1b

36K 2.5K 121
                                    

Infiera Hifafa.

Nama itu terus berputar-putar di benak Rachles begitu si empunya nama keluar dari kamar. Dia jadi tidak bisa memejamkan mata. Rasanya dia kembali ke masa lima tahun silam. Saat nama itu membuatnya terjaga sepanjang malam.

Rachles mendesah. Rasanya melelahkan mencinta seperti ini. Begitu dekat namun tidak bisa digapai. Saat jauh terus saja mengusik ingatan.

"Ma!"

Rachles menoleh ke arah bocah empat tahun yang masih memejamkan mata. Sudut bibir Rachles melengkung membentuk senyuman. Bocah satu ini menggemaskan sekaligus tampan.

Rachles memiringkan tubuhnya yang semula telentang untuk lebih memperhatikan wajah si bocah. Satu lengan ia jadikan bantal dan lengan yang lain kembali melingkari tubuh mungil bocah itu.

Jika diperhatikan lebih seksama, wajah Russel lebih mirip Rachles. Hanya sedikit kemiripannya dengan Raynand. Ya, Rachles tidak mungkin salah. Wajah itu memang seperti wajahnya ketika masih kanak-kanak.

Pemikiran itu membuat Rachles menyeringai. Orang bilang wajah bayi dalam kandungan bisa mirip dengan wajah orang yang paling sering si ibu pikirkan saat masih hamil. Kalau begitu, apa mungkin Fiera sering memikirkan Rachles saat sedang mengandung?

Jantung Rachles berdegup senang memikirkannya. Jemarinya terangkat lalu membelai pipi Russel dengan lembut.

Mungkin karena belaian di pipinya, perlahan kelopak mata Russel terangkat menampakkan mata cokelat keemasan yang sama persis seperti milik Rachles.

"Papa?"

DEG.

Entah mengapa jantung Rachles serasa berhenti berdetak saat mendengar Russel memanggilnya Papa. Kebahagiaan serasa memenuhi dada Rachles hingga membuatnya sesak.

Tapi buru-buru Rachles mengenyahkan perasaan itu dan menarik dirinya kembali ke dunia nyata. Ayolah, bocah ini baru bangun tidur dan mendapati seorang lelaki dewasa seperti papanya. Meski Rachles dan Raynand tidak terlalu mirip, tapi wajar Russel berpikir dia papanya mengingat situasi mereka.

"Kau sudah bangun, Jagoan?" Rachles tidak berusaha menjelaskan siapa dirinya.

Russel mengucek-ngucek matanya. Setelah itu dia mengamati wajah Rachles dengan keingintahuan yang nyata. Beberapa saat kemudian, bocah itu memekik keras lalu duduk di tengah ranjang dengan tiba-tiba.

"Papa Rachles!" pekik Russel lalu menjatuhkan tubuh mungilnya ke arah Rachles yang berusaha duduk. Alhasil tubuh Rachles terhempas kembali ke ranjang bersama Russel dalam dekapannya.

"Wow, boy! Hati-hati. Kau bisa cedera." Rachles menasihati sambil dalam hati kebingungan dengan panggilan Russel. Tadi dia sangat yakin Russel menyebut dirinya Papa.

Russel mengangkat wajahnya dari dada Rachles namun tidak beranjak. Kini ia duduk mengangkang di atas perut Rachles dengan senyum lebar yang menampakkan salah satu gigi yang sudah tanggal.

"Papa sudah pulang? Kata Mama, Papa pergi kerja di tempat yang jauh. Papa tidak akan pergi lagi, kan?" Russel bertanya cepat dengan satu tarikan nafas tanpa jeda.

Rachles terkekeh meski kebingungan masih melanda otaknya. Tanpa bisa dicegah dia berpikir apa dirinya pernah tanpa sengaja meniduri Fiera hingga hamil.

Ayolah, wajar otak Rachles berpikir sampai ke sana. Lihat saja wajah dan mata Russel. Benar-benar mirip Rachles. Padahal yang memiliki warna mata cokelat keemasan dalam keluarga Reeves hanya Kakek Seth dan Rachles sendiri. Yang lain memiliki warna mata sama seperti Mikaela. Biru terang. Lalu dengan jelas dia juga memanggil Rachles dengan sebutan Papa.

His Smile (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang