Part terakhir, ya ^_^
---------------------
Fiera menutup telepon dengan perasaan senang. Baru saja dia berbincang dengan Russel dan tampaknya putra tersayangnya itu juga sedang menikmati waktu. Jadi kini tidak ada lagi yang perlu ia risaukan. Tapi tetap saja, berjauhan lama dari Russel membuat jiwa keibuannya tidak tenang. Dia bertekad akan membujuk Rachles agar bisa pulang dua atau tiga hari lagi.
Selesai meletakkan telepon, Fiera kembali melanjutkan acara sarapannya yang sempat tertunda. Hampir dua hari Fiera sama sekali tidak memegang ponsel. Serasa dunia yang ia tempati menjadi gelap. Dia tidak tahu apapun perkembangan di luar sana. Bahkan Fiera yakin, ada banyak pesan dan panggilan masuk di ponselnya.
Fiera menandaskan kerang bumbu kecap sisa semalam. Mencari kerang ternyata sangat mengasyikkan. Tak terasa mereka terus menggali hingga timba yang mereka bawa tidak sanggup menampung tumpukan kerang. Alhasil semalam mereka makan kerang dengan lauk nasi karena porsi kerangnya lebih banyak daripada porsi nasi. Dan kerang itu juga masih tersedia untuk sarapan.
"Kau makan lama sekali. Aku sampai selesai mandi." Gerutu Rachles sambil menyalakan tv.
Tadi memang mereka makan berdua di ruang keluarga. Setelah selesai sarapan, Rachles menghubungi nomor Raynand menggunakan telepon kabel lalu membiarkan Fiera berbincang dengan Russel sementara ia mandi. Sayang sekali Fiera tidak pernah mengingat nomor ponsel siapapun. Jadi dia tidak bisa menghubungi Russel sesuka hati.
"Aku baru selesai berbincang dengan Russel. Kedengarannya dia sangat senang."
"Ya, tentu saja. Mereka juga sedang berlibur sekarang."
"Pasti menyenangkan sekali. Sementara aku di sini harus terjebak bersama lelaki sinting yang cinta mati padaku. Belum lagi aku harus bekerja keras hanya demi bisa makan." Fiera menggerutu dengan nada berlebihan.
"Sinting, eh?"
Fiera mengangkat bahu seraya menyuapkan sesendok kerang terakhir ke dalam mulut. Belum sempat ia mengunyah, tangan besar Rachles menjepit rahang Fiera lalu menarik wajah wanita itu hingga mendekat ke wajah Rachles.
"Akan kutunjukkan seberapa sinting calon suamimu ini."
Sebentar saja bibir mereka sudah menyatu. Dengan setengah memaksa Rachles menggunakan lidahnya untuk membuat bibir Fiera merekah lalu memberi akses lidah lembut Rachles menyusup masuk.
"Dorong kerang dalam mulutmu. Aku ingin menikmatinya juga." Rachles sedikit menjauhkan diri agar bisa bicara dengan normal. Kemudian bibir mereka kembali menyatu.
Fiera tidak pernah menyangka, sebuah ciuman bisa sedalam dan senikmat ini. Bahkan tanpa sadar, dia yang protes dan terus menempelkan bibirnya di bibir Rachles ketika lelaki itu hendak menjauhkan diri.
Rachles terkekeh. Namun kilat di matanya menunjukkan bahwa dia tersiksa. "Jangan diteruskan. Aku yakin kau tidak akan senang jika kita melakukannya sebelum menikah."
Rachles mundur, memutus tautan bibir mereka sebelum dirinya lepas kendali. Kali ini Fiera tidak mencegah. Bahkan wajahnya memerah karena malu akan tingkahnya sendiri.
"Ekhm," Fiera berdehem sejenak. "Nanti siang kita makan apa?"
Rachles tidak langsung menjawab karena dia masih berusaha menenangkan diri. "Bagaimana kalau kita cari sesuatu di hutan?"
"Apa tidak berbahaya?"
"Paling-paling hanya singa kelaparan."
Fiera merengut. "Aku ingin makan, bukannya jadi makanan. Eh, tapi menyenangkan juga hidup seperti ini. Hanya memikirkan siang ini ingin makan apa, malam nanti ingin makan apa, begitu seterusnya." Ujar Fiera setengah melamun.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Smile (TAMAT)
Romance[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Rachles jatuh cinta untuk pertama kalinya di usia dua puluh enam tahun. Namun sayang, rasa cinta itu harus ia kubur karena wanita yang ia cintai adalah calon istri sang kakak. Lucu sekali. Dia jatuh cinta sekaligus...