Bagian 10 - Fall

11.1K 851 14
                                    

Maaf ya baru update. Wattpad saya error' dan saya baru habis berduka. Maafkan juga typo yang bertebaran.🙇

-o0o-

"Ya berita itu palsu. Kami masih menjalin kasih dan tetap akan melangsungkan pernikahan kami Minggu depan." Suara itu berasal dari televisi yang tanpa sengaja didengar ke telinganya.

Shit!

Levin mengumpat kesal di dalam kepalanya. Hatinya sangat panas seolah ada api di dalam tubuhnya. Gadis itu... Wanita Medusa itu benar-benar licik! Gadis itu licik. Dasar rubah. Setelah hancur sekarang ia memperalat mantan brengseknya itu. Tapi, bukan kah mereka serasi. Sama-sama berupa barang bekas. Tapi masalahnya... Ia tidak rela saat tahu ia adalah yang pertama untuk gadis medusa itu! Ya, gadis itu adalah bekasnya.

"MATIKAN TV ITU!" Levin berteriak keras hingga membuat suaranya berdengung.

Wanita tua yang tengah menonton TV itu dengan refleks langsung mematikan TV itu. Tidak pernah tuannya itu memarahinya apalagi sampai berteriak meski tuannya itu jarang berada dirumah. "Maaf." Cicit wanita peruh baya dengan sedikit menunduk.

"Kenapa kau berteriak, nak." Seorang wanita dengan perawakan lembut berjalan perlahan mendekati anaknya itu. Aila menghela nafas dan mengelus dadanya tanda bahwa ia juga terkejut mendengar teriakkan anaknya itu.

"Mama tidak suka saat kau berteriak seperti itu pada bik Martini. Jangan pernah lupa, nak. Ibumu ini pernah diposisi itu." Dengus Aila mengingatkan putra semata wayangnya itu.

Dulu kehidupan mereka tidak semegah ini. Mereka hidup sederhana dengan uang pas-pasan hasil jerih payahnya sebagai seorang buruh cuci dari rumah ke rumah tetangga mereka dulu.

Tangannya dengan tanpa dosa kembali menghidupkan TV itu. Ia penasaran dengan alasan kemarahan anaknya itu.

"Ya berita itu palsu. Kami masih menjalin kasih dan tetap akan melangsungkan pernikahan kami Minggu depan."

Levin berdecih tidak suka. Kenapa juga infotainment itu masih menayangkan gosip yang sama.

"Bukankah, itu Arletta. Teman sekolahmu dulu?" Tanya Aila tanpa mengalihkan fokusnya. Kemudian ikut duduk di samping bikin Martini. "Cantik ya." Komentar ibunya lagi.

"Iya nyonya. Cantik banget padahal bukan artis ya. Nyonya." Ujar bik Martini dengan antusias.

"Iya bik. Itu temannya Levin loh, bik. Dulu waktu masih SMA sering main kerumah saya. Anak orang kaya tapi ramah banget. Padahal dulu rumah kami itu jelek bik. Atep aja banyak yang bocor. Pernah tuh bik. Arletta bantuin saya nadahin air hujan yang masuk ke rumah karena bocor." Tawa Aila mengingat masa lalunya dulu. Ia merindukan anaknya yang polos. Dulu Levin itu cerewet apalagi kalau sudah berdebat tentang Arletta dengannya. Levin tidak pernah setuju kalau ia menyebut Arletta gadis yang baik. Tapi, sekarang anak lajangnya itu sudah berubah seperti gunung es yang dinginnya sampai membuat orang merinding.

"Wah, udah cantik, ramah, baik lagi. Istri idaman itu namanya, nyonya." Ujar bik Martini menanggapi.

"Gak sebaik itu, bik. Itu cuma topeng." Akhirnya Levin mengeluarkan suaranya. Membuat dua wanita yang tengah duduk di sofa itu berbalik dengan raut wajah kebingungan. Merasa heran karena Levin tidak pernah mau berlama-lama dirumah apalagi hanya untuk mendengarkan mereka berkomentar tentang acara gosip.

"Kamu belum ke kantor?" Tanya Aila.

"Ini mau berangkat." Dengus Levin, bersikap cuek untuk menutupi gengsinya. Ia membenahi dasi kerjanya dan segera berjalan keluar rumahnya.

Dulu ia memang mengajak Nadine ke rumahnya agar lebih akrab dengan ibunya, tapi siapa sangka Nadine memaksa mengajak Arletta dan lebih menjengkelkan lagi ibunya malah lebih akrab dengan Arletta dari pada pacarnya sendiri. Oh, ralat. Mantan pacar maksudnya.

Darts With The BastardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang