Bagian 23 - Forgive me (Tamat)

21K 967 95
                                    

Part special buat semua readers!

-oOo-

Levin berlari keluar dari mobilnya setelah memarkirkan mobilnya dengan tidak elegan. Mungkin ia akan mendapatkan masalah setelah ini tapi tidak masalah.

Masalahnya lebih penting sekarang.

Arletta sudah sadar.

Calon istrinya sudah sadar. Terima kasih pada Ron yang segera menyampaikan kabar baik ini padanya. Setelah menitipkan anaknya pada pengasuh ia segera berlari menuju rumah sakit. Tadinya Levin bahkan lupa untuk memakai mobil, laki-laki itu sudah berlari keluar rumah dan baru mengingat jika jarak rumah Arletta dan rumah sakit tergolong jauh setelah melewati beberapa rumah tetangga. Sambil menertawakan dirinya ia segera kembali kerumahnya.

Hanya Arletta yang bisa membuatnya sebodoh ini.

Sembari berlari di koridor Levin kembali mengingat bagaimana dulu ia sering menunggu Arletta melewati kursinya karena letak kursi Arletta berada dua baris dibelakangnya. Aroma tubuh wanita itu lebih wangi dari siswi lain karena Arletta selalu menggunakan parfum.

Levin ingat bagaimana dulu ia menunggu Arletta keluar dari ruang ujiannya.

Levin ingat bagaimana ia menunggu Arletta yang datang terlambat ke bandara saat hari keberangkatannya untuk melanjutkan studynya ke luar negeri.

Dan hari ini ia menunggu Arletta kembali membuka matanya.

Hari ini juga ia sadar jika sejak lama ia terus menunggu Arletta. Dan sadar jika Nadine adalah alasan sekaligus tempat pengalihannya dari sosok bernama Arletta.

Meski sulit mengakui namun sejak dulu poros dunia Levin adalah seorang Arletta Cauren. Gadis itu yang lebih dominan menghantui benaknya.  Bahkan disaat Nadine mengkhianatinya pikirannya hanya tertuju pada Arletta. Menumpahkan semua kesalahan itu kepada Arletta karena sejak awal orang yang menghantui pikirannya memang gadis itu.

Ya tuhan, Levin memang bodoh menyadari perasaannya terlambat.

Levin membuka pintu putih itu. Cahaya putih akibat pacaran sinar matahari memasuki matanya. Arletta berdiri disana dengan jendela Kamar yang terbuka lebar, membiarkan sinar matahari pagi itu mendominasi kamar serbu putih itu. Baru saja Levin melangkahkan kakinya, langkahnya sudah terhenti.

Entah datang dari mana, tepat didepan matanya Arletta berpelukan dengan seorang pria. Pria itu lebih tinggi dari Arletta. Sehingga wajah Arletta sukses tenggelam di dada pria itu.

Levin yang menyaksikan itu merasakan rasa sakit yang luar biasa sekaligus amarah yang meluap. Dengan tidak sabaran ia mendekati pria itu dan melayangkan pukulannya.

Keributan terjadi setelahnya. Arletta yang berteriak histeris sementara dua laki-laki itu terus beradu tinju. Untung saja Ron dan Jacob segera datang dan melerai keduanya. Namun itu bukanlah hal yang mudah. Kedua orang itu sudah tersulut emosi.

Emosi Levin semakin memuncak saat melihat Arletta lebih melindungi laki-laki itu sambil menangis.

"Jangan pukul adikku. Kumohon."  Isak Arletta memeluk Arrow yang sudah dalam kondisi babak belur.

Levin termangu ditempatnya. 'adik', jadi itu adiknya Arletta. Kondisi Levin sama buruknya meski tidak separah Arrow.

Ron mendengus geram. "Astaga, ada apa denganmu." kesalnya menatap Levin.

Levin hanya tertunduk lesu. Tidak menyangka jika pria itu adalah adik Arletta. "Maaf." Gumamnya menyesal.

Ron mendengus, diliriknya Arletta yang sudah menangis terisak. Demi tuhan, sahabatnya itu baru saja sadar dari komanya dan ia baru meninggalkannya dua jam yang lalu. Tapi kejadiannya sudah diluar kendali.

Darts With The BastardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang