Bab 10 : A Kiss

315K 27.3K 7.2K
                                    

"Love is so problematic." -Aurora

***
[WARNING ADA ADEGAN 15+. SEMUA TOKOH DI CERITA INI BERUSIA 18TAHUN (LEGAL)]

"Mba, Ruang Anggrek di mana, ya?"

Seorang gadis dengan seragam putih yang ditanyai Rafael terdiam sebentar, mungkin karena wajah tampan cowok itu berhasil memikat. Setelah beberapa detik, ia mengerjap.

"Ikutin papan petunjuk aja, Mas. Setiap jalan ada petunjuknya buat ke ruangan apapun," sahut suster muda itu.

"Oh, okey. Thank you." Rafael mengedipkan sebelah matanya, kemudian berjalan dengan diikuti dua cowok ganteng lainnya. Mereka adalah Adam dan Buana.

Sedangkan Dikta, cowok itu tidak bergerak. Ia menatap suster muda tadi dengan tangan yang menumpu dagunya. Seperti biasa, cowok itu menatap suster dengan name tag Salma dengan tatapan genit.

"Ada apa ya, Mas?" tanya suster Salma, sedikit salah tingkah karena Dikta menatapnya.

"Naksir, ya? Sama yang tadi?" tanyanya seraya menaik turunkan alisnya.

Terlihat pipi gadis itu bersemu merah. "Ah enggak, Mas. Masa saya naksir sama anak SMA." Kalau mereka semua ke sini tidak pakai seragam, mungkin mereka akan dikira anak kuliah semester empat karena postur tubuh.

"Kalau anak SMA yang modelan saya beda, Mba. Buktinya, saya punya hotel di empat negara. Ada perusahaan listrik juga," ucap Dikta berbangga diri.

"H-hah? Boong nih, Mas." Salma menatap Dikta tidak percaya.

"Beneran." Dikta mengangguk serius, "di monopoli tapi, hehe."

"Etdah malah ngapel di sini lo, Diktamon!" Buana datang langsung menarik telinga Dikta, membuat cowok itu terkejut saat Buana menarik telinganya dengan keras.

"Woy, Bung. Anjrit lo ngga ada ahlak!" Protes Dikta seraya berusaha melepaskan jeweran Buana di telinganya.

Tidak mengindahkan Dikta, Buana menatap Salma yang tadi digoda oleh Dikta. "Mba, jangan baper, ya. Temen gue ini masih belum move on dari mantannya, yang ada jadi pelampiasan doang nanti."

"Congor lo ya, Bung!" kesal Dikta. Meski kesal, cowok itu tetap menurut saat Buana menariknya untuk mencari Ruang Anggrek.

***

"Tuh, Sangga. Kayaknya ruangan Rora di sana, deh," ucap Buana yang melihat sosok cowok dengan postur tubuh tinggi tegap di depan sebuah ruangan.

Sangga sedang menyandarkan dirinya di tembok sembari terpejam dengan tangan yang menyentub pelipis. Gaya manusia saat ada banyak beban di dalam hidupnya.

"Kek banyak beban gitu muke lo, Bos," tegur Dikta saat mereka berada di hadapan Sangga.

Sangga membuka matanya, kemudian menatap empat sahabatnya bergantian. "Aurora amnesia."

"Suruh marah-marah aja, Bos. Biar cepet sembuh," saran Rafael.

"Kok marah-marah, El?" tanya Buana bingung.

"Amnesia itu darah rendah kan, yak? Suruh marah-marah aja, biar darah tinggi," jelas Rafael yang mendapat toyoran dari Buana.

"Itu anemia, goblok! Amnesia, El, Amnesia. Lupa ingatan!" ucap Buana gemas pada sahabatnya itu.

SanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang