Aku berjalan malas membawa tubuhku pada kursi panjang di samping meja bartender.
Aku memesan secangkir capucino hangat dan dia kopi hitam dengan sedikit gula.
Sunyi. Tidak ada yang bersuara di antara kami. Seakan masing masing enggan memulai pembicaraan.
10 menit pertama masih diam. Kemudian pada menit ke 20 dia membuka suara
"Bagaimana harimu?" tanyanya sambil menyesap cangkir kopinya
"Baik sekali, aku dapat banyak coklat dari teman kantor. Dan kau, kenapa tidak memberiku coklat?" aku membalikkan pertanyaan dengan mata di sipit sipitkan
"Jadi kau mau coklat? Kenapa tidak bilang? Haha" jawabnya santai sambil menyilang tangannya dia atas meja dan memandangku
"Dasar nyebelin, gak peka. Masa harus di mintain dulu. Ck" ku kerucutkan bibirku pura pura ngambek agar ia tertawa
"Hahaha, dasar tukang ngambek, ya udah nanti kita beli di alfamart dekat sini" hiburnya
"Tapi Del, maaf ya" katanya melanjutkan
"Untuk?" tanyaku bingung
"Ku putuskan untuk berhenti" katanya tanpa melihat wajahku
"Apa?" tanyaku menatapnya lekat. Padahal aku sudah tau akan begini. Tapi tetap saja ku paksa ikut dengannya
"Perasaanku padamu sudah tidak ada. Yang lalu ternyata hanya ambisi semata, bukan benar benar rasa suka yang nyata. Sepertinya aku hanya akan bersenang senang dulu sekarang, aku tidak ingin terikat" katanya sambil memainkan kunci mobilnya
"Ck" aku meneguk minumanku. "Harusnya aku gak pesen ini, jadi gak makin pahit" lanjutku sembari menaruh cangkir kosong di meja.
"Kenapa bisa gitu?" tanyaku meminta penjelasanKu masukkan kembali ke dalam tas, kotak kecil dengan bungkus hijau yang hendak ku berikan padanya sebagai kado ulang tahunnya. Memang isinya tidak seberapa, tapi setidaknya aku berikan sebagai bentuk apresiasi. Lantas, ku urungkan niatku.
"Maaf. Aku benar benar tidak memikirkanmu sama sekali. Kamu gak sedikitpun terlintas di benakku akhir akhir ini sampai akhirnya aku sadar kalo perasaanku yang lalu itu gak bener. Aku salah sangka mengatakan ini rasa suka" raut wajahnya seakan mengatakan kalau dia tidak nyaman, sangat tidak nyaman
"Begitukah? Memangnya perasaan itu punya jangka waktu? Yang lalu itu bukan perasaanmu?" mataku merah. Terkejut dengan pernyataannya. Alasan tidak masuk akal. Dasar sakit jiwa.
"Bukan karena pihak ketiga, bukan karena siapapun. Memang itu yang aku rasakan. Mengertilah. Aku benar benar minta maaf. Kau tidak apa apa kan?" semakin dia berceloteh semakin aku geram
"Brengsek! Beraninya bermain dengan perasaan!" aku marah. Marah sekali. Bagaimana bisa dia begitu jahat.
"Ya, aku brengsek. Maaf, Del" dia menyerah
"Bajingan gila! Aku benci sekali" ku letakkan kado itu di atas meja lalu berdiri beranjak dari tempat itu
"Antar aku pulang dan jangan bicara lagi" pintaku
Aku menangis sejadinya, mematikan ponsel, lalu membenamkan wajahku di bantal.
--------------------------------------------------Silau matahari pagi membangunkanku.
"Ternyata hanya mimpi" batinkuKu rasakan cairan hangat membanjiri pipiku. Sial! Aku bahkan benar benar menangis? --"
KAMU SEDANG MEMBACA
Full of word
Short StoryKetika aku mendeskripsikanmu dengan kata kata halaman ini hanya akan penuh dengan 'kata kata' tak ada cerita, tak mirip novel, hanya ungkapan hati dengan kata