Alice menatap Irene tajam, hal itu sempat membingungkan kedua orang tuanya yang sama sekali tidak paham akan situasinya.
"Ibu antar Bapak pulang dulu, nanti aku sama Irene nyusul." Ujar Alice, setelah itu memberikan ongkos Taxi pada Dian. Dian pun membopong Henry sendirian berjalan keluar dari Rumah Sakit.
Alice menarik tangan Irene, berpindah tempat ke koridor yang lokasinya lebih jauh agar orang tuanya tidak mendengar percakapan mereka sama sekali.
"Hei, ada apa semua ini? Apa yang terjadi saat aku tidak ada?" Alice mengacak rambutnya frustasi
"Aku tahu kau akan marah, aku hanya tidak punya pilihan lain karena kondisi Bapak yang memprihatinkan saat itu." Jawab Irene.
Alice menghela nafas kasar, kakaknya memang tidak punya pilihan lain tapi kenapa Irene tidak memberitahukan hal itu padanya, mungkin Alice dapat mencari solusi.
"Beberapa bulan ini, Martin menyediakan layanan terbaik bagi Bapak. Bapak dirawat di Ruang VIP 1, bahkan menjalani pengobatan yang harganya tidak sedikit. Martin banyak berjuang untuk kamu, lantas kenapa kamu masih belum bisa memaafkannya?" Tanya Irene.
Pertanyaan ini membuat Alice tidak nyaman,
"Aku sudah menerimanya sebagai suamiku, di Indonesia."Irene mengernyitkan kening,
"Kenapa hanya di Indonesia? Apa hal yang menghalangimu meamaafkannya, padahal dia sudah menebus kesalahannya selama ini dengan membantu biaya pengobatan Bapak."
Irene memahami ekspresi Alice saat ini
"Tanpa bantuannya, kita tidak akan tahu apa yang terjadi pada Bapak saat ini.""Aku sudah memaafkan semuanya, hanya saja.." Alice menggantungkan kalimatnya, merasa berat untuk melanjutkan
"Aku masih belum pantas untuknya."Irene mengernyitkan kening
"Belum pantas? Ada apa sebenarnya?""Kemarin saat Martin membawaku ke salah satu pesta penyambutannya, ada begitu banyak wanita cantik nan pintar, bahkan mereka juga kaya. Itu menyadarkanku dimana posisiku berdiri sebenarnya. Bahkan.. aku tidak tahu kenapa dia memilihku di sekian banyak wanita yang menginginkannya."
Jelas Alice"Itu tidak penting, kalau sudah begitu maka artinya dia memilihmu, tidak perlu mempedulikan yang lain." Saran Irene.
Alice menggeleng pelan
"Karena dia pria yang bertanggung jawab, mungkin dia melakukan semua ini.. karena Lydia.""Jangan putus asa seperti itu. Alangkah baiknya kau mencari tahu kebenarannya sebelum menyimpulkan sesuatu." Saran Irene.
Alice menghela nafas panjang, ia tidak tahu mengapa Martin berusaha untuk mendapatkannya kembali.
"Sebaiknya kita kembali, ada satu hal yang perlu kulakukan."***
Dari uang yang dihasilkannya melalui Project kemarin, Alice dapat membelikan Apartement baru untuk kedua orang tuanya, setidaknya lebih baik dari rumah yang kemarin. Ia membeli Apartement di tengah kota Jogja, tidak ingin pindah ke Jakarta karena disanalah tempatnya tumbuh besar ditengah keluarganya.
Butuh waktu beberapa jam untuk mendekor juga membersihkan tempat tinggal barunya. Alice merebahkan badannya di sofa, sedikit mengobati rasa pegal karena lengah seharian.
'Ting tong'
Alice yang baru melepas penat langsung membuka matanya kembali, berjalan pelan dan membuka pintu untuk tamu pertama di tempat tinggal barunya itu.
Ia membulatkan mata ketika mendapati sosok yang begitu familiar baginya
"Angel?""Hai!" Sapa Angel sambil berteriak gerang dan langsung memeluk Alice.
Alice membalas pelukan Angel dengan hangat,
"Ayo duduk dulu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Mate For The Throne Heir
RomanceWanita cantik yang berusia 23 tahun itu berniat untuk mengunjungi kakaknya di San Fransisco, AS. Namun yang terjadi hanyalah kakaknya yang lari membawa uang perusahaan entah kemana. Dan sayang Alicia Amantha tidak mempunyai uang untuk kembali ke Ind...