Yakin

225 24 0
                                    

Happy Reading

Raisa's pov

6.50 pm

Gue sakit, yah. Tapi gue udah di periksain sama bang Dio dan sekarang lumayan enak sih. Nggak lama, HP gue membunyikan notifikasi, seketika gue langsung buka dan ngecek.

Silpiah💛

Oy udah sehat?

Sepertinya

Si Tiara ngajak ke happsun, malam ini

Lo kalo ngajak tau waktu kek

Gue serius, mau ikut kagak? Elva sama gue ngikut lo

Jam?

Ntar jam jam set 8? Gimana?

Bentar gue izin dulu

Kalo nggak boleh, nggak usah maksa. Gue tau abang lo posesif banget

Gue menutup chat dari Silvia, dan membuka lembar chat baru.

Raka pratama

Raka

Iya, gue tau lo rindu

Gue mau ke happsun ntar jam setengah 8 ya

Nggak

Hah?

Nggak boleh, lo ketauan pergi bakal gue jemput terus gue seret pulang

Iya, enggak.

Pinter, sapa si yang ngajak?

Sebentar...

1 menit..

2 menit..

Kenapa gue nge chat Raka ya? Gue? Ngechat Raka? Kenapa? Kenapa gue nggak minta ijin ke bang Dio? Meskipun gue tau orang rumah cuma bang Dio, nggak ada mama dan papa tapi kenapa harus Raka yang gue chat? Gue bener bener udah gila.

Silpiah💛

Gue nggak dibolehin

Oke, gpp. Gue juga nggak jadi pergi deh nggak ada lo sepi😭

Sebenarnya gue udah sembuh sih. Bang Dio udah bawa gue ke dokter tadi tepat pas gue baru pulang sekolah. Rasa mual dan pusing juga udah nggak kerasa, tapi memikirkan chat Raka yang nggak bolehin gue buat pergi, keliatan banget kalo dia nggak mau bikin gue kembali jatuh sakit. Gue nurut aja.

☁☁☁

Author's pov

"Sa.... Sa!! Bangun"

Suara ketukan pintu dan teriakan dari bang Dio membangunkan Raisa. Masih dengan piyama dan rambut yang berantakan, Raisa membuka pintu kamarnya.

"Apaan bang?"

"Ada Raka dibawah, cepet mandi terus siap-siap. Berangkat sekolah bareng Raka aja ya, pas banget dia datang kesini, gue lagi nggak bisa antar lo, di kampus ada acara"

"Papa?" Jawabnya dengan mata masih tertutup.

"Papa ke Jogja, tadi malam berangkat sama mama juga. Mau pamit sama lo, tapi gue bilang ntar gue aja yang ngomong"

"Terus??"

"Gue udah nggak sempet mau cerita lagi, cepetan mandi, kesian Raka nungguin lama"

Dio berbalik arah dan segera berlari menuruni tangga. Tanpa mendengar jawaban Raisa, apa dia setuju atau tidak?

'What? Kenapa semenjak Raka pindah sekolah disini. Gue jadi sering berurusan terus sama dia?'

Dua puluh menit kemudian Raisa sudah selesai bersiap-siap. Ia pun segera keluar dari kamarnya.

"Sa? Belom selesai? Udah jam 7"
Suara Raka yang Raisa hapal terdengar jelas ditelinganya. Kini, tinggal mereka berdua saja dirumah Raisa, tak ada waktu untuk memikirkan sesuatu, Raisa segera turun kebawah dengan berlari menuruni tangga.

"Nggak usah pake lari-lari"

"Biar cepet"
Raisa sudah tepat dihadapan Raka sekarang. Selanjutnya, mereka pergi kesekolah menaiki mobil yang dibawa oleh Raka.

"Lo tumben jemput gue" Raisa melihat keadaan jalanan yang kini sudah mulai ramai dengan kendaraan yang lalu lalang.

"Gue cemburu aja, lo dianter bang Dio terus"

"Hmm, dia kan abang gue"
Raisa mencubit lengan Raka.

"Kalo terlalu deket juga orang ntar ngira lo pacaran sama dia"
Raka masih fokus di jalanan, ia terus mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang.

"Heran, sama abang sendiri bisa dicemburuin gitu" Raisa memutar bola matanya malas.

Raka melepas satu tangannya. Tangan kirinya ia arahkan ke rambut Raisa. Seperti sebelumnya, Raka mengacak-acak rambut Raisa gemas.

"Lo udah sembuh? Udah nggak sakit? Awas aja lo masih makan seblak, gue peres pankreas lo kering ntar"

"Ck, iya.."

"Kemaren malam nggak jadi cabut kan?"

"Enggak bawel" Raisa menghela napasnya panjang.

"Oke, kalo gitukan gue makin sayang"

Oke, detik ini jangan ada yang menahan Raisa. Dirinya ingin melompat keluar ke jalan raya lewat jendela mobil yang tengah melaju ini.
Demi apa, ia kini sudah termakan gombalan basi milik Raka pratama.

====>NEXT<====

Tanpa Dirimu [End] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang