Bagian 22.2 - Run....

13.1K 918 90
                                    

Happy birthday and this part special for WidjiAnugrahSari

Semoga gak galau karna mikirin nambah umur makin tua... Hehe (bercanda)

Semoga makin dewasa dan mandiri aja deh.

23.59 WIB

-oOo-

Arletta merasakan kegelapan menyelimutinya. Ia tidak dapat mendengar apa pun, tidak melihat apa pun dan hanya merasakan sakit. Apa ia sudah meninggal? Sepertinya ini yang kesekian kalinya ia merasa telah meninggalkan dunia. Seberat itukah hidupnya?

Tapi... Sakit?

Memangnya jika sudah meninggal, orang masih akan merasakan sakit?

Arletta merasakan sakit yang luar biasa di daerah punggung dan perutnya. Ada rasa panas yang menjalar di sana.

Dengan berat ia membuka matanya. Ada cahaya... Tapi menyilaukan. Aroma... Ya, ia mencium bau obat-obatan dan darah.

Hanya itu yang diingatnya sebelum kesadarannya direnggut kembali.

-oOo-

Cahaya matahari itu masuk melewati celah-celah jendela rumah sakit itu. Memberikan sinar yang langsung jatuh pada bayi mungil yang terus memandangnya.

Levin tersenyum. Bayi dengan mata bulat itu terus menatapnya dan menggenggam jari telunjuknya. Sesekali bayi mungil itu menjulurkan lidahnya dan kembali tertawa, sementara Levin membalasnya dengan senyumnya.

Bayi yang cantik. Hari ini adalah hari pertama bayinya keluar dari inkubator. Yah... Bayinya lahir lebih cepat. Sementara ibunya masih tertidur dengan tenang.

Levin menatap Arletta yang masih tertidur dengan damai di atas tempat tidur putih itu. Wanita itu terlihat lebih tenang saat tidur. Proses persalinan dilakukan lebih cepat karena Arletta mengalami pendarahan, beruntung bayinya lahir dengan selamat meski prematur dan mengharuskan bayinya berada di dalam inkubator. Tidak apa-apa... Levin masih bersyukur tuhan masih memberinya kesempatan... Sayang tuhan juga memberikan hukuman untuknya. Arletta koma setelah melakukan operasi caesar.

Pintu ruangan itu terbuka. "Kau masih disini?" gadis asia itu berdecak.

"Kau tahu udara rumah sakit tidak baik untuk bayiku." Ron berjalan masuk dengan beberapa kantung belanjaan ditangannya.

"Dia anakku." Protes Levin.

"Kata siapa? Bayi itu anakku dan Arletta. Bahkan sudah menjadi hakku untuk memberinya nama." Jawab Ron  bersikukuh.

Levin memilih untuk tidak menjawab ucapan pedas gadis asia itu. Ia sangat yakin bayi itu anaknya. Putrinya. Ia bahkan berani bertaruh jika dilakukan tes DNA, ia pasti adalah ayah biologis bayi itu. Memang sejak Arletta masuk ke rumah sakit. Ron selalu berbicara pedas padanya. Gadis itu juga tidak pernah mau mengaku siapa ayah biologis dari anak itu meski Levin yakin jika itu dirinya.

Tapi, meski begitu. Ron membiarkannya dekat dengan bayinya. Ron bahkan memberinya izin untuk merawat bayinya sampai ibunya sadar.

"Hai manis... Kau merindukan Aunty?" Ron dengan pelan memindahkan bayi itu ke dalam rengkuhannya dari tangan Levin. Oh, sebenarnya Levin tidak ingin memberikannya tapi Ron.., gadis itu pasti tetap akan bersikeras.

Dengan ekspresi lucu yang dibuat-buat, Ron terus membuat bayi itu tertawa. "Tuhan pasti tersenyum saat mengirimmu. Kau cantik sekali." Gemas Ron dan mendaratkan satu kecupan di hidung bayi itu.

"Ayolah Ron, aku belum puas menggendong bayiku." Levin mencoba merebut bayi itu kembali tapi Ron menghalanginya dengan membalik badan dan memunggungi Levin.

Darts With The BastardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang