Sudah dua Minggu sejak kejadian malam terkutuk itu. Arletta tidak pernah merasa segila ini sebelumnya. Dimana ia tidak bisa tidur tanpa obat tidur di malam hari hingga membuat wajah mulusnya di gelayuti satu atau dua jerawat. Dan salahkan semua itu kepada Levin yang dengan kurang ajarnya selalu masuk ke mimpinya.
Ron datang dan menghampiri Arletta yang masih mengaduk-aduk soup-nya. Gadis itu tampak melamun tanpa ada niatan memakan makanannya.
"Kau tidak mau memakannya?" Tanya Ron khawatir. Sudah dua Minggu ini Ron memberi tumpangan tempat tinggal dan makan gratis untuk Arletta. Bukankah harusnya gadis itu memberinya penghargaan dengan ucapan rasa syukur juga terima kasih.
Arletta melirik sekilas manager-nya itu. Sebenarnya ia tidak mau seperti ini. Tapi, tahukah Ron kenapa Arletta tidak mau memakan makanan kesukaannya itu?
Arletta mendengus. Alasannya jelas karena ia tidak bisa.
"Kalau kau tidak mau. Aku saja yang memakannya." Geram Ron mencoba merebut mangkuk yang ada di balik perlindungan tangan Arletta.
"Jangan!" Dengan gesit Arletta menepis tangan nakal Ron dan menggesernya mangkuk itu agar lebih dekat dengan wajahnya.
Sungguh aroma soup itu sangat menggugah selera tapi....
Dengan keraguan Arletta memasukkan satu suapan ke dalam mulutnya dan..... Yahh, usaha yang sia-sia karena bukannya melahap soup itu, Arletta malah membuat perutnya bergejolak.
Dengan gerakan cepat, Arletta berlari ke arah dapur dan memuntahkan seluruh isi perutnya ke dalam wastafel. Oh, sialnya dirinya.
Tidur dan makan sekarang menjadi hal yang menyiksa untuknya.
Ron melirik ngeri ke dalam wastafel yang sudah dipenuhi dengan isi perut Arletta. "Kau sakit?" Tanya Ron khawatir.
"Just need sleep." Balas Arletta.
"Really..? I mean... You sure.., you was not pregnant?" Ucap Ron sedikit terbata.
"Ron!" Gertak Arletta. Ini kali pertamanya Ron terlalu mencampuri urusannya.
"I am sorry." Gumam Ron.
Arletta menghela nafasnya. Masih terlalu awal untuk mengetahui ia hamil atau tidak. Dan Arletta sangat yakin ini hanya efek kelelahan. Yah.... Pasti karena itu.
Tapi ia salah.....
Meski sudah menanamkan kepercayaan kalau ia tidak mengandung. Nyatanya ia masih memikirkannya hingga malam hari dan paginya ia terbangun dengan tubuh basah oleh keringat.... Bahkan perasaan takut hamil itu menghantuinya di dalam mimpi.
Oh, God!
Ini adalah hal yang baru untuknya. Ia sama sekali tidak paham. Tapi jika ia memang hamil bukankah itu artinya sudah terlambat untuk ia melakukan pencegahan?
Arletta mengacak rambutnya dengan perasaan yang semakin frustasi.
Ini buruk!
Ia tidak bisa hamil dimana karirnya sedang berada di puncak. Dimana Ron sedang berusaha membuat celah untuknya agar ia semakin maju ke dunia modeling di tahap internasional.
Apa yang harus dilakukannya?
"Kau sedang apa?" Tanya Ron heran saat melihat Arletta sedang mengacak rambutnya sendiri.
"Tidak apa-apa." Jawab Arletta senormal mungkin. "Lain kali katuk pintu dulu." Gumam Arletta yang dianggap angin lalu oleh Ron.
"Baguslah jika semuanya baik. Hari ini ada pemotretan. So, bersikaplah lebih lembut." Peringat Ron yang juga dianggap angin lalu oleh Arletta.
Mereka memang memiliki kesamaan. Sama-sama berprilaku seenaknya sendiri. Hanya saja mereka menyukai privasi. Dimana tidak mencampuri urusan masing-masing terlalu jauh.
"Kau ingin tahu kabar terbaru dari Levin?"
Sudut bibir Arletta berkedut. Ia sungguh ingin mengucapkan sumpah serapahnya dan memperingatkan Ron agar tidak menyebut nama si bastard itu lagi.
"Tidak perlu aku tidak membutuhkannya." Jelas Arletta.
"Oh... Baiklah. Tapi, kabarnya ia akan bertunangan dengan Naura, model bikini cantik yang sedang naik daun sepertimu." Papar Ron seolah Arletta perduli.
"Oh..., Seperti aku perduli saja." Ejek Arletta kesal. "Dan Ron perlu kutegaskan. Aku bukan model sejenis model bikini bottom!" Dengus Arletta dan beranjak ke kamar mandi.
Ron berdecak saat menyaksikan pintu kamar mandi itu di tutup dengan kasar oleh Arletta.
"Kenapa harus ditambahkan bottom? Dasar aneh." Cicitnya sendiri.
"Aku akan menunggu di luar." Pekik Ron sebelum keluar dari kamar itu.
-o0o-
Soup kentang....
Arletta mendongak ke arah Ron dan kembali menunduk menatap soupnya. Apa Ron sengaja memberinya sarapan soup?
"Kenapa?" Tanya Ron heran.
"Kenapa Soup?" Tanya Arletta dengan raut wajah tidak bersahabat.
"Kenapa? Itu kesukaanmu?" Tanya Ron tanpa beban.
"Tapi aku bisa muntah!" Gertak Arletta.
"Sungguh?" Tanya Ron dengan mata yang memancarkan binar kepolosan. Oh, jangan terlalu serius, Arletta bahkan berani bertaruh itu acting!
"Apa kau hamil?"
"Uhuk!.." Arletta menatap Ron dengan bringas setelah selesai meredakan batuk tanpa sebab itu. "Kau gila!" Ujarnya kesal.
"Oh, ya? Begitukah menurutmu?" Mata Ron menatap Arletta dengan binar mengejek. "Emosi yang semakin tak terkendali, jadwal makan dan tidur yang tidak teratur, kau bahkan tidak bisa memakan makanan favoritmu? Bukankah itu bisa dijadikan alasan atas kecurianku?" Ujar Ron dengan keras.
"Aku tidak hamil!" Gertak Arletta tidak mau kalah.
"Baiklah,... Buktikan. Jika kau makan soup itu tanpa memuntahkan semua isi perutmu. Artinya kau tidak hamil, tapi jika sebaliknya maka dugaanku benar."
"Baiklah.. akan dibuktikan kau salah!"
-o0o-
Kalau mau lanjut jangan pelit kasih vote. 😛
KAMU SEDANG MEMBACA
Darts With The Bastard
RomanceSejak pertemuan pertama mereka Arletta sudah mengibarkan bendera permusuhan pada Levin dan sejak itu juga Levin selalu mengganggu gadis itu. Satu-satunya gadis yang tidak bisa ia baca. Bagi Levin, Arletta adalah gadis angkuh yang keras kepala. Hubun...