Echo XVII

1K 175 0
                                    

Ya! Aku yakin aku sudah menyerah. Tapi entah mengapa aku mengatakannya, "Aku ... sendiri. Tolong aku~

Kakak."

Lima detik kemudian sesuatu yang hangat menyentuh kulitku.

Perlahan semua yang ada di sekitarku berubah menjadi hitam, gelap.

Ketika aku memejamkan mata, aku menyadari aku tidak merasakan sakit di leherku bahkan seluruh tubuhku terasa nyaman.

Terlena akan kehangatan ini aku mulai melupakan Hal, melupakan Titania, melupakan masalahku, melupakan ... segalanya.

Dan aku pun kehilangan kesadaran.

~~Ocean_Echo~~

"Mika, jangan mencoba sekeras itu untuk mengingatku."

Sebuah suara menyentakku.

"Mika...."

Kalimat hangat itu terdengar diiringi dengan bayangan anak laki-laki yang selalu muncul akhir-akhir ini.

Laki-laki itu tiba-tiba saja muncul dan mencium keningku. Dia memelukku erat dan penuh sayang.

"Aku akan menjaga dan menemanimu sampai akhir." Dia tersenyum dan mensejajarkan tinggi kami. "Aku berjanji."

Dan tanpa kusadari aku memeluknya lebih erat seolah tidak ingin melepasnya.

Apakah itu semua ingatanku?

Tapi aku tidak ingat pernah bertemu dengan anak laki-laki itu. Masa kecilku cukup indah dan normal tentunya.

Itu ... seingatku.

Tapi kenapa pelukan itu sangat kurindukan?

Siapa dia?

Tidak.

Yang benar adalah aku ... siapa?

"Ternyata hanya sebesar itu nilai jiwamu, lemah sekali!" Aku terkejut ketika seseorang berdiri di depanku. "Aku tidak tertarik!" serunya lagi.

Merah, gadis itu  memiliki mata merah pekat dengan tatapan tajam.

Dia melayang dengan mengangkat wajahnya angkuh.

Tidak dipungkiri gadis itu memiliki wajah cantik dengan pipi tirus dan hidunh mungil dengan proporsi yang pas.

Waktu menghanyutkanku ketika mengagumi wajah dingin itu, sampai sebuah kelopak melati berwarna merah jatuh tepat di hadapanku dan membuatku menengadah.

Tepat di atas ku terdapat setangkai melati besar yang mengambang dan setiap detik menjatuhkan kelopaknya per helai. Yang menjadikannya aneh adalah warna melati itu yang seperti darah, merah.

"Kau sudah berakhir. Bunga itu adalah sihir milikku dan ketika semua kelopaknya telah layu," gadis itu tersenyum mengerikan. "Jiwamu akan diserap olehnya dan tumbuh menjadi bunga yang baru."

"H-hei, ada apa denganmu?" Tanganku berkeringat. Aku merasakan firasat buruk darinya.

Dadaku sesak karena takut.

Aku tidak ingin berada disini lagi.

Lari.

Ya aku harus lari.

Tapi, kemana?

Ruangan ini hampa.

Entah sejak kapan tubuhku mulai melemas. Jiwaku mulai ditarik keluar.

Aku melihat ke atas.

Sepuluh kelopak lagi yang tersisa.

Apa benar aku akan berakhir menyedihkan seperti?

Menyerah dengan keadaan dan ... pasrah.

Aah tinggal lima kelopak lagi.

Aku sudah tidak bisa merasakan anggota tubuhku.

Di detik-detik terakhir gadis itu mengatakan sesuatu. "Ketakutanmu pada kesendirian membuatmu lemah. Padahal kau sendiri belum tahu apa makna kesepian dan tertinggal dalam gelap."

Setelah mengucapkan itu di berbalik dan terbang meninggalkanku.

Sekilas aku melihat tatapan kecewa yang sangat dalam. Mata merahnya menyayu untuk sedetik.

Dia telah sendirian selama ini.

Dia telah menungguku, menunggu seseorang untuk menyelamatkannya dari kehampaan.

Saat ada seseorang yang butuh diselamatkan oleh ku, aku malah sibuk dan mengabaikannya karena takut tidak beralasanku.

Belum.

Aku belum menyerah!

Aku tidak akan menyerah!

"T-tunggu.." Sial! Sulit sekali menggerakkan mulutku saja.

Tapi, dengan satu kata itu cukup membuatnya berhenti.

"Selama ini aku mengira aku sendiri dan tidak punya siapa-siapa. Aku pikir penderitaanku adalah yang terburuk. Tidak, bahkan aku tidak pernah menderita. Maksudku kita tidak pernah sendirian. Disini pun aku ditemani olehmu. Jadi ..." Aku susah payah menggeser bibirku untuk tersenyum. "Kemarilah. Aku tidak akan membiarkanmu sendirian."

Gawat. Nafasku mulai tidak stabil dan tubuhku terkulai lemas.

Diatas sana kelopak yang tersisa hanya satu.

Mungkin memang benar aku akan mati disini.

Namun setidaknya aku tidak takut lagi.

Aku tidak akan ditinggalkan sendiri di ruangan ini.

Angin mulai menggoyangkan kelopak rapuh itu. Dan perlahan menghempaskannya.

Kelopak itu jatuh tepat di atas telapak tanganku.

Syukurlah saat kematianku ada seseorang yang menemaniku.

Aku tidak tahu kapan dia berada di sampingku.

Walaupun aku mati, jiwaku akan menemani gadis ini dalam wujud bunga.

Detak jantungku berhenti.

Dan hal terakhir yang kuingat adalah mata merah gadis itu yang meneteskan~

air mata.

:
:
:
:
:
:

Sampai jumpa di gema berikutnya.

Salam Penyihir;
Cha😚

Ocean EchoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang