Bagian 9 - Barry

11.2K 807 5
                                    

Makasih yang masih setia nungguin cerita ini 😂😂😂

-o0o-

Barry melangkah memasuki ballroom hotel mewah yang cukup terkenal di Jakarta. Sekedar informasi hotel ini adalah milik orang tuanya. Well, inilah kehidupan Barry, ia dilimpahi dengan begitu banyak kelebihan. Ia hidup dalam kemewahan dan dilimpahi wajah yang tampan, semua wanita rela berlutut dibawah kakinya, mengemis kepadanya hanya untuk menjadi teman ranjangnya satu malam, dan membuatnya sedikit terlena hingga semuanya hancur.

Benar-benar hancur.

Barry tertawa miris mengingat hubungannya dan Arletta yang kandas karena kebodohannya. Susah payah ia mengikat gadis itu pada akhirnya semua hancur karena kebodohannya sendiri.

"Bodoh." Lirihnya sendiri tapi kemudian ia kembali tersenyum miring saat melihat Arletta tengah melakukan pemotretan di ballroom hotel tersebut. Begitu banyak rencana di dalam otak kecilnya. Ia adalah Barry Corford. Apa pun yang diinginkannya pasti akan di dapatnya, begitupula Arletta.

"Morning sweetie!" Dengan cepat Barry mendekati Arletta dan mengecup pelipis gadis itu bertepatan dengan kilatan bliz yang disertai suara jepretan kamera.

Arletta langsung mendorong Barry dengan kesal. Ia merasa begitu jijik karena tubuhnya sudah disentuh oleh Barry, pria sampah yang baru ketahuan belangnya. "Apa yang kau lakukan?" Tanya Arletta kesal.

Barry hanya tersenyum dan detik selanjutnya beberapa wartawan sudah mengerubungi dirinya dan Barry.

"Apakah kalian masih menjalin kasih?"

"Apakah berita putusnya hubungan kalian kemarin adalah palsu?"

"Apa kalian akan tetap melanjutkan pernikahan kalian?"

Pertanyaan beruntun itu keluar dari beberapa wartawan yang hadir disana.

"Ya berita itu palsu. Kami masih menjalin kasih dan tetap akan melangsungkan pernikahan kami Minggu depan." Barry tersenyum begitu manis didepan para wartawan itu sambil merangkul pundak Arletta.

Disisi lain Arletta hanya mengerjapkan kedua matanya. Entah ini bisa disebut apa... Keberuntungan atau kesialan. Beruntung karena keluarganya tidak akan malu karena aib yang terus ia tutupi tapi sialnya kenapa harus Barry?

Arletta bahkan jijik saat disentuh olehnya.

"Mbak Arletta sendiri bagaimana?" Tanya seorang wartawan wanita yang membuat Arletta terlepas dari lamunannya.

Arletta melirik Barry dengan wajah datarnya. "Kau akan menyesal bar." Peringatnya kemudian meninggalkan Barry dan beberapa wartawan itu disana.

"Cukup disini terima kasih semuanya." Setelah mengucapkan itu Barry segera menyusul Arletta hingga keduanya sampai di Atap Hotel tersebut.

"Apa kau marah?" Tanya Barry setelah keduanya berhenti melangkah.

Arletta hanya menghela nafasnya. "Aku sudah memperingatkanmu bar. Kenapa kau tidak mengerti juga jika aku tidak bisa-"

"Bisa. Asalkan aku mau Ar!"

"Berhentilah membuat keputusan sendiri bar." Kesal Arletta.

"Beritahu kekuranganku Ar. Kenapa kau bersikeras menolakku?"

"Karena-" pikiran Arletta mendadak kalut. Bagaimana mungkin ia memberitahu Barry jika sekarang ia tengah mengandung anak Levin dimana Levin sendiri tidak akan pernah mengakui itu adalah anaknya.

"Jangan paksa aku bar." Akhirnya hanya itu yang bisa ia katakan.

Barry menggeleng. "You are mine, Ar." Barry berjalan mendekati Arletta. Ya, keputusannya bulat. Ia tidak akan pernah melepaskan gadis didepannya ini.

"Aku tahu kau masih menyukainya laki-laki busuk itu, aku tahu kau masih marah padaku. Tapi aku bisa berubah begitupun kamu Ar!"

"Bar" Lirih Arletta.

"Kasih aku kesempatan." Barry menatap Arletta dengan sendu dan mulai menggenggam tangan Arletta.

"Bar, don't." Lirih Arletta lagi.

"Kita ulang semuanya dari awal. Ok! Kita bangun kehidupan yang baru, dimana kita memiliki anak-anak yang lucu." Barry mulai menerawang indahnya masa depannya dan Arletta.

Tapi bagi Arletta ucapan Barry bagaikan pedang yang menusuk tepat ke jantungnya.

"Aku janji aku akan berubah. Aku bakal-"

"Aku hamil bar." Ucap Arletta yang sudah terisak. "Jadi jangan paksa aku." Arletta melepas genggaman Barry dan mulai meninggalkan Barry. Cukup lama Barry diam di tempat sebelum akhirnya kesadarannya kembali.

"Liar!" Teriak Barry.

"Kalau itu cara kamu buat jauh dari aku. Kamu salah!" Barry berbalik dan kembali melihat punggung Arletta yang beberapa detik yang lalu melewati dirinya.

"Stop bikin drama Ar!" Teriak Barry yang membuat Arletta tertawa.

"Kamu bilang aku bohong?!" Ulang Arletta.

"Ok kalau kamu memang hamil, aku bakal tetap nikahin kamu."

Arletta kembali tertawa. "Kau bercanda?!"

"Aku serius Ar! Aku juga bukan manusia yang suci, kita sama-sama kotor jadi itu bukan masalah buat ak-"

"Meskipun itu anak dari Levin?" Dengan cepat Arletta memotong ucapan Barry hingga laki-laki itu diam.

Arletta menarik nafasnya dalam. "Jangan munafik bar. Tidak ada seorang pun laki-laki yang mau menerima anak yang bukan darah dagingnya." Setelah mengatakan itu Arletta kembali berjalan meninggalkan Barry sendiri disana.

Setelah Arletta pergi entah kenapa tawa Barry pecah. Ia merasa De javu dengan kejadian ini. Dimana ia sendiri tidak tahu siapa yang sedang ia tertawakan disini.

Jika saja itu bukan anak Levin mungkin Barry masih bisa mempertimbangkannya seperti ucapannya tadi. Ia bukanlah orang yang suci. Mungkin saja Arletta diperkosa dan itu bukan masalah untuknya selagi itu bukan kemauan Arletta tapi ini berbeda.

Ini tentang Levin.

Ia tahu Arletta begitu mencintai laki-laki itu. Tapi rasanya begitu sakit, gadis itu bahkan tidak pernah menciumnya selama mereka berpacaran. Ia begitu menjaga gadis itu, tidak masalah ia meniduri ratusan jalang diluar sana asalkan gadisnya tetap terjaga dan berakhir menjadi istrinya.

Tawa Barry kembali histeris. Gadis itu memberikan segalanya untuk Levin dan tidak pernah menganggapnya.

-o0o-

Votenya jangan lupa.... Please deh cuma teken bintang doang kok.😅

Darts With The BastardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang