Hari ini benar-benar hari yang melelahkan. Aku mengedipkan mataku dan menyentuh area sekitarnya yang terlihat membengkak. Sepertinya, belakangan ini yang aku lakukan hanya menangis, menangis, dan menangis. Setelah Hal membantuku meraih cahaya pun dadaku masih terasa janggal. Banyak hal yang harus kuselesaikan. Mulai dari mencari Titania, Alba, Zephyr, dan Karen.
"Kau melupakan satu lagi." Hal yang sejak tadi diam, mulai membuka suara dengan senyuman hangat yang sangat kurindukan.
Aku terdiam sesaat lalu bertanya, "Ah, ya?"
"Kau tidak mungkin melupakan Griffin, 'kan?" Hal bertanya seraya menatapku usil.
"Ah, ya...," jawabku disusul tawa yang canggung. Apa dia membaca pikiranku lagi?! Hah! Aku sangat membenci kemampuannya itu.
"Apa kau ingin aku berhenti melihat pikiranmu, Mika?" Hal masih menatap dengan kedua ujung bibir yang tertarik sempurna.
Sama seperti tadi aku tidak lekas menjawabnya dan hanya tersenyum menatapnya dengan berujar, "Tidak," menggunakan suara yang sedikit bergetar kemudian membuang muka.
Hal mulai menyadari ada yang aneh denganku, dia terus memandangiku. Pandangannya sungguh menusuk, bahkan udara terasa dua kali lipat lebih dingin daripada biasanya, tanah di balik baju Hal yang menjadi alas dudukku seperti akan menelanku hidup-hidup, pohon yang kusandari seolah menghakimiku. Tapi, aku tidak akan kalah dengan itu semua.
Ini aneh, Hal sangat aneh. Mengapa dia tidak memarahiku karena telah memanggil rukh sesuka hati?
"Hentikan tatapanmu itu, Hal." keluhku.
Dia menghiraukan perkataanku dan tetap melihatku. Tatapannya masih sama seperti tadi, yang berbeda hanyalah ... senyumannya menghilang. Aku merasa dia akan marah kali ini. Namun kenyataannya ... tidak. Dia hanya menghela napas berat dan mendecakkan lidahnya.
"Lihat aku!" perintahnya.
Aku melihat daun yang jatuh tidak jauh di depanku.
"Mika, aku ingin bicara." tuturnya lebih lembut dan beranjak ke depanku mengambil alih tempat daun itu.
Aku mengubah posisi ke samping dan melihat serangga kecil yang sedang berjalan di atas batu. Jelas-jelas aku sedang tak ingin dimarahi olehnya. Apa otaknya sedangkal itu tidak bisa menangkap gerak-gerikku?!
"Mika." katanya secepat dia merengkuhku.
Dengan kuat kudorong bahunya, Hal terjengkang ke belakang. Tidak habis disitu, setelah dia mendesah kesal, Hal memelukku lagi. Aku mencoba menjauhkannya, namun dia semakin memelukku dengan kuat. Hal itu terjadi berulang kali setiap aku menghindarinya dia akan semakin kuat menggapaiku, sampai akhirnya aku menyerah. Kubiarkan saja dia membawaku ke dalam pelukannya, mengelus belakang kepalaku lembut.
Kupikir Hal akan marah setelah ini. Tapi, dia hanya membisu sekian lama. Aku tidak dapat melihat wajahnya, jadi kuputuskan untuk menutup mataku sejenak. Lewat beberapa menit Hal melonggarkan pelukannya dan mendekatkan wajahnya ke telingaku, dia berbisik, "Aku tahu dimana mereka berada."
"Kau tahu Hal? Kalau kau ingin membalasku dengan mengatakan omong kosong seperti ini aku akan menghajarmu." desisku menatap tajam iris matanya.
Hal berdiri dan membersihkan jubahnya kotor. "Kalau begitu, kau pasti akan mendengar apa yang ingin kukatakan." Dia mengulurkan tangannya padaku.
Aku ragu apa aku bisa berdiri tetapi dengan cepat aku menyambar tangannya. "Kau sudah tahu jawabannya."
~~Ocean_Echo~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Ocean Echo
Fantasy{Fantasy & (Minor) Romance} Namaku Mika. Kelas sepuluh. 15 tahun. Aku benci hujan. Hujan menyayangiku. Mereka berbisik ingin memelukku. Mungkin aku 'penyihir'. Tapi, aku tidak berbohong. Karena aku~ Bisa melihat peri. Cover by:foraneki