***Sudah seminggu sejak kejadian aku dan arfi bertemu kedua orang tuanya arfi tampak berubah tapi tidak menghilangkan perhatiannya kepadaku. Hanya saja dia bersikap agak sedikit dingin, kembali menjadi workaholic, dan bicara padaku pun jika ada yang penting saja. Tidak ada lagi bercandaan, atau jokes jokes receh darinya. Jika saat itu aku malas mendengar jokes recehnya kini aku merindukan jokes recehnya. Sangat merindukannya
Seperti malam ini dia terlihat sedang serius didepan layar laptopnya. Sejak pulang kerja lalu kami makan malam dan dia menyibukkan diri dengan pekerjaannya. Aku hanya menghela nafasku. Ini tak lagi sama, aku tidak lagi merasakan kenyamanan disini. Aku melangkahkan kaki menuju ruang kerja arfi
"Fi bobo yuk, udah hampir tengah malam nih.." ajakku namun dia tampak serius menatap layar laptopnya sembari jari jarinya menari lincah diatas keyboard
"Kamu duluan aja.. aku masih sibuk" ujarnya tanpa menatapku. Aku menghela nafas lalu mengganggukkan kepala. Jawaban biasa yang kuterima sejak seminggu lalu.
Aku sengaja tidak menutup pintu kamarku. Posisi pintu kamar langsung berhadapan dengan ruang kerja arfi yang terbuka. Ku rebahkan tubuhku sambil memperhatikan dia disana. Wajahnya tampak lelah, kantung matanya sudah membesar, aku tidak tega melihatnya. Apa yang harus kulakukan kini melihatnya seperti itu hatiku sangat sakit. Terlebih diacuhkan olehnya, jika boleh jujur aku ingin dia menjadi obat sakit hatiku atas ucapan orang tuanya seminggu lalu. Namun, sekali lagi ekspetasiku terlalu tinggi. Aku tidak tau apa yang arfi rasakan dia mengacuhkanku, menyibukkan dirinya sendiri.
Pipiku mulai basah, segera kuhapus air mataku lalu berbalik badanku. Ku pejamkan mataku meski sulit paling tidak hanya itu yang bisa kulakukan agar air mataku tidak lagi menetes
***
Pagi yang cerah. Langit biru dihiasi oleh awan putih bagai lukisan diatas kanvas. Aku terus memperhatikan langit yang cerah pagi ini dari dalam jendela mobil. Sayang, tak secerah perasaanku saat ini, terombang ambing diatas sebuah kapal kayu dilautan lepas
"Nanti aku lembur"
Ucapnya disebelahku, dia arfi kami masih berangkat ke kantor bersama. Setidaknya itulah yang masih kami lakukan bersama saat ini. Aku menganggukkan kepala lalu beralih lagi melihat keluar jendela.
Saat sampai dikantor beberapa karyawan menyapa kami dan aku hanya membalas dengan senyum dan anggukan
"Fi, kebetulan lu dateng.. siang ini lu sibuk? Kalo nggak kita perlu evaluasi deh soal proposal...." entah aku tidak mendengar lagi apa yang mereka katakan. Aku berjalan melalui mereka, namun masih bisa kudengar iwan bertanya pada arfi ada apa namun selebihnya aku tidak mendengarnya karena aku sudah masuk ke lift
Jam kerja sudah berakhir, aku bersiap untuk pulang. Saat sampai lobby aku bertemu dengan irwan, dia salah satu staff disini menjabat sebagai HRD diperusahaan ini
"Murung aja buk, kenapa sih?" Tegurnya dengan tertawa tengilnya. Aku yang tidak berniat meladeninya hanya berlalu melewatinya sambil tersenyum tipis. Langkahku terhenti saat sudah sampai lobby. Hujan begitu deras, ah! Kenapa cuaca mudah sekali berubah. Jika biasanya akan ada mobil sedan putih dilobby dan seseorang yang menungguku disana tapi tidak kali ini, bukan. Sudah seminggu ini aku tidak pulang bersamanya
Tin tin
Suara klakson mobil menghentikan lamunanku. Kaca mobil diturunkannya
"Kak, pulang sama siapa?" Itu okta
"Pulang sendiri"
"Kaya jomblo aja.. sini aku anter deh" sialan anak ini gak tau lagi badmood apa
KAMU SEDANG MEMBACA
Our
Romance(18+) Ini adalah cerita perjuangan hidup dari seseorang wanita malam. nasib membawanya kedalam kehidupan yang bukan sama sekali impiannya. Namun nasibnya berubah ketika bertemu dengan seorang pria. Hidupnya tidak lagi susah secara batin. Bagaimana k...