Bab 20 : Kacang

283K 21K 1.9K
                                    

"Aku terlalu sibuk dengan kebahagiaanku, sampai tidak menyadari bahwa kebahagiaanku adalah lukamu."

***

Sangga memasang jaket kulit berwarna hitam dengan lambang geng Eagle di dada kiri, cowok itu bersiap hendak menaiki motor besarnya saat Pak Jamil–Satpam rumah Sangga menghampirinya dengan sebuah kotak besar berwarna cokelat.

"Den, ada paket, nih!" ujar Pak Jamil dengan logat betawi khas-nya.

"Dari siapa, Pak?" tanya Sangga saat Pak Jamil menyerahkan kotak itu padanya.

"Gak ada namanya, Den. Adanya inisial doang, noh. A." Pak Jamil menunjukkan huruf A besar yang menjadi penanda bahwa ia yang mengirim paket tersebut.

Sangga menatap kotak itu, isi kepalanya sudah bisa menebak bahwa isi dari kotak cokelat itu pasti berhubungan dengan dia. "Makasih ya, Pak."

"Sama-sama, Den. Saya balik ke pos dulu, ya." Pak Jamil pamit setelah Sangga mengangguk.

Begitu Pak Jamil pergi, Sangga segera membuka kotak itu. Ia tidak terkejut lagi, karena sesuai dugaannya isi kotak tersebut bersangkutan dengan dia. Tangannya meraih foto yang berisikan dirinya dengan seorang perempuan yang berdiri di depan biang lala, juga terdapat tanggal di mana foto itu diambil.

"Ada yang berusaha ngancem gue," ucap Sangga pelan. Ia kembali melihat ke dalam isi kotak itu, untuk mencari benda lain dan ia menemukan jepit rambut berbentuk bulan.

Wajah Sangga datar menatap semua benda itu, matanya beralih pada tutup kotak cokelat tersebut. Fokus menatap huruf A besar yang tertulis dengan tinta merah.

Entah siapa, namun seseorang sedang berusaha membuka rahasia lama yang ia kubur dalam.

***

"Ga, gue udah lama banget mau bahas ini. Tapi karena lo waktu itu masih berduka dengan kematian Aurora, sekarang kan Aurora udah hidup lagi, jadi kayaknya waktu yang pas gitu buat bahas ini." Dikta yang tadinya sedang bercanda dengan Rafael dan Buana, lantas berubah serius saat Sangga datang.

Sangga mengalihkan pandangannya pada Dikta, cowok itu mengernyit. "Ngomongin apaan?"

"Tentang yang fitnah Aurora waktu itu."

Seketika kelima cowok itu berubah serius, mereka semua serius menanti apa yang ingin dikatakan oleh Dikta.

"Kenapa, Dik?"

"Gini," Dikta berdehem, ia menatap teman-temannya bergantian. "Foto Aurora tidur dengan Andreas waktu itu kan terbukti editan, dan kita belum nemu siapa yang nyebarin."

"Dan akhir-akhir ini, sekolah kita kena terror dengan pesan yang ngasih inisial penerornya. Yaitu huruf A, mungkin gak sih semua ini ulah Andreas?" ungkap Dikta.

"Bukan." Sangga menepis pernyataan Dikta dengan tegas, seketika membuat teman-temannya menatapnya.

"Lo udah tau siapa pelakunya, Ga?" tanya Adam.

"Wah, lo selama ini diem-diem nyelidikin sendiri ya, Ga? Emang paling bisa diandelin bos gue," ucap Buana menepuk bahu Sangga dengan bangga.

SanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang