"Ma, tambah lagi." Ujar Russel senang sambil mengangkat piringnya.
"Wah, Jagoan Mama hebat. Bisa makan sendiri dan makannya juga lahap."
Russel menyeringai lebar karena mendapat pujian. Dia sama sekali tidak memedulikan butiran nasi di pipi dan dagunya serta di beberapa tempat lain termasuk meja makan.
"Sepertinya dia harus mandi lagi." Rachles berdecak sambil memperhatikan Russel. Tadi dia bermaksud menyuapi. Namun Russel menolak. Dia seolah ingin menunjukkan pada Rachles bahwa dia bisa mandiri. Sangat bertolak belakang dengan sifat manjanya.
"Aku akan membersihkannya dengan tissue basah. Kasihan kalau dia harus mandi lagi. Aku khawatir malah masuk angin."
"Dia pernah sakit?" tanya Rachles dengan nada tidak percaya.
"Dia manusia dan masih kecil. Sakit sudah hal biasa." Fiera merasa geli mendengar pertanyaan Rachles. Memangnya Russel robot yang tidak akan sakit. Ah, robot saja masih bisa rusak.
"Terbiasa melihatnya sangat aktif, aku tidak bisa membayangkan dia sakit." Rachles tersenyum lembut saat melihat bocah itu kembali makan dengan lahap. Apa Fiera mengurusnya sendirian saat dia sakit? Benar-benar sendirian karena di rumah ini tidak ada pelayan. "Oh ya, dari tadi aku ingin menanyakan ini. Di mana para pelayanmu? Apa kau meliburkan mereka semua?"
"Aku memang tidak mempekerjakan pelayan."
"Lalu yang membersihkan rumah ini?" tanya Rachles dengan raut tidak percaya.
"Tentu saja aku." Fiera mengangkat bahu. "Aku suka mengurus keluargaku sendiri. Terutama karena aku tidak bekerja. Tidak terlalu sulit."
Rachles terdiam, memperhatikan Fiera dengan tatapan yang sulit diartikan. Dan itu membuat Fiera merasa tidak nyaman.
"Kenapa?"
Apa kekuranganmu hingga Raynand masih tergoda wanita lain?
"Kupikir kau tidak suka melakukan pekerjaan semacam bersih-bersih. Aku selalu mengingatmu sebagai putri orang kaya yang tampak lembut dan anggun."
Fiera tersenyum. "Kenyataannya aku suka, tidak peduli bahwa aku adalah anak orang kaya."
Rachles terdiam. Dia masih memikirkan tentang betapa tidak bersyukurnya Raynand. Tapi kemudian, pemikiran lain melintas di benak Rachles.
Bukankah ini kesempatan baginya? Bukankah ini kesempatan agar Rachles bisa memiliki wanita pujaan hatinya? Dia tidak akan merasa bersalah pada Raynand karena kakaknya itu memang tidak pantas untuk Fiera.
Kini untuk pertama kalinya sejak Rachles mengetahui tentang perselingkuhan Raynand, dirinya merasa berterima kasih pada sang Kakak. Terima kasih karena Raynand telah menjadi idiot yang diperbudak nafsu.
"Hmm, Fiera. Sebenarnya aku ingin sekali menetap di sini. Tidak jauh dari keluargaku. Selama lima tahun ini, aku sering merasa asing dan sendirian. Padahal aku memiliki banyak teman."
"Kalau begitu jangan pergi. Keluargamu juga ingin kau terus di sini." Fiera memberi saran.
Rachles mendesah. "Tapi aku tidak suka tinggal di kediaman Reeves dan setiap hari mendapat pertanyaan 'kapan menikah'. Bisa kau bayangkan betapa frutasinya aku untuk sekedar menjawab pertanyaan itu."
"Maaf. Aku juga melakukannya."
"Kalau yang bertanya kau, Razita atau Evan, aku bisa menyahutinya dengan bercanda. Tapi yang lain terutama Nenek," suara Rachles terdengar lelah. "Kau sudah melihat sendiri saat makan malam itu."
Fiera mengangguk paham. "Kalau begitu kau tidak perlu pergi ke luar negeri. Kau bisa menyewa atau membeli apartemen di sini. Jadi kapanpun kau mau, kau bisa mengunjungi keluargamu dan tidak harus mendengar pertanyaan menyebalkan itu tiap hari."

KAMU SEDANG MEMBACA
His Smile (TAMAT)
Romantizm[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Rachles jatuh cinta untuk pertama kalinya di usia dua puluh enam tahun. Namun sayang, rasa cinta itu harus ia kubur karena wanita yang ia cintai adalah calon istri sang kakak. Lucu sekali. Dia jatuh cinta sekaligus...