Australia....
Perlahan Arletta menjatuhkan kakinya di setiap anak tangga sementara tangannya setia memeluk perut buncitnya seolah bayi itu akan melompat keluar jika tidak ditahan. Setelah sampai pada anak tangga terakhir, nafasnya berhembus dengan perlahan. Ia sendiri Baru sadar jika selama menuruni tangga ia terus menahan nafas. Lelah? Sudah pasti.
"Capek?" Sapa Ron yang baru saja menata beberapa hidangan yang akan mereka makan untuk siang ini.
Arletta hanya menjawab dengan dengusan seperti biasanya. Ron harusnya merasakan sendiri dari pada bertanya seperti apa rasanya.
Ron terkekeh ringan seolah tahu apa yang ada didalam pikiran Arletta. Ia berjalan mendekati perut buncit Arletta dan mengecupnya pelan. "Selamat pagi baby mbul!" Sapanya girang.
"Anakku tidak gendut!" Protes Arletta.
Ron hanya memutar bola matanya. Arletta sejak hamil memang sangat sensitif jika menyangkut berat badan. Ron paham itu. Tapi kenyataannya berat badan wanita hamil memang akan bertambah, mau atau tidak pun faktanya tatap sama.
Ron menatap Arletta. Wanita dengan dress biru longgar itu terlihat lebih berisi dan sedikit chuby. Arletta juga memotong pendek rambutnya beberapa hari yang lalu yang katanya untuk membuang sial. Katanya ia tidak ingin anaknya mirip dengan Levin. Padahal jenis kelamin anaknya adalah perempuan.
"Ayo makan. Baby-nya pasti sudah lapar." Tetap saja. Ron akan selalu jadi yang mengalah.
Arletta mengangguk singkat dan dengan hati-hati ia mendudukan dirinya di kursi, mencari posisi ternyaman agar bisa makan dengan tenang.
"Masih diteror?" Tanya Arletta.
Ron sedikit mencebik. Sedikit geram mengingat ia harus bolak-balik angkat telepon karena menolak setiap tawaran yang meminta Arletta menjadi model mereka sejak Arletta menjadi model sebuah studio foto ternama. Belum lagi wartawan dan reporter yang meminta untuk mewawancarai Arletta dan jadilah mereka dua orang yang terisolasi dari dunia luar karena dikejar wartawan. Oh, Ron tidak bisa hidup terisolasi dari dunia luar!
"Itu semua karenamu. Kalau-kalau kau lupa." Ujar Ron dengan jengkelnya.
Arletta terkekeh. "Mereka memawarkan uang yang cukup banyak untuk biaya persalinan dan memberiku foto gratis. Bukankah sayang untuk ditolak?"
Kini semakin bertambah kejengkelan Ron. Biaya persalinan?.... Bahkan uang tabungan Arletta cukup untuk membiayai bayinya sampai ke perguruan tinggi. Gadis itu langsung menerima tawaran dadakan itu karena melihat tubuhnya terlihat indah di foto itu. Jangan bilang Ron tidak memperingatkan. Tentu saja sudah!... Hanya saja dengan rayuan dan perkataan Arletta yang berkata keinginan bayi. Ya, Ron bisa apa selain mengizinkan.
"Jangan membuatku kesal, Ar. Kau membuat hidup kita terisolasi karena foto itu." Geram Ron.
"Sudahlah Ron. Tidak baik menyesali apa yang sudah terjadi." Gumam Arletta menasihati.
"Ya.. Ya terserah kau saja."
Arletta terkekeh mendengar jawaban akhir Ron. Meski tidak ia pungkiri kalau ia merasa bersalah karena temannya yang menggemaskan itu harus ikut terkena imbas dari masalahnya. Seharusnya gadis itu menikmati masa gadisnya bukannya ikut terseret ke dalam masalahnya. Ya seharusnya begitu..... Tawa itu pun meredup terganti dengan senyumnya yang sendu.
Matanya memilirik ke luar jendela, ada banyak pikiran yang memenuhi kepalanya dan yang paling mendominasi adalah nasib anaknya nanti...., disorot oleh kamera karena menjadi anak haram....
Arletta memejamkan matanya. Ia memang sudah memutuskan untuk keluar dari dunia entertain, ia rasa ini keputusan terbaik agar anaknya tidak terlalu disorot media dan kehidupan mereka akan jauh lebih tenang. Tapi siapa yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Sungguh... Arletta hanya ingin hidup tenang bersama anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Darts With The Bastard
RomanceSejak pertemuan pertama mereka Arletta sudah mengibarkan bendera permusuhan pada Levin dan sejak itu juga Levin selalu mengganggu gadis itu. Satu-satunya gadis yang tidak bisa ia baca. Bagi Levin, Arletta adalah gadis angkuh yang keras kepala. Hubun...