JAMES

1.5K 70 0
                                    

Jangan lupa vote and comment nya ya~

Lagi.

Aku menghela nafas.

Entah sudah berapa kali aku menghela nafas.

Dan entah sudah berapa kali pula aku terus melihat layar handphone ku yang menampilkan sebuah panggilan tak terjawab.

'Kemanakah dia? Sedang apa? Mengapa tidak menjawab panggilan ku? Argh!' Aku mengacak-acak rambutku frustasi.

Kenapa aku berlebihan sekali sih? Dia kan bukan siapa-siapa ku.

Tidak.

Salah.

Dia adalah Mate-ku. Pasangan hidupku.

Tapi...bahkan dia sendiri tidak tahu jika aku adalah Mate-nya. Dan yang lebih parah lagi, bahkan dia juga tidak tahu jika aku adalah Werewolf!

Dan dengan pemikiran itu aku pun merenung. Apakah lebih baik aku memberitahunya? Tapi bagaimana jika ia tidak percaya dan menganggapku aneh? Atau yang lebih parahnya ia pergi menjauhiku begitu saja?

Tidak! Itu sangat tidak boleh terjadi.

Tapi..jika ia tidak tahu..Argh!Entahlah!

TOK

TOK

"Ma--"

BRAK!

"HEI! AKU MENGHUBUNGIMU DARI TADI TAPI YANG KUTERIMA ADALAH SUARA OPERATOR YANG TERUS MENGATAKAN HAL YANG SAMA BERULANG KALI 'MAAF, NOMOR YANG ANDA TUJU SEDANG SIBUK. SEDANG DIALIHKAN. SILAHKAN blablabla..."

Aku hanya menatap kosong kearah orang yang berada didepan ku.

Aku bahkan tidak menghiraukan perkataan nya.

Tapi hei! Jika dipikir-pikir, seharusnya akulah yang marah karena ia dengan seenaknya membuka pintu dengan kasar bahkan membentak ku!

Ah sudahlah.

Aku sedang tidak mood untuk berdebat dengan nya.

...

Aku terbelalak, menggebrak meja dengan kedua tangan ku dan berdiri.

Tersadar akan sesuatu.

Kulihat ia seketika terdiam seraya mengelus dadanya. Terkejut mungkin? Toh, aku tidak peduli.

"Hei Steve.."

"Apa?! Kau membuatku nyaris terkena serangan jantung, tahu?! Bagaimana jika aku masuk rumah sakit? Apa kau mau menanggungnya hah?! Lalu bagaimana nanti dengan Nami? Oh, pasti dia akan blablabla.."

Aku hanya menatapnya datar. Asal kalian tahu saja, jika ia sudah berbicara panjang seperti ini, bisa-bisa satu jam yang kulewati disini hanya diam seperti orang bodoh mendengar perkataan nya yang kemana-mana itu.

Bahkan ia pun bisa melebihi sekumpulan ibu-ibu yang menghabiskan waktu berjam-jam karena sedang asyik bergosip!

Berlebihan memang, tapi inilah Steven. Yang jika dilihat orang lain sangat dingin dan irit bicara.

Sungguh, aku pun terkadang heran mengapa kami bisa sangat dekat dan menjadi sahabat sampai sekarang.

"Kau juga..sahabat Viola kan?" Aku pun dengan cepat menyela perkataan nya.

"blabla..Hah..?" Ia mengernyit bingung. "Bukankah kau sudah tahu? Aku pernah menjelaskan nya padamu kan?"

Aku menghela nafas.

"Bukan itu maksudku. Apakah Viola tahu jika kau adalah..."

"Adalah...?"

"Adalah..itu.."

"Adalah..apa?! Bahwa aku adalah orang tertampan sedunia? Bahwa aku adalah orang yang sering dimintai tanda tangan, foto, bahkan dikejar-kejar karena mengira aku adalah seorang artis? Tetapi, memang sebenarnya aku ingin menjadi artis sih. Oh, atau bahwa aku adalah Werewolf? Argh! Aku tidak tahu! Cepat katakan! Kau pikir aku bisa--"

Ia terdiam.

Aku menatapnya tajam.

"Bahwa aku adalah Werewolf?" Ia menyengir lebar.

"Hm..tentu saja dia tidak tahu! Ah, atau mungkin tahu? Entahlah, aku lupa." Jawabnya seraya mengangkat kedua bahunya santai.

Dengan cepat ia menatapku curiga, dan tak lama ia pun tersenyum jahil.

"Apa hah?!"

"Eitss, tenang man." Ucapnya dengan sok akrab. Ia berbalik dan berjalan keluar.

Sebelum menutup pintu, ia menoleh ke arahku dan berkata "Tenang saja, dia tahu jika aku dan Nami adalah Werewolf. Aku bahkan terkejut karena dia tidak takut pada kami atau bahkan sampai menjauhi kami. Malah dia terkagum-kagum sampai mencubit-cubit dan bertanya ini itu."

Kemudian pintu tertutup.

Aku tersenyum lebar. Saat ingin tertawa-tawa bahagia, tiba-tiba pintu terbuka -lagi- dan menampilkan wajah datar bercampur -sok- marah Steve.

"HEI! Kau mengalihkan pembicaraan ya?! Cepat kau pergi ke ruang rapat! Kau ada rapat penting tahu?! Dan kau juga sudah hampir telat! Kali ini aku tidak akan menggantikan mu!"
Kemudian pintu benar-benar tertutup rapat.

Ah senang sekali rasanya.

Rasa senang yang bercampur lega.

Seakan-akan seluruh beban berat menguap begitu saja.

Aku jadi semakin tidak sabar ingin bertemu dengan nya.

.
.
.

Tetapi tanpa kusadari juga, aku telah melupakan sesuatu yang sangat penting.

Sesuatu yang seharusnya kucari asal-usul nya.

Sesuatu yang ternyata sangat mengerikan.

VIOLA THE CHOSEN ONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang