Like A son Like A father

3.9K 56 0
                                    


*

Setelah menghabiskan waktu cutinya Arfi kini kembali disibukkan dimeja kerjanya. Ia mengurus beberapa dokumen dan file penting serta menandatangani beberapa file kerja sama dengan perusahaan lain

Klek

"Sorry, ganggu bro, ini daftar karyawan yang udah gue buat. Kali aja lo mau revisi ulang"

Iwan menghampiri meja kerja Arfi membawa selembaran berisi nama karyawannya yang perlu direvisi. Beberapa karyawannya sudah terlalu tua untuk bekerja untuk itu mereka perlu merekap ulang karyawannya. Kejam memang, namun sebagai gantinya Arfi memberikan kesempatan bagi karyawan yang diputus kerjakan dengan mengganti anak, atau saudaranya untuk bekerja diperusahaannya tanpa melalui test lagi

"Pak Imron masih oke gue rasa sih, pak Ilham juga masih sigap. Gini deh mereka berdua kandidat diperusahaan yang akan gue kembangkan nanti"

Iwan mengeritkan alisnya mendekat dengan melipat kedua tangannya dimeja menatap Arfi serius

"Perusahaan? Baru lagi?"

Arfi menatapnya, tak heran Iwan sahabatnya tidak mengetahui pasalnya Arfi memang belum memberitahukan pada siapapun kecuali orang rumahnya. Bisnis barunya bergerak di bidang iklan animasi yang akan dipegang langsung oleh Fahrie

"Gue berencana mengembangkan perusahaan baru. Masih dibidang periklanan tapi berupa animasi"

Sedikit kecewa Iwan menghembuskan nafas kasarnya

"Kenapa bukan gue?"

"Lo itu disini sama gue" Arfi menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursinya "partner ter-the best gue itu lo, nantinya jika gue mengembangkan dua perusahaan, lo yang gue andelin untuk yang disini"

Iwan sedikit tersanjung dengan ucapan Arfi. Ia tersenyum sedikit rasa kecewanya lenyap begitu saja

"Kok kedengerannya gue yang bakal dibabuin sama lo ya"

Arfi terkekeh lalu berdiri merangkul sahabatnya

"Gue sebagai sahabat yang baik Wan, kapan lagi lo punya sahabat yang ngebabuin gini kan?"

Mereka tertawa bersama. "Ujung ujungnya gue lagi kan"

"Hahaha anyway, ada yang mau gue bicarain sama lo"

"Apa tuh? Nitip kerjaan lagi?"

Arfi melempar Iwan dengan kertas yang digenggamnya

"Bukan dodol, lu kan udah nikah sekarang jadi gue perlu naikin gaji lu"

Iwan menatap serius ke arah Arfi. Arfi kembali ke kursi kebesarannya dan duduk menatap Iwan serius

"Honor lu sekarang jadi 1% dari omset kita"

Terkejut! Iwan sangat terkejut dengan pernyataan Arfi menatap sahabatnya tidak percaya

"Serius lu?"

Arfi menganggukkan kepalanya. Membayangkan saja honor Iwan kini tidak lagi menggunakan nominal bulanan, kini ia menerima 1% besarnya omset perbulan dari perusahaan. Itu artinya gajinya perbulan tidak menentu nominalnya

"Gila kalo 1% berarti gue bisa nerima sekitar 100 sampai 150 juta sebulan?"

Arfi menganggukkan kepala "itu cukup kan Wan?"

Iwan terdiam menatap Arfi. Ada keheranan dibenaknya kenapa Arfi sebaik itu padanya

"Kok lu berani kaya gini Fi ke gue, kalo boleh tau apa alasannya selain gue sahabat lo?"

Arfi menarik nafasnya "gue tau rasanya berjuang, perihal kemarin saat pernikahan lo kurang dana sampai lu mau jual motor membuat gue berpikir apa gue kurang mensejahterakan pekerja gue, sedangkan gue bisa dibilang hidup mewah karena para pekerja gue juga yang ikut andil memajukan perusahaan gue"

OurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang