anak SMA yang menyampaikan berita tren di sekolah.

"Apa?" Tanya Vanesa.

"Katanya pak Ben punya sekretaris baru." Jawab Gita.

Dengan sontak, Shinta berdiri dari mejanya dengan mata berapi-api.
"Siapa?"

"Alicia." Jawab Gita dengan aksen sombong karena tahu Shinta tak suka hal itu.

Shinta mengepalkan erat telapak tangannya. Ia selama ini berusaha kerja keras lebih daripada yang lain, bahkan sudah bekerja selama belasan tahun, tapi posisinya tergantikan oleh Alicia yang baru saja masuk kemarin dan usahanya tidak seberapa.

'Tidak akan kubiarkan, aku akan balas dendam, Alicia.' Batin Shinta.

***

'Drrt.. drrt..'

Alicia memandang id caller di layar ponselnya,

"Halo, Irene."

"Alice, kamu.. masih sibuk disana?"

"Sabar dulu ya, perusahaan kita jalin kerjasama dengan perusahaan besar. Sebagai rekan, aku pasti dapat bayaran lebih. Kenapa?"

"Emm.. gak papa. Kamu fokus aja dulu kerjanya, gak usah pikirkan kita disini. Dan sebaiknya kamu jangan transfer dulu."

"Memangnya kenapa?"

"Gak ada apa-apa. Kamu kapan pulang ke Jogja?"

Alice menghela nafas kasar.
"Aku masih sibuk kali ini, mungkin beberapa minggu atau bulan kedepan bisa. Maaf ya."

"Iya, oke. Kalo pulang kasih kabar ya? Kalo gitu aku tutup telponnya ya."

Alice menyimpan ponsel di saku kemejanya. Memang apa yang membuat kakanya menelpon sekarang? Akankah masalah ekonomi?

***

Jogja

Irene menghela nafas lega karena mendengar kabar pulangnya Alice yang masih tidak pasti. Ia yakin Alice akan marah besar disaat tahu bahwa perawatan Bapaknya dibiayi oleh mantan suaminya-meskipun belum cerai secara resmi, yang telah menelantarkan Alice juga Lydia setahun terakhir demi kekuasaan. Tapi Irene tak mempunyai pilihan lain, kiriman Alice tentu tidak cukup untuk membayar perawatan setiap harinya, saat ini keselamatan Bapaknya lebih utama dibanding apapun.

"Permisi."

Irene berbalik ketika mendapat panggilan dari belakangnya.

"Bisa bicara sebentar?" Tanya Martin. Irene mengangguk dan menoleh kearah Bapaknya yang masih terbaring diatas ranjang.

"Terima kasih banyak atas bantuanmu." Ujar Irene membuka percakapan.

"Tidak masalah, dia masih Ayahku."

Irene menghela nafas kasar.
"Aku tahu ini semua tidak gratis. Kau pasti memiliki tujuan lain, bukan?"

Martin terkekeh pelan
"Sudah kubilang dia masih Ayahku."

"Kalau kau bertujuan memenangkan hati Alice kembali, maka kusarankan kau untuk menyerah. Dendamnya lebih besar dari yang kau bayangkan." Saran Irene, kepekaannya semakin besar sekarang

"Sungguh? Apa karena Lydia?" Tanya Martin, Irene membulatkan matanya

"Siapa dia? Pacarmu ya?" Irene berpura-pura tidak tahu.

Martin tertawa paksa
"Ini semakin jelas, tidak mungkin kau mengenal adikmu sendiri seperti kata Alice."

Alice mengatakan bahwa Lydia saudaranya, sedangkan Irene bilang tidak tahu siapa dia. Kedua saudara itu tidak memiliki hubungan telepati yang baik.

The Mate For The Throne HeirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang