37. Don't Go Back (Chorong-Jin)

364 32 2
                                    

Musim salju datang lagi.

Gadis bersurai cokelat terang itu mengeratkan mantel tebal berwarna biru yang melekat pada tubuh mungilnya. Mendesah berat, langkah Park Chorong terhenti saat kulit kepalanya terasa mendingin tiba tiba.

Chorong mendongak, menatap langit yang memuntahkan butiran es bernama salju. Tangannya yang tak terbalut sarung tangan terulur, menampu butiran salju yang jatuh di atas telapaknya. Membuat rasa dingin merambati tangan sampai ke tulang.

Aneh. Ya, entah mengapa salju kali ini terasa lebih dingin dari biasanya.

"Aku benci salju.. tapi tak pernah bisa tidak menatap dan menikmatinya. Menyebalkan!" gerutunya pelan.

Tungkainya kembali dilangkahkan, kali ini lebih pelan. Tersenyum samar memperhatikan setiap lalu lalang orang yang menyempatkan diri berhenti dan menikmati salju pertama dengan wajah gembira.

Andai lelaki itu ada di sini, bersamanya, mungkin saja Chorong bisa tersenyum lebar seperti yang lainnya.

"Aish.. apa yang kupikirkan?"

Chorong menghela nafas kasar. Mengenyahkan suatu memori yang merasuki pikirannya tiba tiba. Tentang suatu hal yang seharusnya dia lupakan.

Gadis itu berpikir, daripada dia membayangkan yang tidak tidak, bukankah lebih baik dia pulang? Makan sup rumput laut hangat sembari menikmati secangkir teh untuk menghangatkan diri. Setelah itu bergumul dengan selimutnya yang hangat. Pemikiran yang bagus.

Park Chorong akhirnya melangkahkan kembali tungkainya. Namun lagi lagi harus terhenti, ketika sepasang sepatu hitam mengkilap berhenti tepat di hadapannya. Chorong mendongak, dan saat itu juga, tanpa aba aba, kedua maniknya memanas melihat siapa yang ada di depannya.

"Lama tak berjumpa, Chorong noona!"

Lelaki itu.

Masih dengan wajah tampan yang terpahat nyaris sempurna. Dengan senyum yang membuat hati siapapun yang melihat akan meleleh.

Rindu yang selama ini Chorong pendam, kembali membuncah. Bersamaan dengan rasa sakit dan kecewa yang menggumulinya. Membuat hati dan otaknya berperang. Mana yang harus dia dahulukan, rindunya atau rasa sakitnya?

"Bagaimana kabarmu, noona?"

Great! Chorong serasa ingin berteriak marah. Bagaimana bisa lelaki Itu menanyakan kabarnya dengan wajah tanpa dosa? Seakan tak pernah terjadi apapun di antara mereka.

"Apa sekarang kau memutuskan untuk kembali, Kim Seokjin?"

Lelaki tampan itu, Kim Seokjin, tertawa kecil. Tak menyadari raut wajah Chorong yang sudah mengeras.

"Apa kau tak merindukanku, noona? Dan ya, aku kembali untukmu."

Chorong mendengungkan tawa sarkas. Jika saja dulu Seokjin tak menyakitinya, jika saja dulu Seokjin menyuruhnya untuk menunggu, jika saja Seokjin tak pergi dengan meninggalkan luka yang begitu dalam. Mungkin sekarang Chorong dengan senang menyambut lelaki itu dan menghambur ke dalam pelukannya.

Ya, jika saja..

"Apa kau mengalami amnesia, Kim Seokjin? Kau tak ingat apa yang kau katakan dulu sebelum pergi?"

Lelaki bermarga Kim itu terdiam. Senyum yang sebelumnya terukir di bibirnya lenyap. Tentu saja Seokjin ingat, karena di tempat ini juga dia mengucapkan selamat tinggal tiga tahun lalu.



*

"Kita putus saja!"

"Yakk! Kim Seokjin, kau bercanda?"

"Tidak, Chorong noona! Aku serius kali ini."

"Tapi.. kenapa?"

Kedua manik indah Chorong memerah. Tak butuh waktu lama hingga buliran kristal bening itu menuruni pipinya.

"Park Chorong, apa kau tidak sadar diri? Kau itu tidak pantas untukku! Tidak bisakah kau lihat aku pacaran denganmu hanya karena kasihan? Haaah.. dan dengan kepergianku ke Jerman ini akhirnya aku punya kesempatan untuk lepas darimu."

"Bagiku, kau itu hanya gadis aneh yang terobsesi padaku. Aku bahkan malu setiap kali kau ke sekolahku dan membawakanku bekal. Come on! Aku bukan anak kecil lagi. Dan juga teman temanku sering mengejekku karena kau itu benar benar kuper dan tak tahu bagaimana caranya berdandan. Heol~!"

Chorong menghapus air matanya kasar. Dia benar benar tak menyangka jika Seokjin sanggup mengeluarkan berbagai kata menyakitkan seperti itu.

Memang benar setahun mereka berpacaran, Seokjin tak pernah memperlakukannya dengan baik. Chorong lebih sering menangis daripada tersenyum karena lelaki itu.

Tapi kali ini, Seokjin sungguh keterlaluan. Dan Chorong sudah tak sanggup menahannya lagi.

"Dan kau jug—"

"Cukup Kim Seokjin!!"

Chorong mati matian menahan gejolak emosinya. Nafasnya memburu, hanya sesak yang bisa dirasakannya. Dia mendongak, memberanikan diri menatap dalam manik Seokjin.

"Baik kalau itu maumu. Kita akhiri, aku juga sudah lelah. Tapi ingat, jangan pernah berpikir untuk kembali, Kim Seokjin!"

Chorong memutar tubuhnya. Tungkainya melangkah menjauh dari sana. Meninggalkan Seokjin dan membawa berbagai luka dari lelaki yang sangat dicintainya itu.

Baru beberapa meter dilaluinya, Chorong berhenti. Mendongak ke langit dan mendapati buliran salju pertama mulai turun. Dia tersenyum getir.

Musim salju hanya memberinya luka.

*



"Kau sudah ingat sekarang? Kau juga ingat kan apa yang ku katakan saat itu? Jangan mencoba untuk kembali!"

"Noona, tapi kupikir.. kau akan memaafkanku tanpa aku harus mengatakannya. Seperti yang sudah sudah.."

Chorong kembali tertawa. Menatap Seokjin dengan tatapan tajam.

"Ya, kau benar. Itu yang selalu kulakukan dulu, bukan? Kau menyakitiku, aku memaafkanmu lalu kau kembali seakan tak terjadi apapun. Terus seperti itu hingga kau lupa, bahwa aku juga manusia yang punya hati. Yang bisa hancur karena selalu kau sakiti. Bahkan kau masih menganggapku sama, bukan?"

Seokjin terdiam mendengar setiap lontaran kata dari mulut Park Chorong. Benar, itu yang selalu dilakukannya.

"Kau benar benar tak berubah Kim Seokjin! Ingatlah, ketika seorang wanita sudah memutuskan untuk berhenti memaafkan dan berjuang, itulah saatnya kau harus menyerah."

Chorong menghapus air matanya yang menderas. Tak mempedulikan salju yang turun semakin banyak dan membuatnya menggigil.

"Aku juga sudah menyerah akan dirimu. Jadi, setelah ini kau juga harus berhenti. Selamat tinggal, Kim Seokjin!"

Seokjin hanya bisa terpaku. Menatapi punggung Chorong yang mulai menjauh dengan tatapan nanar.

Mungkin memang benar, sikapnya sudah keterlaluan dan Chorong sudah tak bisa menahannya lagi. Terlebih, awalnya Seokjin yang meminta gadis itu untuk menjauh dan meninggalkannya.

Sudah seharusnya dia menyerah. Chorong sudah menutup hatinya dan tak akan ada kesempatan untuknya kembali. Seokjin mengulurkan tangannya, menampu salju yang dengan cepat memenuhi telapaknya.

Lelaki itu meringis perih.

"Maaf karena menyakitimu lagi."


















-FIN-

*

**

Haai~
Buat yg request Chorong - Jin kemarin. Maaf kalau hasilnya sad dan lama buatnya hehe

Jgn lupa tinggalkan jejaknya ya♡

Pink In Paradise ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang