Bab 4 : 7 hari sebelum petaka (3)

349K 27.8K 4.4K
                                    

"Tidak apa-apa jika kau bukan milikku lagi. Asalkan kau masih ada di bumi."

***

7 hari sebelum kematian sang Ratu

"Andre lo apa-apaan, sih? Gara-gara lo meluk gue, Sangga jadi salah paham!" Teriak Aurora pada Andreas saat Sangga benar-benar pergi dari hadapannya.

"Dia emang gak pantes buat lo, Ra! Lo lihat? Dia bahkan gak mau denger penjelasan lo dulu, dia langsung pergi gitu aja. Cowok apaan kek gitu?" tanya Andreas dengan nada mengompori.

Aurora menggelengkan kepalanya, tidak setuju dengan pendapat Andreas. "Gue yakin Sangga tadinya nggak percaya, tapi gara-gara lihat lo meluk gue dia jadi percaya sama foto itu!"

"Itu foto lo sama siapa sih sebenernya? Kenapa ada gue? Gue gak pernah tidur sama lo Ndre, kenapa ada muka gue di situ?!" tanya Aurora frustasi.

"Ra, lo lupa?" tanya Andreas yang membuat dahi Aurora mengernyit. "Itu emang kita, di rumah gue. Waktu itu gue emang sengaja masukin sesuatu ke minum lo, yang bikin lo jadi tidur."

Raut wajah Aurora menampilkan keterkejutannya. Gadis itu menatap Andreas tidak percaya. Tidak, Aurora tidak mungkin seperti itu. Ini pasti hanya jebakan!

"Enggak, gue ke rumah lo cuman anterin oleh-oleh dari Bokap. Gue langsung pulang, gue inget!"

"Minuman itu nggak cuman bikin lo nggak sadar, Ra. Tapi juga bikin lo lupa," jelas Andreas. "Gue minta maaf, Ra. Gue mau tanggung jawab atas semua keributan ini."

"Lo gila!" teriak Aurora, "gue nggak kayak gitu!"

Aurora mendorong Andreas ketika cowok itu bergerak mendekatinya, kemudian berlari masuk ke dalam rumah. Seraya menangis tersedu-sedu, Aurora ingin masuk ke dalam kamarnya yang terletak di lantai dua. Namun, panggilan dari sang Ibu membuat langkahnya terhenti.

"Aurora!"

Gadis itu membalikkan tubuhnya, menghapus air mata yang berlinang di pipi kemudian melangkah pelan menghampiri Anita-ibunya.

"Ma-"

PLAK!

Tamparan keras itu mendarat mulus di pipi Aurora. Gadis itu mematung sambil memegangi pipinya yang memerah akibat tamparan dari ibunya barusan.

"Kamu gila, ya?" Dari suaranya, Aurora dapat memastikan bahwa ibunya sedang marah saat ini. "SIAPA YANG SURUH KAMU JADI PELACUR, HAH?"

Hati Aurora berdenyut sakit begitu mendengar pertanyaan dari ibunya. Tidak cukupkah ia mendengar hinaan dari sang kekasih, hingga sekarang ia juga harus mendengar cacian dari seorang wanita yang melahirkannya?

"Ma, itu bukan aku, Ma. Mama harus percaya," ucap Aurora lirih. Gadis itu kembali menangis sembari meraih kedua tangan ibunya.

"Bukti sejelas ini pun, masih mau kamu kilah?" Anita menatap putrinya itu dengan sorot mata kecewa, "kamu pikir saya bodoh?"

"Ma, kalau Mama gak percaya dengan aku. Terus siapa yang akan percaya kalau aku difitnah, Ma?" Gadis itu menangis sejadi-jadinya.

Anita membuang wajahnya ke arah lain. "Saya berusaha keras, berjuang untuk kamu bisa hidup enak. Semua perjuangan saya ini kamu balas dengan menjadi pelacur?"

SanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang