Rachles dan Russel tidak langsung pulang. Mereka masih menghabiskan waktu untuk bermain. Dalam hati Rachles sudah mulai merancang akan mengajak Fiera dan Russel ke kebun binatang, pantai, dan lainnya. Pasti sangat menyenangkan.
Sebelum jam makan siang, mereka sudah sampai di rumah. Mendadak Rachles merasa ragu untuk bertemu Fiera setelah pernyataan cintanya pagi tadi. Rachles mendesah lalu menggosok wajahnya dengan gusar.
Astaga, kenapa dia berkata seperti itu tanpa pikir panjang? Bagaimana kalau Fiera menghindarinya? Atau lebih buruk lagi—membenci dirinya? Seharusnya Rachles tidak buru-buru.
"Papa, ngantuk."
Ucapan Russel menyadarkan Rachles. Dia menoleh dan mendapati bocah itu sudah memejamkan mata sambil memeluk boneka berbentuk bola yang tadi Rachles belikan.
"Sebentar ya, Jagoan." Rachles berkata lembut seraya membelai rambut halus Russel. Dia membungkuk lalu mengecup puncak kepala bocah itu sebelum keluar dari mobil, menuju sisi penumpang lalu meraih Russel ke dalam dekapannya.
Ketika Rachles hendak menuju pintu depan rumah, dia tertegun. Di ambang pintu tampak Fiera yang berdiri menunggu. Terlihat jelas wanita itu gugup dan salah tingkah. Pasti karena pernyataan cinta Rachles pagi tadi.
Setelah menghela nafas sejenakk, Rachles berjalan mendekati Fiera. Dia memasang senyum seperti biasa, seolah-olah tidak ada yang terjadi pagi tadi.
"Sepertinya Russel kelelahan. Apa dia merepotkanmu?" tanya Fiera saat melihat mata Russel yang tertutup rapat.
"Sama sekali tidak. Malah kami tidak sempat mengikuti meeting dan hanya bermain." Tadinya Rachles bertekad tidak akan memberitahu Fiera tentang kejadian tadi di kantor. Tapi cepat atau lambat Fiera pasti akan mengetahuinya.
"Kenapa?" Fiera mengikuti Rachles yang sudah berjalan masuk ke rumah.
Sejak pernyataan cinta pagi tadi, Fiera terus-menerus memikirkan hal itu. Dia sampai tidak berselera mengerjakan apapun padahal biasanya dia semangat melakukan pekerjaan rumah. Beruntung sudah ada pelayan. Kalau tidak mungkin hari ini rumah akan terlihat sangat kacau.
Aku mencintaimu, bidadari cantikku. Sejak kau duduk dengan manis di ruang tamu rumah orang tuaku untuk pertama kalinya.
Ya, Fiera mengingat tiap kata yang diucapkan Rachles dan terus bertanya-tanya. Apakah maksudnya Rachles sudah mencintai Fiera sejak pertama mereka bertemu? Di hari Fiera dijodohkan dengan Raynand? Selama itukah?
Fiera masih terus mengikuti Rachles sampai ke kamar Russel. Dia menunggu di ambang pintu saat lelaki itu merebahkan Russel di ranjang.
"Aku mau ganti pakaian dulu." Gumam Rachles sambil hendak melewati Fiera. Namun langkahnya terhenti karena mendadak Fiera memegang lengannya.
"Kau ingin menghindariku?"
Rachles menatap Fiera lalu menggeleng pelan. "Tidak. Aku benar-benar harus ganti pakaian."
"Baiklah. Tapi setelah ini kita bicara." Tegas Fiera.
Rachles tersenyum. Dia maju hendak menanamkan kecupan tiba-tiba seperti biasa, tapi kali ini Fiera berhasil menghindar, membuat senyum Rachles semakin lebar. "Tentu."
Perlahan Fiera melepas lengan Rachles, membiarkan lelaki itu berbalik menuju kamar tamu.
***
Rachles duduk menunggu di undakan teras belakang. Tak lama kemudian Fiera menyusul dengan dua gelas jus dingin. Dia juga duduk di undakan seraya meletakkan nampan di antara mereka.
"Aku menunggu penjelasan." Fiera yang berkata lebih dulu.
Rachles melirik Fiera sekilas lalu kembali mengarahkan perhatian pada air kolam yang tenang. "Penjelasan mengenai apa?"

KAMU SEDANG MEMBACA
His Smile (TAMAT)
Romance[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Rachles jatuh cinta untuk pertama kalinya di usia dua puluh enam tahun. Namun sayang, rasa cinta itu harus ia kubur karena wanita yang ia cintai adalah calon istri sang kakak. Lucu sekali. Dia jatuh cinta sekaligus...