Akhirnya UP! 💙
-o0o-
Sayup-sayup Arletta mulai mendengar suara-suara. Ia tidak terlalu mendengarnya karena rasa pusing di kepalanya lebih dominan. Matanya mulai terbuka tapi silau adalah yang pertama di tangkap matanya. Ia mengerjapkan matanya berusaha untuk mengumpulkan semua kesadarannya. Sekarang ia bisa mendengar dengan jelas suara itu. Itu suara tangisan... Demi Tuhan siapa yang menangis?! Apakah ia sudah mati? Apa ia sudah di alam baka? Tapi kenapa ia meninggal?
Ruangan itu dominan warna putih seolah meyakinkan persepsinya dan di salah satu sisi ruangan terdapat orang tuanya yang sedang duduk dan ibunya menangis. Ibunya menangis di dalam dekapan ayahnya.
"Aku sudah... mati?" Racaunya sembari menghela nafas.
Sementara Arletta melupakan keberadaan sosok tinggi di sampingnya. Laki-laki berperawakan tinggi dengan kulit putih itu sedang menatapnya tajam. Mungkin Arletta tidak melupakannya, ia hanya melewatkannya karena sudah akan kembali memejamkan matanya.
"Kau belum mati jadi bangunlah!" Dengus lelaki itu dengan nada sinisnya.
Arletta yang terkejut dengan suara itu segera mengerjapkan matanya. Ia begitu terkejut mendapati adik semata wayangnya itu.
"Kemana saja Kau?!" Tanya Arrow menuntut. Dibelakangnya orang tua mereka berjalan tergesa mendekati kedua anaknya itu.
"Arrow jangan membentak kakakmu! Ia baru sadar!" Protes ibunya. Mata wanita itu terlihat sembab dan layu. Jelas wanita itu kelelahan mengunggui putri semata wayangnya siuman.
"Jangan terlalu memanjakannya, mom. Anak ini sudah kelewat batas!" Hardik Arrow lagi.
Kepala Arletta semakin berdenyut. Demi Tuhan ia baru saja dibentak adiknya yang masih memakai seragam abu-abu! Kemana segala rasa hormat padanya dulu. Adiknya bahkan tidak menggunakan embel-embel "kakak" padanya.
"Aku dimana?" Tanya Arletta lesu. Sekarang ia sangat yakin kalau ia masih hidup. Ahhh... Bukankan mati lebih baik.
"Di rumah sakit." Jawaban itu berasal dari ibunya yang sudah mengelus kepalanya dengan lembut. Berbeda dengan ibunya yang tetap bersikap lembut. Adiknya terlihat sangat dingin dan sinis, sementara ayahnya hanya diam saja.
Ini sebenarnya ada apa?
"Kenapa aku di rumah sakit?" Dahi Arletta berkerut bingung. Jujur saja ia lupa apa terjadi padanya terakhir kali.
"Kenapa? Kau takut ketahuan sedang hamil?! Tenang semua sudah tahu. Bahkan acara TV penuh dengan berita..."
"Arrow!" Teriakan itu kini berasal dari ayahnya.
"Siapa ayahnya, Lett! Laki-laki itu harus tanggung jawab!" Tanya Arrow semakin menggebu.
"Arrow!" Sekali lagi ayahnya berteriak. Namun karena putranya itu sepertinya lebih keras kepala dengan kesal Arlo langsung memeluk dan menggiring tubuh putranya itu ke arah pintu. Tenaganya bahkan harus ia kuras karena Arrow sedang sangat emosi. Ingatlah seorang remaja labil sangat sulit mengendalikan emosinya.
Tapi..., Arlo juga emosi! Orang tua mana yang tidak marah dan kecewa mengetahui putri semata wayangnya hamil diluar nikah. Dirinya bahkan menikahi istrinya dengan 'sangat' baik-baik. Maka kenapa tuhan menghukumnya sedemikian menyakitkannya.
Dan kenapa harus putrinya?!
"Kalau dia gak mau tanggung jawab, aku pasti akan membunuhnya!" Arrow masih meneriaki ancamannya meski sudah di ambang pintu. Semua orang juga tahu bagaimana sayangnya Arrow pada kakaknya itu. Bahkan meski pintu itu sudah tertutup dan ia sudah berada di luar bersama sang Ayah. Dirinya masih merasakan rasa sesak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Darts With The Bastard
RomansaSejak pertemuan pertama mereka Arletta sudah mengibarkan bendera permusuhan pada Levin dan sejak itu juga Levin selalu mengganggu gadis itu. Satu-satunya gadis yang tidak bisa ia baca. Bagi Levin, Arletta adalah gadis angkuh yang keras kepala. Hubun...