(Warning: chapter ini bisa mengandung bawang dan unsur emosi tingkat tinggi, keluarkan semua komenan kalian guys)Happy Reading
Don't forget vote"Dia nggak terima lo putusin? Gitu? Karena dalam hidupnya dia punya prinsip cuma dia yang boleh putusin pasangannya. Ketika lo dengan entengnya mutusin dia, dia berasa lo udah ngelukain harga dirinya? Gitu kan?" Raisa bukan saja menyimpulkan cerita Raka, tapi juga berhasil menceritakan intinya.
"Temen-temen gue bilang, ini karma buat gue"
"Oooo, terus? Apa jawaban lo untuk pertanyaan gue yang ini? Lo nganggap Vivi mantan lo kan sekarang?" Raisa merasa waktu berjalan begitu lambat. Mengapa masalah ini begitu rumit?
"Iya sayang"
"Terus kenapa lo bisa di peluk dan memeluk Vivi waktu lo ada di depan tempat tongkrongan lo itu? Dan kenapa lo tiba-tiba goncengan sama dia? Aa satu lagi, kenapa lo nggak ngabarin gue? Seakan lo sama gue udah putus?" Raisa mengungkapkan semua yang ada dihatinya, tak akan ada satu pun pertanyaan dia lewatkan, Raisa pastikan itu.
"Tunggu, lo tau?" Raka tak tahu itu, Raisa ada dimana saat ia dan Vivi sedang berdua? Ia merasa tidak melihat Raisa disana.
"Gue liat semuanya"
Raisa mengaduk minuman nya lalu menegaknya dengan pelan. Ia lalu kembali fokus pada cerita Raka."Jadi, gue waktu itu lagi kacau. Gue rindu lo. Gue pengen ketemu lo. Temen-temen gue nyaranin supaya gue kerumah lo. Gue mau nyoba, baru aja gue keluar, Vivi lari terus tiba-tiba meluk gue. Gue langsung nyoba lepas, tapi dia malah nangis, gue yang bingung akhirnya nanya sama dia, ternyata dia mau minta tolong ke gue buat anterin dia kerumah sakit. Nyokap Vivi lagi sakit, karena gue kenal dan karena nyokap Vivi minta gue buat nemuin dia bareng dengan anaknya, gue akhirnya berangkat nganterin Vivi"
"Nyokap Vivi udah tau lo putus?" Yang Raisa butuhkan saat ini ialah penjelasan se detail-detailnya.
"Belom, Vivi nggak cerita dan gue pun sebenarnya sedikit ngerasa nggak enak mau jelasin"
"Ck, lo gimana sih Rak!" Protes Raisa, ia merasa sungguh tak menguntungkan sekali posisinya sekarang ini. Ia seperti terjebak dalam cinta segitiga antara Vivi, Raka, dan dirinya.
"Masalah gue nggak nge chat lo itu, sebenarnya gue udah cerita sama bang Dio tentang masalah ini. Gue minta saran, gue harus apa biar lo bisa maafin gue. Bang Dio nyaranin, gue nggak usah nge chat lo dulu, lo lagi emosi. Jadi gue cuma nanya kabar lo sama bang Dio aja, dan gue bersyukur banget bang Dio bisa paham posisi gue" Raka menatap Raisa dengan penuh penyesalan. Raisa masih marah, ia masih tak ingin memaafkan Raka. Ia terlalu cemburu jika Vivi terus melekat padanya. Itu hal normal bukan? Raisa adalah pacar Raka.
"Tolong ya Rak, gue minta lo jelasin ke nyokap Vivi, sekaligus Vivi nya kalo lo udah nggak ada hubungan apa-apa lagi! Gue sakit Rak di gini'in. Lo sayang gue enggak sih?"
"Iya, gue sayang lo Sa. Gue lagi nyoba buat ngejauh sama Vivi, tapi Vivi nya aja yang selalu neror gue, melekat sama gue. Gue nggak ngerti harus gimana lagi"
"Lo pilih gue atau Vivi?" Entah mengapa mulut Raisa langsung mengucapkan kata itu.
Deg
Raka bungkam. Ia tertohok mendengar pertanyaan Raisa padanya. Ia tak tahu harus menjawab apa. Ia sayang pada Raisa, namun ia juga punya kewajiban untuk Vivi. Mengingat belakangan ini Vivi juga sangat butuh bantuannya.
"Gue belom bisa jawab itu, Sa"
"Kenapa! Emang seberapa pentingnya sih mantan lo! Kalo emang lo masih sayang sama dia, kenapa lo pacaran sama gue!" Raisa seketika emosi.
"Vivi itu teman gue, tetangga gue di Jogja, nyokap gue dan nyokap dia temenan deket banget. Gue sempet denger ntar kalo gue udah lulus SMA bakal di jodohin sama dia, Sa. Gue awalnya setuju-setuju aja, sampe akhirnya gue ngerasa nggak dihargain sama dia. Nyokap kita nggak ada yang tau gimana hubungan kita sekarang. Karena kita berdua nggak berani buat nyeritain. Gue takut nyokap gue dan nyokapnya----"
"Cukup" Raisa tak sanggup mendengar semua itu. Namun Raka masih terus melanjutkan perkataannya.
"Gue bingung karena nyokap Vivi sekarang lagi sakit, Vivi nggak ada yang jagain. Jadi nyokapnya nitipin dia ke gue. Bokap Vivi lagi di luar negeri, ngurus kerjaan mungkin bakal balik kesini sekitar sebulan lagi"
"Sakit hati gue Rak" Raisa menahan air matanya kembali. Sungguh, ada apa di ruangan ini? Apa yang terjadi saat ini? Ia benar-benar tak menyangkanya.
"Nyokap gue sama nyokap Vivi punya hubungan kerjasama di kantor. Nyokap Vivi yang bantuin nyokap gue sampe sekarang. Jadi--"
"Gue sakit hati Raka!!" Raisa berteriak tak memperdulikan berapa pasang mata yang kini menatapnya.
"Gue minta maaf udah nyiksa lo kayak gini Sa"
"Jadi, maksud lo? Gue harus berbagi sama Vivi sampe nyokap Vivi sembuh? Dan lo bakal ceritain semuanya?"
"Ya gue nggak bisa secepat itu juga nyeritain sama nyokapnya, gue masih harus ngo--"
"Lo emang nggak punya hati!" Raisa berdiri dari tempat duduknya. Air matanya jatuh seketika. Ia tak bisa lagi menahan rasa sakitnya. Raka tak mengejarnya, Raka justru terdiam dengan raut penuh penyesalan. Apa yang sudah ia lakukan pada Raisa?
====>NEXT<====
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Dirimu [End] ✔
Подростковая литература"Lo kok jadi gini sih!? Salah gue apa sama lo!?" Sambung Raisa. "Enggak ada, gue cuma mau bikin lo benci aja sama gue" Raka melebarkan senyumannya ke arah Raisa. "Lo tuh!! Hiks.. dasar brengsek! Raka lo keterlaluaan!!!!!!" Teriak Raisa histeris. R...