Bab 9 : Meet her

324K 27.6K 11.6K
                                    

"Yang terbaik tidak akan pergi. Jika yang kau anggap baik ternyata meninggalkan, simple saja, kau salah memilih dia sebagai yang terbaik."

***

Selagi baca, wajib penuhin semua paragraf dengan komentar🤍🤍🤍

***

"Aurora udah ketemu, Bos."

Sangga terdiam beberapa saat, cowok itu segera melangkah mendekati Buana sang pemberi kabar. "Lo serius, Bung?"

Buana mengangguk. Cowok itu menyentuh bahu Sangga, menepuknya beberapa kali seraya memberikan tatapan yang sulit diartikan. "Gue turut berduka cita, Bos."

Sangga mengernyitkan dahinya saat mendengar ucapan Buana barusan. "Maksud lo?"

"Aurora ditemukan, meninggal."

Bagaikan disambar petir di siang bolong, Sangga mematung di tempatnya. Cowok itu mengambil satu langkah untuk mundur, terkejut saat mendengar kabar buruk yang selalu ia hindari dua minggu ini.

"Nggak." Sangga menggeleng tidak percaya, cowok itu memasang wajah kesal. "Lo jangan ngada-ngada deh, Bung!"

"Bos, kita denger dari Bu Indah di kantin. Katanya pihak keluarga udah nemuin jenazah Aurora, dengan kondisi yang nggak sempurna," jelas Buana. Membuat Sangga tambah marah mendengarnya, ia tidak percaya jika tidak menyaksikan langsung jenazah Aurora.

"Gue nggak percaya, bisa aja itu orang lain kan?!"

"Bos, terima kenyataan." Dikta menatap Sangga dengan tatapan iba, "Aurora udah nggak ada."

"Ikhlas itu emang berat, tapi lo harus bisa. Lo nggak akan bisa mengubah kenyataan, kalau dia udah pergi," ucap Rafael yang juga turut mendekati Sangga.

Sangga nampak seperti orang kebingungan. Di dalam dirinya, ia sedang menahan rasa sakit luar biasa. Napasnya terasa sesak, dadanya seperti ditusuk oleh ribuan belati tajam dan panas.

"Sabar, Bos," ujar Buana berusaha menenangkan Sangga yang terlihat akan hilang kendali.

"Gue belum minta maaf karena udah nggak percaya sama dia." Sangga berucap seraya menatap ke arah lantai dengan tatapan kosong.

"Nggak ada gunanya lo gini, Bos. Aurora udah nggak ada, penyesalan lo nggak guna," ucap Dikta menusuk.

Buana melirik sinis ke arah Dikta. "Congor lo kasih rem dikit napa, Dik."

Dikta tidak memperdulikan teguran Buana, dan malah semakin menjadi-jadi. "Biarin, biar Bos sadar. Dia salah besar kemaren kaga percaya sama omongannya Rora."

Cowok itu kembali menatap ke arah Sangga. "Sekarang lo nyeselkan, kesel kan. Mutusin, Rora."

"Nyesel doang. Eh, enggak. NYESEL BANGET BOS!!!" ucap Rafael yang ikut-ikutan memanas-manasi Sangga.

Sangga diam, bukannya tidak ingin melawan. Tapi ucapan kedua temannya benar, ia bersalah. Sampai kapanpun, rasa bersalah ini akan menghantuinya. Sangga berperan dalam kematian Aurora.

"Lo pembunuh, Bos."

"Aurora bunuh diri karena lo ngga percaya sama dia."

SanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang