Fiera tersenyum lega saat melihat Rachles dan Russel keluar dari mobil. Russel langsung berlari ke arahnya—yang sedang menunggu di halaman—dengan lengan mungil terentang. Fiera menyambut bocah itu dan mengangkatnya dalam gendongan.
"Anak Mama tadi dari mana?"
"Russel jalan-jalan, Ma. Lihat banyak burung warna-warni dan beli ice cream."
"Mama tidak di ajak." Fiera menampilkan tampang siap menangis.
Russel menoleh ke arah Rachles yang masih berdiri sekitar empat meter dari mereka. "Tuh kan, Pa. Mama harus ikut. Kalau tidak dia pasti menangis."
Fiera menyembunyikan senyum gelinya. "Lain kali Mama ikut, ya?"
Russel mengangguk. "Iya, Ma."
"Ugh, anak Mama pintar sekali." Ujarnya sambil mendekap Russel lebih erat. Kemudian dia beralih pada Rachles. "Mau makan dulu atau langsung istirahat?"
Rachles memalingkan wajah dari Fiera dengan sengaja. Sungguh Fiera ingin tertawa melihatnya. Lelaki itu sangat menggemaskan seperti Russel yang sedang merajuk. Fiera yakin betul Rachles sedang cemburu karena keputusannya tidur sekamar bersama Raynand. Dan entah mengapa, hal itu membuat hati Fiera menghangat sekaligus senang.
"Russel, coba bilang, 'Pa, ayo bobok'." Bisik Fiera di telinga Russel.
"Pa, ayo bobok!" seru bocah itu meniru kata-kata Fiera.
Rachles menoleh menatap Russel, sengaja menghindari tatapan Fiera. "Russel bobok sama Mama saja, ya. Papa masih harus mengerjakan sesuatu."
"Gak mau. Mau sama Papa." Fiera berbisik kembali yang langsung ditirukan Russel.
"Fie-ra!" Rachles berseru mengingatkan Fiera yang mengajari Russel. Mau tidak mau dia menoleh menatap wanita itu. Dan sialnya Fiera sedang tersenyum amat manis yang membuat Rachles ingin menggigit bibir merahnya.
"Ayolah, Pa. Anak kita ingin tidur dengan Papanya juga." Senyum Fiera kian merekah.
Tak sanggup menahan diri lebih lama, Rachles menghampiri dua orang itu lalu mencengkeram rahang Fiera dengan satu tangan. Tidak menyakitkan, namun cukup kuat hingga Fiera tidak bisa memalingkan wajah.
"Kenapa kau memilih tidur bersama Raynand?" nada suara Rachles penuh tuduhan. "Apa kau masih mencintainya?"
Senyum Fiera belum hilang dari bibirnya. Dia suka melihat wajah gusar Rachles. Hal itu membuatnya merasa diinginkan. Apakah sekarang dirinya sudah berubah menjadi jalang seperti selingkuhan Raynand?
"Aku masih istri sah Raynand. Aku hanya menjalankan kewajibanku sebagai istri."
"Oh, jadi kau juga akan melayaninya di ranjang setelah semua yang dia lakukan padamu?"
"Hmm," Fiera pura-pura berpikir, sengaja menambah kekesalan Rachles. "Kecuali yang itu. Aku tidak akan bisa menikmati percintaan kami dengan bayangan dia telah mengkhianati pernikahan ini."
"Kenapa aku ragu? Saat pria dan wanita hanya berduaan di kamar yang sama, tidak mungkin hal itu tidak terjadi." Geram Rachles dengan kepala menunduk, mendekatkan wajahnya dengan wajah Fiera.
"Buktinya kita sering tidur bersama tapi tidak ada yang terjadi."
"Karena ada Russel. Jika kita hanya berdua, mungkin saja."
Beberapa saat lagi bibir mereka beradu. Tapi Rachles berhenti saat jarak mereka hanya satu inchi. Lalu bersamaan keduanya menoleh pada Russel yang masih berada di gendongan Fiera. Bocah itu menonton mereka seperti menonton acara tv kesukaannya.
Buru-buru Rachles menegakkan tubuh sambil berkacak pinggang menatap Russel. "Jagoan, kau sedang lihat apa?"
"Cium, Pa." Russel memajukan bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Smile (TAMAT)
Romance[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Rachles jatuh cinta untuk pertama kalinya di usia dua puluh enam tahun. Namun sayang, rasa cinta itu harus ia kubur karena wanita yang ia cintai adalah calon istri sang kakak. Lucu sekali. Dia jatuh cinta sekaligus...