'Kamu, harus tinggal bersamaku~
Makhluk busuk.'
Mendengar itu kakiku langsung bergerak mundur, merasakan ancaman yang terlihat jelas.
Aku tertegun.
Kakiku terasa kaku--tidak bisa digerakkan.
Gadis itu mengeluarkan aura hitam yang terlihat nyata di sekeliling tubuhnya.
Ketika tangannya menyentuh daguku. Kulitnya terasa selembut kapas dan sangat dingin. Dia semakin kuat mencengkram daguku saat dia mengetahui aku sedang mencoba mengeluarkan kekuatanku.
Namun, harapanku memudar, kekuatanku seperti ... dihisab oleh sesuatu.
Terlalu fokus pada keanehan yang terjadi dengan kekuatanku aku sampai tidak menyadari kakiku perlahan diselimuti oleh kabut asap tebal bewarna putih. Awalnya aku tidak tahu apa bencana yang bisa di akibatkan oleh kabut aneh itu. Tapi beberapa detik kemudian aku sadar bahwa kabut asap itu bisa membekukan apapun yang dilewatinya. Kini, kakiku sudah membeku hingga betis dan terus merambat naik.
Jantungku berdetak kencang, aku berusaha menggerakkan seluruh bagian tubuhku. Tetapi, bahkan jariku saja tidak bisa kukuasai.
Aku terus berusaha sampai aku menyadari asap itu hampir melingkupi seluruh bagian tubuhku. Aku menutup mata saat kabut asap itu menyentuh bibir ku dan akan terus naik hingga menutupi seluruh wajahku.
Aku menarik napas dalam dan bersiap-siap dengan apa yang akan terjadi setelah tiap-tiap bagian tubuhku beku.
Namun, aku tidak merasakan apapun. Aku membuka mataku dan melihat secercah cahaya yang sangat menyilaukan. Cahaya itu mampu melumpuhkan dan menghilangkan efek kabut ini. Gadis-lugu-menyeramkan itu pun tidak bergerak sama sekali. Kejadian ini mirip dengan berhentinya waktu. Tapi, waktu tidak berhenti. Waktu masih terus berjalan dan berteriak padaku mengalirkan harapan agar jangan menyerah. Aku ... tidak semudah itu dikalahkan.
Setelah semua badan ku sudah bisa kukendalikan, aku segera berlari menjauh meninggalkan tempat ini.
Jantungku berdetak tidak karuan. Napasku sesak dan keringat dingin mengalir mulus di pelipisku.
Aku berhenti sesaat dan menyeka keringatku. Di sekelilingku penuh dengan lorong-lorong yang akan menghubungkanku ke tempat berbahaya.
Kabut putih yang sedari tadi melingkupi tempat ini juga tidak membantuku sama sekali.
Aku tidak sempat berpikir. Aku harus cepat.
Aku menggeram. "Sial-sial-sial."
Lorong mana yang harus aku lalui?
Sekarang ada sepuluh lorong dan aku harus memilih salah satu dari semua lorong yang ada.
Dengan perasaan ragu yang kuat aku berjalan ke salah satu lorong di depanku. Tapi, begitu aku hanya berjarak beberapa meter saja dari mulut lorong, aku mendengar suara desauan anging yang seakan sedang menakut-nakutiku.
Dengan cepat aku memutar arah dan memasuki lorong lain yang sialnya tidak ada bedanya dengan lorong yang kupilih beberapa detik lalu.
Aku berlari dengan kencang dan saat terdapat lorong-lorong aneh seperti tadi aku hanya masuk saja tanpa memikirkan apa pun.
Tapi, semakin lama aku seperti berlari menjauh dari jalan keluar.
Aku menghela napas panjang karena kelelahan berlari.
Aku mencoba berlari lagi tapi kaki ku sudah tidak sanggup. Aku duduk terkulai menyandar pada dinding lerung yang dingin dan berkabut seraya menatap sendu. Lagi-lagi pertanyaan yang sama terlintas di pikiranku. 'Apa yang sebenarnya sedang terjadi?'
Dan lagi-lagi aku tidak tahu kenyataannya. Aku selalu bodoh dalam menjawab sesuatu.
Cukup lama aku melamun sampai tubuhku gemetar kedinginan. Aku menggigit bibir ku yang pucat dengan kuat agar aku tetap fokus.
Setidaknya, sekarang kaki ku dapat kugunakan untuk berlari lagi.
Dinding lorong di belakang, ku tekan agar aku dapat berdiri lebih mudah.
Entah darimana datangnya seekor kupu-kupu putih melintas di depan mataku. Tidak ada yang aneh dengan itu. Tidak.
Justru yang aneh adalah aku yang begitu ...
Bodoh.
Aku tidak menyadari kalau itu bukan seekor kupu-kupu manis. Itu segerombolan kupu-kupu sihir.
Mereka datang menyerbuku dan menaburkan sesuatu di tubuhku. Sekarang kawanan kupu-kupu itu terlihat seperti kawanan serigala yang menakutkan. Indah namun menenggelamkan.
Aku berbalik dan berlari untuk menghindari kupu-kupu itu.
"Ke-te-mu."
Aku kehilangan kendali atas diriku sendiri. Dia berhasil menyudutkanku, lagi.
Kehadirannya yang mendadak membuat jantungku berhenti sesaat. Keterkejutan tidak bisa kusembunyikan dari raut wajahku. Namun, bukan itu yang membuat telinga ku sampai meneteskan darah. Bahkan tubuhku mengalami tremor berat.
Aku memekik kesakitan. Terus, terus, dan terus berteriak. Perasaan itu dan rasa sakitnya belum hilang.
Tulangku terasa remuk.
Air mata membasahi wajahku.
Ini ... benar-benar menyakitkan.
Dia tertawa halus layaknya seorang Dewi. Tidak gadis ini bukan Dewi. Melainkan, Iblis.
Sial.
Sakit-sakit-sakit.
Darah mengalir bebas dari sebelah mata kanan ku.
'Kumohon, hentikan semua ini!'
Suaranya!
Siapapun, tolong jangan biarkan dia mengeluarkan suaranya.
"Menjijikkan." Gadis itu menutupi mulutnya dengan tangan kirinya yang dipenuhi perhiasan dan berkilau.
Dia menatapku dengan pandangan hina. Berbanding terbalik dengan kondisiku saat ini.
Kali ini aku merasakan bahwa tulang rusukku patah dan tubuhku dipenuhi memar yang mengerikan.
Teriakanku bahkan sudah tidak terdengar oleh ku sendiri. Saat mataku menutup. Sentuhan dingin yang menyengat terasa di kulit lenganku. Ketika aku terjatuh seseorang menangkapku.
Dia berkata, "Mika, maaf...."
Pelukannya tidak hangat tetapi sangat nyaman.
Kurasa~
Aku bisa beristirahat sebentar.
:
:
:
:
:
:Sampai jumpa di gema berikutnya.
Salam Iblis;
Hikari😇
KAMU SEDANG MEMBACA
Ocean Echo
Fantasy{Fantasy & (Minor) Romance} Namaku Mika. Kelas sepuluh. 15 tahun. Aku benci hujan. Hujan menyayangiku. Mereka berbisik ingin memelukku. Mungkin aku 'penyihir'. Tapi, aku tidak berbohong. Karena aku~ Bisa melihat peri. Cover by:foraneki