Echo XXVIII

823 116 3
                                    

Dan saat itu aku sadar~

Aku ... telah jatuh cinta pada Hal.

Setelah beberapa hari bersamanya, aku akhirnya menyadari perasaanku. Alasan hatiku terasa hangat saat melihatnya sekaligus berdebar ketika di dekatnya. Dia, senyumannya sangat membekas di ingatanku. Senyumannya bersinar layaknya mentari pagi. Semua yang dilakukannya selalu membuat mataku terarah padanya; entah itu baik atau buruk, aku tidak tahu lagi. Di saat genting seperti ini Hal selalu menjadi penyelamatku.

"Gunakan darah Mika." Hal berbicara mantap.

Mereka menatap tajam satu sama lain. Tidak ada yang berbicara. Tapi tatapan mereka telah membuktikan adanya tekad yang kuat. Hal maupun Zefa ada sesuatu yang mereka sembunyikan. Aku tidak tahu apa itu. Namun perasaanku pada Hal jelas telah menurunkan kewaspadaanku padanya.

"Hm~ baiklah." ucap Zefa memecah keheningan.

Aku tidak tahu kenapa darahku bisa dikaitkan dekat dengan Si Tanpa Nama. Tapi aku tidak begitu peduli. Hal yang mengatakannya, jadi dia pasti tahu sesuatu. Aku akan bertanya padanya saja nanti saat keadaan berada di dalam kendali kami.

"Mika, kenapa kau tersenyum?" Hal bertanya membuyarkan lamunanku.

Aku tanpa sadar tersenyum karena memikirkan wajah tampan Hal. Kemudian aku teringat, Hal bisa membaca pikiranku. Aku tertegun sesaat lalu membiarkannya. Biarkan saja dia tahu aku sedang memikirkannya. Aku pun menggeleng menjawab pertanyaannya.

Hal menatapku aneh dengan pandangan kosong. Bibirnya berkedut sebelum mengatakan, "Sebentar lagi semua akan berakhir. Tujuan akhir kita tinggal selangkah."

"Ya!" anggukku semangat, tanpa tahu kalimat yang diucapkan Hal memiliki makna yang berbeda di antara kami.

~~Ocean_Echo~~

"Fyuh," Zefa menyeka keringatnya. Dia baru saja selesai menggambar simbol-simbol yang aneh, rumit, dan sedikit ... indah. Simbol yang diukirnya di lantai dengan memakai batu kapur mirip seperti simbol yang dibuat Zefa saat menyembuhkan lukaku beberapa waktu lalu. Hanya saja, simbol kali ini jauh lebih besar dan memiliki aura yang lebih kelam.

Aku meneliti simbol alkemis itu. Ada berbagai lambang aneh yang membentuk sebuah lingkaran. Di dalam lingkaran itu ada lingkaran lain yang membungkus lambang-lambang aneh lainnya. Lalu mataku tertuju pada sebuah simbol persegi yang di tengahnya terdapat lambang tanah, air, dan angin. Lambang-lambang itu diselimuti oleh angka-angka yang acak.

"Mika."

Aku terkejut dan menoleh ke asal suara. Hal menatapku cemas. Aku tersenyum simpul padanya seraya berjalan ke arahnya.

"Semuanya sudah siap. Yang kita butuhkan sekarang hanya darahmu," kata Hal seolah menenangkanku.

"Dasar gadis bodoh!" Zefa menarik sebelah tanganku dan tanpa aba-aba menyayat telapak tanganku dengan pisau tajam yang muncul dari balik kukunya. Sayatan yang dihasilkan dari pisau kecil itu sangat tipis, hampir tak terlihat jika darahku tidak menyembul dari luka sayat di telapak tanganku.

Aku mengaduh pelan dengan sifat kasarnya. Luka yang dibuatnya tidak seperih yang kukira. Aku menatap tajam pada Zefa yang hanya dibalasnya dengan kedikan bahu disertai senyum menjengkelkan.

Aku dan Hal dibawa Zefa ke pusat simbol-simbol aneh itu. Kubalikkan telapak tanganku menghadap ke bawah agar darahku bisa mengalir dengan sempurna. Perlahan setetes demi tetes darahku jatuh ke bawah. Badanku menegang merasakan hawa mencekam yang tiba-tiba hadir.

Ocean EchoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang