Suara mobil memasuki halaman rumah terdengar samar-samar di telinga Fiera. Ia segera menyingkirkan selimut yang menutupi kaki jenjangnya lalu turun dari kursi santai yang menyerupai ranjang di depan tv.
Sejenak Fiera mengintip dari jendela kaca disamping pintu depan untuk memastikan bahwa yang datang memang benar-benar orang yang ditunggunya.
Tidak perlu waktu lama untuk menyadari bahwa orang yang sedang menembus gerimis sambil menenteng tas besar adalah Rachles. Segera Fiera membuka pintu, menunggu di teras rumah.
"Kenapa belum tidur?" tanya Rachles begitu berada di hadapan Fiera.
Fiera meraih tas besar Rachles agar lelaki itu bisa melepas mantelnya yang agak basah. "Kau tidak punya kunci rumah. Jadi aku menunggumu pulang."
Rumah? Pulang?
Rachles merasa benar-benar memiliki istri dan anak sekarang.
"Besok aku akan membuat duplikat kunci rumah ini." Rachles terdiam sejenak. "Jika kau mengizinkan."
Fiera tersenyum lalu merangkul lengan Rachles yang dingin. "Kenapa kau sungkan sekali. Ini rumah kakakmu."
Seketika jantung Rachles berdegup tak terkendali. Kehangatan yang mengalir dari sentuhan Fiera membuat Rachles ingin merengkuh wanita itu lalu menciumnya kuat-kuat.
"Aku hanya merasa tidak enak. Nanti kau berpikir aku merebut rumahmu."
"Asal kau tidak mengusir aku dan Russel, tidak masalah." Fiera bermaksud bercanda.
"Mana mungkin aku melakukannya? Tempat ini tidak akan menjadi rumah tanpa kalian." Karena bagiku, di mana ada kalian di situlah rumahku, lanjut Rachles dalam hati.
"Puitis sekali." Fiera tertawa kecil. Saat melewati ruang tengah ia meletakkan tas Rachles di meja besar kemudian mematikan tv yang tadi ia tinggalkan dalam keadaan menyala. "Ke dapur dulu. Aku akan membuatkanmu teh jahe agar kau merasa hangat."
"Dengan senang hati, My Lady."
Rachles meletakkan sebelah lengan di depan perut lalu membungkuk seperti gaya pengawal kerajaan. Fiera terkekeh melihat itu. Ia menarik tangan Rachles agar lelaki itu menghentikan tingkah konyolnya.
Mereka tertawa bersama hingga mencapai dapur.
"Duduklah." Ujar Fiera seraya menuju kompor.
Rachles duduk di depan pantry, memperhatikan Fiera yang tampak sangat manis. Padahal wanita itu hanya mengenakan jubah kamar yang membalut tubuhnya hingga mata kaki. Rambutnya digelung asal-asalan. Wajahnya polos tanpa make-up. Meski penampilannya terkesan acak-acakan, Rachles merasa Fiera jauh lebih cantik daripada yang biasa ia lihat.
"Kau sudah bilang akan tinggal di sini?" tanya Fiera seraya meletakkan secangkir the jahe hangat di hadapan Rachles lalu duduk di samping lelaki itu.
"Iya, tapi hanya Mama, Papa, dan Nenek." Rachles mengangkat cangkir ke depan bibir, meniupnya selama beberapa saat lalu ia sesap teh hangat itu dengan nikmat.
"Bagaimana tanggapan mereka?"
"Tentu saja sangat senang." Sekali lagi Rachles menyesap minumannya. "Enak sekali. Ini pertama kalinya aku minum teh semacam ini."
"Benarkah?" Fiera terkekeh.
"Iya, sungguh. Bolehkah aku minta lagi besok malam? Sepertinya minuman ini akan membantuku tidur nyenyak."
"Aku akan membuatkannya untukmu tiap malam selama kau tinggal di sini."
"Aku anggap itu janji." Rachles mengedipkan sebelah mata lalu menyesap teh jahe itu lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
His Smile (TAMAT)
Romance[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Rachles jatuh cinta untuk pertama kalinya di usia dua puluh enam tahun. Namun sayang, rasa cinta itu harus ia kubur karena wanita yang ia cintai adalah calon istri sang kakak. Lucu sekali. Dia jatuh cinta sekaligus...