Bab 18 : Pamit

283K 21.5K 1.7K
                                    

"Walau bibir ini terus berkata membenci, namun mata tak dapat mengelak, jika aku masih mencintai."

-cantikazhr-

"Lo ngapain ngajak gue ke sini, sih?" tanya Agatha heran. Sangga mengajaknya ke sebuah komplek perumahan mewah, rumahnya dahulu.

"Kangen aja ke sini," jawab Sangga. Cowok itu melepaskan helm fullface-nya, mengajak Agatha turun dari motor.

Begitu keduanya turun, Sangga menarik lembut tangan Agatha. Membawa gadis itu ke suatu tempat, lebih tepatnya rumah lama Sangga yang sekarang kosong.

"Lo ngapain ngajak gue ke rumah lo?" tanya Agatha semakin bingung.

"Ngambil harta karun. Masih inget gak, Ra?" tanya Sangga seraya menoleh ke belakang menatap Agatha. Mereka berhenti di pekarangan rumah mewah itu.

Meskipun rumah Sangga kosong, tempat itu tetap terawat dan ada penjaga rumah yang selalu membersihkannya.

"Harta karunnya di bawah sini," ucap Sangga. Cowok itu menyingkirkan pot besar yang menjadi tanda tempat mereka menyimpan sebuah rahasia.

Dengan sebuah sekop kecil yang berada di sana, Sangga mulai menggali sedangkan Agatha hanya memperhatikan cowok itu melakukan pekerjaannya. Tidak lama, sekop Sangga menyentuh sesuatu yang membuatnya tersenyum lebar.

Cowok itu mengangkat sebuah kotak yang dibaluti tanah akibat terlalu lama dikubur, ia membukanya perlahan.

"Kalung gue," gumam Agatha tanpa sadar, saat melihat sebuah kalung dengan bandul huruf A yang tampak bersinar di dalam kotak tersebut.

"Kalung gue," gumam Agatha tanpa sadar, saat melihat sebuah kalung dengan bandul huruf A yang tampak bersinar di dalam kotak tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ia refleks mengambil kalung tersebut, dan menatapnya lama. Seperti mengembalikan sebuah memori lama yang menyedihkan.

"Salah, Ra."

Sangga menarik senyum, cowok itu mengambil alih kalung tersebut dari tangan Agatha. Kemudian mengeluarkan kalung lain dari kotak itu dengan inisial yang sama.

 Kemudian mengeluarkan kalung lain dari kotak itu dengan inisial yang sama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kalung lo yang ini, Ra," ucap Sangga. Memberikan kalung kedua pada Agatha.

Ia menjuntai kalung pertama ke hadapan Agatha seraya tersenyum. "Kalau yang ini, punya Agatha."

Agatha terdiam, Sangga ingat?

"A-Agatha?" ucap Agatha tergagap.

"Iya. Saudara kembar lo, inget gak? Dia ikut bokap lo sekarang, di Singapore. Udah enam tahun kita gak ketemu Agatha," Sangga menjelaskan seraya tersenyum tipis, kemudian menatap ke langit, "dia pasti marah besar sama gue kalau tau apa yang terjadi sama lo, Ra."

Agatha membuang wajahnya ke arah lain, sebuah emosi tiba-tiba muncul yang membuat Agatha hendak menangis. Cewek itu menahan agar air matanya tidak keluar.

"Kamu simpen kalung Agatha juga, Ra," ucap Sangga tiba-tiba. Cowok itu meletakkan kalung milik Agatha ke tangannya.

"Iya," sahut Agatha singkat.

"Lo udah gak marah sama Agatha kan, Ra?" tanya Sangga.

Agatha mendongak, kemudian mengernyit. "Marah kenapa?"

"Agatha ikut bokap lo, karena dia ngindarin gue kan, Ra?" Sangga tertawa kecil, "gara-gara gue suka Agatha, lo jadi marah ke dia. Cinta monyet dulu ada-ada aja ya, Ra."

Agatha diam, kemudian tersenyum kikuk. "Gue lupa."

Sangga menatap Agatha, tatapan lembut yang hanya diberikannya pada Aurora. Akan berubah tajam jika sudah berhadapan dengan orang lain-yang bukan Aurora.

Tangan Sangga terangkat, mengelus pelan kepala Agatha. "Kalau nanti lo udah ingat semuanya, bilang ke gue ya, Ra."

"Kenapa harus bilang ke lo?" balas Agatha jutek.

"Biar gue siap-siap," jawab Sangga yang membuat Agatha bingung.

***

"Thanks," ucap Agatha begitu ia turun dari boncengan Sangga. Keduanya kembali ke rumah Clarissa setelah makan.

"Ra," panggil Sangga seraya memegang pergelangan tangan Agatha. Membuat gadis itu menoleh ke belakang.

"Apa?" sahut Agatha judes.

Sangga berjalan perlahan mendekati Agatha, menatap mata gadis itu lekat. Ia mengangkat tangan Agatha perlahan, dengan mata yang masih menatap tepat ke iris cokelat milik Agatha.

Cup!

Sangga mencium punggung tangan Agatha dengan sangat lembut dan lama, membuat gadis yang berusaha keras menutup hatinya itu hanya mematung.

Cowok itu mengangkat wajahnya, terlihat wajah orang penuh keputusasaan. "Gue pamit ya, Ra."

"Pamit? Ke mana?" tanya Agatha cemas, terbawa suasana.

"Dari hati lo, Ra." Terlihat lelaki itu menarik senyum paksa, "gue tetap ada, sebagai lelaki yang jaga raga lo. Tapi gue pamit, sebagai lelaki yang jaga hati lo."

Tanpa Agatha sadari, matanya berkaca-kaca. Hey, kata itu ditunjukan untuk Aurora. Bukan Agatha! Kenapa Agatha yang terbawa suasana?

"Tapi-"

"Lo pantes dapat yang terbaik. Dan sampai masa itu, gue bakal ada untuk jaga lo. Sampai lo berada di tangan lelaki yang tepat." Sangga mengusap lembut rambut Agatha. Kemudian berbalik, menuju motor besarnya.

Sedangkan Agatha, cewek itu hanya mematung diam di tempatnya. Dia tidak tahu harus berbuat apa, Sangga mundur dari Aurora dan dia bukanlah Aurora.

Agatha hanya pengganti, namun ia merasakan sakitnya saat cowok itu mengucapkan salam perpisahan.

Apa ini karena dahulu, Agatha-lah orang yang disukai Sangga?

Lalu sekarang Agatha merasa, bahwa lelaki itu pamit pada dirinya bukan pada Aurora?

Agatha tidak mengerti, semuanya terasa sangat rumit.

•SANGGA•

Sampai sini, dapat apa guys? Masih pusing? Wkwkwk

SanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang