Jemari Liana mengepal kuat. Dadanya terasa panas. Dia cemburu. Amat sangat cemburu.
Mengapa Raynand tega melakukan ini padanya? Mencium wanita itu di depan mata Liana. Padahal Raynand sudah berjanji tidak akan pernah menyentuh Fiera lagi.
Rasanya Liana ingin mengamuk dan memaki-maki Raynand. Tapi dia tidak bisa melakukan hal itu. Dirinya masih berada di kantor dan para petinggi perusahaan sedang berkumpul. Setidaknya sekarang Liana memiliki waktu untuk tidak berpura-pura tersenyum karena rekannya yang juga bertugas di bagian penerima tamu memiliki pekerjaan lain. Dia sendirian dan bebas menunjukkan amarah.
Suara langkah kaki yang terdengar mendekat membuat Liana kecewa lalu segera memasang senyum pura-puranya. Selama tiga detik senyum itu menghilang saat ia menyadari siapa yang datang. Tapi kemudian dia bisa segera menguasai diri kembali.
"Bu Fiera." Sapa Liana ramah.
Fiera balas tersenyum. "Kenapa kau sendirian? Di mana yang lain?"
Liana sungguh kesal mendengar pertanyaan Fiera. Seolah dia adalah bos di perusahaan. Tapi dia tidak bisa menunjukkan isi hati dan memilih tetap mengumbar senyum pura-pura. "Mereka memiliki pekerjaan lain."
"Dan kau tidak punya pekerjaan lain." Terdengar jelas nada suara Fiera mengejek namun Fiera tidak memberi kesempatan Liana membalas ucapannya. "Boleh aku duduk di sini?" Fiera tidak lagi menggunakan kata 'saya-anda' pada Liana.
"Tentu saja, silakan."
Dengan angkuh Fiera menggeser kursi yang ada di samping Liana. Dia tidak suka terlalu dekat dengan wanita itu, sekaligus tidak ingin terlalu jauh agar bisa berbicara lebih pribadi.
Sebenarnya Fiera sendiri merasa kaget dengan apa yang dia katakan dan lakukan pada Raynand tadi. Awalnya Fiera tidak ingin bertemu dengan Raynand dan selingkuhannya karena khawatir tidak bisa menahan air mata hingga mempermalukan dirinya sendiri. Tapi setelah berhadapan dengan mereka langsung, Fiera sama sekali tidak ingin menangis. Yang dia inginkan adalah membunuh mereka berdua dengan cara yang paling kejam.
Beruntung logika Fiera masih bekerja. Selama Raynand dan Liana tetap berpura-pura baik seperti sekarang, Fiera juga akan menjaga sikap agar tidak bertingkah bar-bar.
"Apa rapatnya masih lama?" tanya Fiera begitu ia duduk.
"Sepertinya iya." Liana menjawab ramah.
Fiera tidak lanjut bertanya. Dia diam dengan kedua tangan melipat di dada dan kakinya ditumpangkan di atas kaki yang lain dengan anggun. Terang-terangan dia memperhatikan Liana dari ujung kepala hingga kaki.
Liana yang diperhatikan merasa gerah. Dengan senyum ragu dia melayangkan pertanyaan. "Kenapa Anda menatap saya seperti itu?"
Fiera tidak menjawab pertanyaan Liana. Mendadak ide lain muncul di otaknya. "Bagaimana rasanya?"
"Maaf?" Liana tampak bingung.
"Bagaimana rasanya bersenang-senang dengan suamiku?"
Senyum palsu Liana memudar sejenak tapi kemudian dia tersenyum kembali. "Saya tidak mengerti maksud Anda."
"Apa kau sadar mengapa selama ini kau bisa dengan nyaman menerima perhatian Raynand?" Fiera diam sejenak sebelum melanjutkan. "Itu semua karena aku membiarkan kalian. Tapi bagaimana jika aku mulai bergerak untuk mengembalikan perhatian Raynand padaku? Apa menurutmu kau masih memiliki kesempatan?"
Liana tidak sanggup lagi berpura-pura. Giginya saling beradu dengan geram. Bibirnya sudah terbuka hendak mengatakan sesuatu, tapi Fiera tidak memberinya kesempatan berucap.
"Cinta? Apa kau ingin membanggakan kata cinta di depanku?" Fiera tersenyum mengejek. "Kalau Raynand memang mencintaimu, seharusnya dia sudah bercerai dariku sekarang dan menikahimu. Tapi apa ini? Kau hanya dia jadikan pemuas nafsu tanpa ikatan. Apa menurutmu itu cinta? Ngomong-ngomong sudah berapa lama kalian menjalin hubungan? Dua tahun? Tiga tahun? Apa kau tidak lelah seperti ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
His Smile (TAMAT)
Romance[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Rachles jatuh cinta untuk pertama kalinya di usia dua puluh enam tahun. Namun sayang, rasa cinta itu harus ia kubur karena wanita yang ia cintai adalah calon istri sang kakak. Lucu sekali. Dia jatuh cinta sekaligus...