Sejak pertemuan pertama mereka Arletta sudah mengibarkan bendera permusuhan pada Levin dan sejak itu juga Levin selalu mengganggu gadis itu. Satu-satunya gadis yang tidak bisa ia baca. Bagi Levin, Arletta adalah gadis angkuh yang keras kepala.
Hubun...
Tapi serius...., karena dukungan dan komentar kalian semua lah yang membuat saya masih bertahan disini.
Saya suka senyum-senyum sendiri kalau lagi baca komentar. Hehe...
-o0o-
Gaun putih itu perlahan melekat dengan sempurna di tubuh Arletta. Rambutnya di gulung sedemikian rupa dan di percantik dengan mutiara-mutiara kecil. Wajahnya perlahan dipoles, wajahnya yang tadinya terlihat pucat kini berubah terlihat lebih segar, sementara bibirnya sudah dipoles dengan lipstik berwarna pink alami. Arletta memejamkan matanya membiarkan matanya juga ikut dipoles.
Aku ingin pernikahan outdoor.
Itu adalah keinginannya dulu. Saat ia dan Barry masih mengenakan seragam abu-abu, Barry pernah menanyakan keinginannya akan hal berbau pernikahan.
Dan semuanya harus putih. Pernikahan itu suci maka semuanya harus terlihat bersih tanpa noda....
Arletta membuka matanya dan tampaklah seorang wanita cantik di depannya. Itu adalah dirinya sendiri.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Kau sangat cantik, Ar." Ron tersenyum cerah dan memberikan bucket bunga kepada Arletta. "And Now, you're ready!" Girangnya.
Arletta tersenyum lembut. Entah apa ia pantas untuk bahagia. Ia sendiri masih ragu akan hal itu. Rasanya ada yang mengganjal. Mungkin karena Barry terlalu baik untuknya.
Tanpa noda....
Arletta meringis sendiri. Rasanya ia seperti mengkhianati dirinya sendiri. Meski Barry benar-benar mewujudkan pernikahan seperti yang ia impikan, tetap saja. Arletta tidak merasa semuanya terasa bersih dan itu semua karena dirinyalah noda itu.
"Apa yang kau pikirkan?" Tanya Ron seolah dapat membaca isi pikirannya.
"Tidak ada." Arletta memamerkan senyumnya.
"Bagus! Kau harus bahagia hari ini. Kau tidak berniat meninggalkan acaranya kan?" Tuduh Ron yang membuat Arletta terkekeh kecil.
Pintu itu kembali terbuka. Wanita itu masuk dengan pelan bersama balita mungil yang sudah siap dengan tuxedonya. Nadine tersenyum lembut dan berjalan ke arah Arletta. "Wah... Apa aku baru saja melihat seorang bidadari?" Godanya pelan.
"Kau berlebihan, Dine." Ujar Arletta.
"Tidak Nadine benar... Oh, ayolah, rendah diri sangat tidak cocok untuk karaktermu." Kali ini Ron ikut menimpali.
Nadine terkekeh. "Lama tidak bertemu Ron. Kau semakin imut saja."
"Oh, ayolah jangan gunakan kata hiasan itu. Aku tahu aku yang terpendek diantara kalian."