5b

25.6K 2.3K 115
                                    

Tahukah kalian bahwa hati bisa berubah seketika?

Dari benci jadi cinta atau sebaliknya. Bisa juga perasaan-perasaan yang lain.

Begitulah yang kini dirasakan Fiera. Mendadak perasaan cintanya pada Raynand tergeser begitu saja oleh perasaan benci. Benci yang amat dalam dan menyebar di dadanya. Benci yang akhirnya membuat Fiera memutuskan tetap bertahan dalam pernikahan ini. Bukan karena masih cinta atau takut pada ancaman Raynand. Melainkan untuk balas dendam. Memastikan Raynand jatuh cinta padanya kemudian menggugat cerai lelaki itu.

Mungkin tidak tidur semalaman dan terus mengulang kata-kata Raynand tadi malam membuat kebencian itu muncul begitu saja. Atau mungkin Fiera sudah mencapai titik jenuh atas perlakuan sang suami. Apapun alasannya, Fiera sama sekali tidak peduli. Yang jelas kini dia bersyukur akhirnya rasa cinta menjijikkan yang melekat di hatinya bagai lintah telah musnah.

Kini pagi telah menyapa. Namun Fiera sama sekali tidak merasa mengantuk atau lelah. Marah sekaligus benci seolah menjadi energi baginya.

Perlahan Fiera turun dari ranjang. Tampaknya Raynand tidur di ruang kerjanya. Itu bagus. Setidaknya Fiera tidak perlu melihat wajah memuakkan Raynand untuk satu atau dua jam.

Fiera membersihkan diri sejenak. Russel dan Rachles tidak boleh melihat bekas kesedihan di wajahnya. Tidak sampai Fiera sudah membuat Raynand bertekuk lutut di bawah kakinya.

Lima belas menit kemudian, dia sudah berada di kamar Russel. Senyum haru mengembang di bibirnya melihat kedua orang itu masih terlelap dengan posisi saling memeluk. Dan untuk pertama kalinya Fiera bersyukur bukan Raynand yang sedang berada di posisi Rachles sekarang. Dia tidak sanggup membayangkan Russel begitu menyayangi Raynand seperti ia menyayangi Rachles lalu Raynand menghancurkan hatinya dengan amat menyakitkan. Seperti yang dialami Fiera.

Tidak ingin kembali membuang air mata untuk suami brengseknya, Fiera mundur lalu menutup pintu kamar Russel. Langkahnya menuju dapur. Dia akan memasak seperti biasa lalu membersihkan rumah setelah selesai sarapan.

Pagi ini Fiera ingin menikmati sup jagung. Sekarang dia akan memasak apa yang dia ingin makan atau yang ingin Russel dan Rachles makan. Bukan lagi apa yang diinginkan Raynand.

Saat Fiera mulai menyalakan kompor, Rachles masuk ke dapur dengan wajah tampak basah sehabis cuci muka dan hanya mengenakan celana pendek sertas kaos abu-abu polos.

"Kau sudah bangun?"

"Kalau belum, lalu yang berdiri di sini siapa?" Rachles balik tanya seraya membuka kulkas, menuang air mineral ke dalam gelas yang langsung diteguknya dengan nikmat.

Fiera menatap Rachles kesal. "Aku bermaksud basa-basi."

"Basa-basimu terlalu basi." Rachles menutup kulkas lalu mendekati Fiera. Ia mengintip ke arah kompor dari balik tubuh Fiera. "Sup jagung. Bukan kesukaanku, tapi aku masih sanggup menelannya. Tidak masalah."

"Aku juga tidak peduli kau bisa memakannya atau tidak." Fiera masih kesal.

Rachles terkekeh. Dia menyandarkan pinggulnya di pantry dengan lengan terlipat di depan dada. Dengan posisi seperti itu, Rachles bisa leluasa memperhatikan Fiera yang sibuk di depan kompor. Mendadak keningnya berkerut menyadari mata Fiera agak bengkak dan ujung hidungnya sedikit merah. Memang tidak akan terlihat jika tidak diperhatikan dengan seksama.

"Fiera. Kau habis menangis?"

Fiera tertegun mendengar pertanyaan Rachles. Tapi dia segera menguasai diri dan bersikap biasa. "Tidak."

"Tidak? Kaupikir sedang berbicara dengan Russel, ya?"

"Bukan begitu, aku—baiklah, ya." Akhirnya Fiera memilih sedikit jujur.

His Smile (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang