Bagian 18 - A Cooler Man

11.7K 799 50
                                    

Part ini sebagai permintaan maaf aku yang gak bisa update cepat.... Aku habis kena musibah berturut yang membuat aku susah update.

Tapi, pasti aku usahain lagi.

Makasih untuk semua yang sabar nungguin cerita ini.

Doain semoga masalah aku cepet kelar jadi bisa rajin update. Hehe...

-o0o-

Derap langkah berirama itu terdengar ke segala penjuru ruangan. Levin berjalan mantap mengabaikan tatapan kagum dari sebagian karyawannya. Dan yah... Semua tidak luput dari penglihatannya. Segerombolan karyawatinya yang berada di sudut ruangan sedang cekikikan sambil memandanginya, disisi lain ada beberapa karyawan laki-laki yang mulai menata rambutnya, siap untuk menyapanya. Beberapa OB yang langsung menunduk ketakutan..., Well ia pernah tidak sengaja membentak salah satu dari mereka, tapi ia cukup baik hati dengan tidak memecatnya, bukan?

Levin berhenti sejenak, menatap pantulan dirinya di depan sebuah dinding kaca hitam.

Seperti biasa, kali inipun ia terlihat sempurna.

Baru saja ia melanjutkan jalannya, ia sudah mendengar suara hak dari sepatu yang sangat ia hapal.

"Selamat pagi pak." Sapaan pertama itu ia dapatkan dari seorang gadis Asia berkulit eksotis. Dengan langkah sedikit memburu ia mengimbangi jalannya Levin. Meski sering diabaikan gadis itu tetap kekuh berada disampingnya. Lihatlah bahkan sekarang Levin tidak menanggapi sapaannya, mengangguk pun tidak.

"Hari ini akan ada acara rapat untuk membahas brand terbaru kita pukul 9..."

"Aku sudah mengatur ulang jadwalnya. Rapat diadakan pukul 08:20."

"Setelah itu akan ada pertemuan dengan Ms. Jasmine, beliau adalah perancang terpilih dari hasil rapat kemarin."

"Tidak perlu aku sudah membatalkannya. Aku sudah memilih perancang yang lain. Mr. Bri, atur saja pertemuanku dengannya besok."

Gadis itu menghela nafasnya. Lagi.... Jika kalian pikir ini adalah yang pertama, kalian salah. Jika kalian yang menjadi sekretaris seorang CEO bernama Levin, maka hal ini tidaklah langka. Mungkin kalian akan segera terbiasa. Sama halnya dengan gadis ini.

Gadis itu terlihat kelelahan. Tangannya dengan lihai mencoret-coret notebook ditangannya. Gadis berkaca mata itu memang lebih menyukai notebook dan pena dari pada pemanfaatan teknologi. Sejujurnya ia merasa tidak terlalu membutuhkan teknologi jika hal itu menyangkut pekerjaannya.

Meski ia bekerja sekeras apa pun. Ia tahu Levin akan lebih memilih mengatur jadwalnya sendiri. Laki-laki itu cenderung bekerja sendiri dan bukan satu kali ia berpikir sebenarnya bosnya itu tidak membutuhkan sekretaris.

Bosnya terlalu sempurna hingga rasanya disini ia yang menjadi bebannya.

Levin melirik gadis itu sekilas. Wajah gadis itu cenderung pucat kalau saja ia tidak memoleskan lipstik di bibir tipisnya. Levin juga tahu dibalik kacamata itu, gadis itu tidak mengenakan apa pun, yang ada malah lingkaran hitam dibawah matanya. Tentu saja ia tahu apa penyebabnya.

Gadis yang pantang menyerah.

Itulah yang ada di benak Levin selama ini.

Levin tidak bermaksud untuk meremehkan wanita itu. Hanya saja gadis yang bahkan tidak ia ketahui namanya itu terlalu mirip dengan Nadine. Sekretaris yang sengaja dipilihkan Jacob tanpa seizinnya. Seharusnya bisa saja ia memecat gadis itu kalau saja pekerjaan sekretarisnya itu tidak ada baik-baiknya. Tapi, gadis ini hampir mengerjakan semua tugasnya dengan sempurna dan ia tidak tega memecatnya, tidak tega mencoreng nama baik wanita itu. Levin tahu jika sekretarisnya itu ia pecat sembarangan maka akan sulit bagi wanita itu untuk mendapatkan pekerjaan baru.

Darts With The BastardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang