"Hatiku sudah tertutup lama, dia sang pemilik kunci tak kunjung membukanya."
***
"Ini bener-bener gak bisa didiemin lagi, Bos! Gue yakin, Aurora juga korban dari orang berinisial A yang juga nerror di sekolah!"
"Gue setuju sama apa yang dibilang Dikta," Buana menoleh ke arah Dikta lalu menatap Sangga, "jujur, Bos. Lo sebenernya udah tahu siapa dalang dari semua ini?"
Sangga menatap ke arah Buana, lalu bergantian menatap keempat cowok di hadapannya. Ia menggeleng, pertanda bahwa ia tidak tahu siapa dalang dari semua ini.
"Gue tiba-tiba keinget Alysca," ucap Dikta, Sangga langsung cepat menoleh ke arah cowok itu.
"Iya, gue juga. Hampir tiga tahun dia meninggal gara-gara nyayat pergelangan tangannya di toilet sekolah, kasihan banget dia bunuh diri pasti stress gara-gara orang tuanya pisah," tambah Buana.
"Kenapa jadi bahas Alysca? Kasian, udah tenang di sana," ujar Rafael seraya menggelengkan kepalanya.
"Tiba-tiba kepikiran aja. Alysca kan dulu sahabatnya Aurora, juga Clarissa dan yang lain. Dia juga deket banget ama Bos Sangga, kan?" ucap Dikta.
Rafael menaikkan sebelah alisnya menatap Dikta. "Jangan bilang, lo mau nganggep semua ini ulah Alysca?"
Dikta menghendikkan bahu. "Ya ... bisa jadi, kan?"
"Man, lo gila? Alysca udah meninggal, udah tenang. Ngapain dia ngelakuin semua ini? Apalagi dia nyelakain Clarissa, Tari, Aurora, mereka semua kan notabene-nya sahabat Alysca?"
"Mungkin aja kalau benar dalang di balik semua ini adalah 'Alysca' gue ngerti kenapa kepala sekolah dibunuh. Gue denger, beliau nyuap banyak media biar gak up besar-besaran tentang bunuh dirinya Alysca. Biar nama sekolah kita tetap terjaga," jelas Buana panjang lebar.
"Tuh, kan!" Dikta menunjuk ke arah Buana, seakan-akan baru saja mendapatkan jawaban dari dugaan mereka. "Gue juga pernah denger, beliau itu ganjen. Bisa jadi semasa hidup Alysca, dia pernah diganggu sama kepala sekolah?"
"Semua praduga kalian, kalau gak ada bukti jatuhnya fitnah," ucap Adam, menghentikan berbagai pemikiran negatif yang berusaha disambung-sambungkan oleh teman-temannya.
"Fokus jagain Aurora, nanti ada waktunya buat kita bahas ini semua." Titah Sangga, meski wajahnya terlihat datar, jauh di dalam lubuk hatinya lelaki itu merasakan takut yang luar biasa.
***
Clarissa sejak tadi berjalan mondar-mandir di kamarnya. Tangannya bergetar dan perasaannya tidak karuan.
Dering telepon masuk mengejutkannya, langkah Clarissa terhenti dan perempuan itu segera mengangkat teleponnya.
"Halo?"
"Sudah kamu lakukan?"
"Gue udah nabrak Aurora, persis kayak yang lo suruh. Tapi, lo yakin kan kalau gue gak bakalan ketahuan?" tanya Clarissa, ia benar-benar panik karena takut ketahuan.
"Tenang saja, Clarissa. Selama kamu berada di bawahku, menuruti semua yang aku perintahkan maka hidupmu akan tetap tenang," ujar perempuan di seberang sana menenangkan Clarissa.
"Lo yakin? Gue bakal aman? Gimana kalau Aurora meninggal?" tanya Clarissa lagi, masih belum bisa menenangkan dirinya.
"Bukannya lebih bagus? Itu kan yang kamu inginkan?"
Clarissa menghela napasnya kasar. "Gue mau Aurora mati karena ulahnya sendiri, bukan karena gue. Kalau sekarang dia mati, itu sama aja gue yang bunuh!"
"Sudah ku katakan, Clarissa. Selama kamu berada di bawahku, jangan takut pada apapun."
"Lo aja dateng-dateng ngajak gue kerjasama, kalau gue nolak lo ngancem. Gimana gue bisa percaya sama orang yang ngancem nyawa gue sendiri?" tukas Clarissa panjang lebar.
"Tenang saja, Clarissa. Miss A selalu menepati janji. Kamu hanya perlu setia kepadaku, untuk keselamatanmu." tanpa Clarissa lihat, di seberang sana Miss A tengah menarik senyum miring sembari menatap foto orang-orang yang sudah dia tandai sebagai incarannya.
***
Gerakan kecil pada jari Aurora, sontak membuat Sangga refleks berdiri. Sejak tadi, lelaki itu menggenggam erat tangan Aurora sehingga saat ada gerakan pertanda Aurora hendak siuman, Sangga adalah orang pertama yang menyadarinya.
"Ra?" panggil Sangga pelan, wajahnya terlihat cemas.
Gadis cantik itu perlahan membuka matanya yang terasa berat. Sekeliling Aurora terlihat sangat kabur, efek dari ia yang sudah tidak sadarkan diri selama tiga hari.
"Sangga ...." panggil Aurora dengan suara lemah.
"Iya, Ra? Gue di sini." Sangga mendekat, tangannya mengelus lembut rambut Aurora.
"Gue kenapa?" tanya gadis itu.
"Lo ditabrak mobil, Ra. Lo koma udah tiga hari, Mama lo baru aja pulang karena gue suruh mereka untuk istirahat," jelas Sangga.
Aurora meringis, kepalanya tiba-tiba berdenyut. Gadis itu memejamkan mata menahan sakit, sekelebat ingatan yang tidak jelas muncul di kepalanya.
"Kepala gue sakit, Ga," ringis Aurora, tangannya memegangi kepalanya seraya merintih kesakitan.
"Gue keluar manggil dokter dulu, tunggu ya, Cantik," ucap Sangga berusaha tidak panik. Dengan langkah lebarnya, Sangga keluar dari ruangan Aurora untuk mencari Dokter.
***
"Zein, kamu sudah menemukan siapa pelakunya?" tanya Agatha saat Zein tiba.
Zein menggeleng. "Belum, baby. Tapi, pasti aku akan menemukan siapa yang sudah menabrak Aurora."
"Cari Miss A sekarang, Zein! Aku yakin, ini perbuatan wanita itu. Peristiwa yang terjadi pada Aurora saat ini pasti sengaja," tukas Agatha, wajahnya memerah menahan amarah.
Aurora baru saja hendak mencapai kebahagiaannya, namun gadis itu lagi-lagi harus menderita karena ulah seseorang yang tidak bertanggung jawab. Entah mengapa, Agatha sangat yakin kalau yang mencelakai adik kembarnya itu adalah Miss A.
"Miss A telah melanggar kesepakatan. Dia melukai Aurora!" geram Agatha.
"Agatha?"
Sang pemilik nama menoleh, iris matanya membesar mendapati Sangga ada di hadapannya.
•SANGGA•
AKHIRNYA SANGGA KETEMU SAMA AGATHA!!!
MAKIN SERU ATAU MAKIN B AJA ????
SUDAHKAH KALIAN SPAM KOMEN??
INI DOUBLE UPDATE NIHHH😭😭😭
FOLLOW INSTAGRAM AKU YA!!! @cantikazhr
KAMU SEDANG MEMBACA
Sangga
Teen FictionSangga diliputi penyesalan luar biasa saat mantan kekasihnya memutuskan untuk bunuh diri. Ia tidak pernah menganggap Aurora mati karena jenazah gadis itu belum ditemukan. Tepat dua minggu setelah kejadian bunuh diri itu, Aurora kembali, sebagai soso...