KHAWATIR. bagian 6

25 14 9
                                    

Laras sudah lebih sepuluh menit berdiri di sini. Namun belum ada satupun angkot pun yang lewat. Memang hari ini dia begitu sial. Ponselnya mati dan mobilnya dipinjam Meta dan belum dikembalikan hingga sekarang. Jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh. Laras mulai bergerak gelisah. Ini semua karena laporan perencanaan produk baru yang harus segera ia selesaikan . Meta pergi begitu saja menjumpai kekasihnya dengan meminjam mobilnya dan membiarkan laras mengerjakan laporan itu sendirian.

Laras semakin gelisah ketika angkot yang ditunggu tunggu tak kunjung datang. Jangan harap laras mau menaiki taksi. Ia tidak suka jika pergi menggunakan taksi. Namun ditengah kegelisahan, sebuah mobil berhenti tepat didepannya. Pemiliknya menurunkan kaca mobil dan memperlihatkan seorang perempuan dengan dandanan tebal di wajahnya.

"Laras? Kamu laras kan? Ayo masuk biar saya antar."

Bukan. Bukan perempuan itu yang berbicara namun seseorang yang muncul melonggokkan kepalanya di balik kemudi. Oh ya itu pak Rangga.  Manager marketing yang baru seminggu bekerja di perusahaan. Pria berumur 29 tahun dengan sosial yang berwibawa.

Laras balas menatap padanya.
" nggak usah pak. Nanti merepotkan. " jawab laras dengan nada datar.

Rangga melihat arlojinya dan menatap disekitar nya.

" taksi disini udah jarang lewat kalo jam segini. Kamu ikut kami aja. " Rangga masih berusaha membujuk. Bukannya apa-apa, namun itu hanya suatu bentuk kepeduliannya kepada bawahan.

"Saya ga naik taksi kok pak. Saya cuma lagi nunggu angkot."

"Lah? Kalo angkot makin jarang dong.. Lagian mobil kamu kemana? "

Laras hanya diam. Seolah bingung ingin menjawab apa.

"Yaudah.. Ga usah dijawab. Sekarang kamu naik aja. Saya bakal anter sampai rumah."

"Gak usah pak. Saya masih harus nunggu temen" lagi-lagi Laras masih mencoba menolak.

" iya. Masuk aja biar nanti dianterin sampai depan rumah kok."
Kali ini perempuan di sebelah rangga yang membujuk.

Laras berfikir keras.
Laras pun dengan enggan hati berusaha mengangguk dan masuk di pintu belakang.

                           ***

Sudah lima menit waktu berjalan namun hanya suara canda tawa dua orang di depan laras lah yang terdengar.

Laras hanya diam sambil menatap ke arah jendela. Ia mencoba tidak terlihat, agar tidak mengganggu pasangan itu.
 
Rangga sudah sedari tadi mencoba mengajaknya bicara namun hanya dijawab laras seperlunya. Laras hanya tidak ingin menjadi penghalang interaksi mereka. Seolah olah ingin berbicara melalui sikapnya.

Tidak usah hiraukan saya pak. Bicaralah dengan leluasa tanpa merasa tidak enak hati karena tidak memperdulikan saya

Hingga ketika mobil itu berhenti dipersimpangan jalan. Laras menolehkan kepalanya ke depan.

"Bye sayang.  Nanti aku telfon ya.. " perempuan yang ada disebelah Rangga melepaskan sabuk nya  kemudian menoleh ke arahnya.

" saya duluan ya.. Hmm.."

"Laras. Nama saya laras." Jawab laras datar.

" oh iya. Saya duluan ya Laras. Oh kenalin dulu. Saya claire tunangannya Rangga. Maaf baru inget." kata perempuan ber make up tebal itu sambil tersenyum ramah.

Laras mengerutkan kening.

Bukannya pak Rangga sudah beristri? Seketika prasangka memenuhi pikiran Laras.

Laras mengangguk setelah kemudian ia tersadar jika ia hanya akan berdua saja dengan pak Rangga.  Laras mulai panik dibalik wajah datarnya.

" pak. Saya turun disini aja. "

"Loh kenapa? Tadi kan kamu bilang rumah kamu   beberapa ratus meter lagi."

"Saya.... Saya.." laras bingung harus berkata apa. Bingung bagaimana menolak kebaikan yang Sebenarnya tidak diinginkan Laras.

"Udah kamu gak perlu canggung sama saya. Saya orangnya enjoy kok.  Saya cuma berusaha bersikap seperti atasan yang baik sama kamu " Laras hanya diam tidak melanjutkan. Ia takut terlihat mencolok

Ia meremas kuat tangannya. Keringat dingin mulai muncul di dahinya.

Hening pun masih setia. Rangga bukannya enggan memecah keheningan. Namun ia tau Laras bukan orang yang suka diajak berbicara. Itu diketahui Rangga ketika sudah seminggu ini bekerja sama dengan para anggota devisi marketing termasuk Laras.

"Rumah saya yang itu pak. Yang temboknya berwarna putih."
Laras berbicara dan rangga segera menepikan mobilnya.

Disana sudah berdiri gelisah seorang pria dan wanita paruh baya.
Laras pun turun dari pintu penumpang dan mengucapkan terima kasih.

"Ya ampun laras kamu kemana nak ? Kok gak ngabarin Bunda? Bunda khawatir sekali."

Rangga  yang mendengar dari dalam Mobil entah kenapa merasa harus turun untuk memberi penjelasan. Entah kenapa ia merasa begitu. Mungkin dengan alasan sama yaitu ia ingin menjadi atasan yang baik.

"Maaf buk, pak. Laras tadi lembur dikantor dan sudah tidak ada taksi yang lewat di depan kantor. Saya mohon maaf sebagai atasan Laras." rangga menunduk sekilas

Sedangkan Laras  sedikit terkejut dengan tindakan Rangga yang ikut turun dari mobilnya.

Pria yang Rangga ketahui sebagai ayah dari laras meneliti penampilannya hingga kemudian ikut mengangguk. Meski masih dengan kerutan di keningnya.

Rangga pun mohon pamit.
Setelah sebelumnya sempat mendengar samar-samar mereka bertanya kepada laras dengan nada panik

"Kamu nggak papa kan nak? Kamu kok bisa bisanya gak ngabarin bunda?  Kamu... " dan entah apa lagi yang mereka tanyakan. Rangga bingung kenapa mereka sangat khawatir. Heii rangga bukanlah pria jahat. Lagi pula laras sudah dewasa. Dan tidak perlu diinterogasi seperti anak kecil yang baru saja pulang larut malam.

***

Laras langsung menuju dapur dimana Naomi langsung memberikan segelas air putih padanya. Ia meneguk air putih itu semua dan mengucapkan terima kasih pada Naomi. Ia berjalan ke arah kamarnya sebelum kemudian dicegah bundanya.

" kamu beneran gak papa kan nak? "

"Nggak papa bunda. Laras baik-baik aja kok. Laras capek bun. Pengen istirahat sebentar aja."

Bundanya menganguk menyetujui sambil memandang laras prihatin. Laras memang sudah menceritakan kenapa ia pulang terlambat dan tidak disertai mobil dan kondisi handphone yang hidup. Dan sekaligus menjelaskan pria yang mengantarnya tadi adalah bos barunya yang berbaik hati. Meskipun dalam hati terbesit keraguan di hati Laras setelah mengetahui pria itu mempunyai wanita lain.

Namun lain dengan bundanya. Rahma tau pria itu baik. Sekali lihat dari cara ia tersenyum pun Rahma tau.  Namun masalahnya, sebaik apapun pria yang bersama Laras, itu hanya akan berdampak buruk pada Laras.

***

Laras memejamkan matanya. Ia lelah.
Sungguh ia lelah. Lelah secara fisik dan pikiran. Ini membuatnya begitu tersiksa dan dihantui perasaan takut.

Ia telah membuat semua anggota keluarganya khawatir. Dan ia benci itu.
Dan juga ia tidak tau harus bagaimana akan bersikap besok dihadapan pak Rangga. Ia tau pak Rangga adalah orang baik. Ia tidak mungkin melecehkan bawahannya.

Laras mengerutkan keningnya. Mengingat perempuan yang mengaku tunangan pak Rangga.

Ya setidaknya sebelum hari ini ia berfikir pak Rangga adalah orang yang baik. Lagi pula ia sudah memiliki tunangan. Namun ketika melihat reaksi Laras dan orang tuanya tadi, pria itu pasti merasa tersinggung.

Laras mengenyahkan segala pikirannya kemudian berjalan ke kamar mandi membersihkan tubuh.
Ketika satu pesan masuk di ponselnya.

Laras kemudian berhenti dan membuka pesan itu.

08xxxxxxx
"Laras??"

Namun ia mengacuhkannya karena berasal dari nomor asing.

Malta_vee

LNRNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang