Hari-H Bagian 24

19 3 7
                                    

aku tidak tahu sebelumnya,

ternyata inilah awal mulanya

Naomi menghabiskan  sarapannya cepat-cepat. Ia sampai mengabaikan peringatan bundanya hingga kemudian dia terbatuk.

"Tuhh kan.. pelan-pelan dong nao."
Bundanya memberinya segelas air. Dan Naomi terburu mengambilnya.

Laras, Nadine dan Riana malah tersenyum menggelengkan kepala. Hari ini Naomi akan menerima raport dan hasil peringkatnya. Ia pergi bersama ayah mereka. Dan Naomi kelihatan tidak sabar untuk sampai di sekolah.

" Nao,  ayah tuh belom selesai kali.. ayah aja masih keliatan santuy baca koran. Jadi percuma pergi buru-buru kalo yang dampingi kamu aja masih disini."

Naomi akhirnya makan pelan-pelan.
"Aku cuma gak sabar trus gugup."
"Gimana kalo nanti aku gak bisa masuk peringkat sepuluh besar yah? Bun? Kalian gak marah kan?

"Ya ngga lah.. kamu ranking terakhir di kelas aja bunda ga bilang apa-apa kok. Palingan nanti nyampe rumah kepala kamu bunda slending."

Naomi merenggut
"Ihh bunda."

"Gak papa nao, yang penting kamu udah berusaha yang terbaik kan. Nanti hasilnya dipasrahkan."

Naomi mengangguk.
Melihat itu ayah Rihardi tersenyum kecil.
"Yaudah Ayuk kita berangkat" katanya sambil menutup koran dan berdiri.

***
Naomi berdiri di antara murid lain  sambil menunggu penempelan kertas peringkat di Mading. Ayahnya sedang menunggu di kelas bersama orang tua yang lainnya untuk menandatangani raport yang akan di berikan. Sedangkan murid-murid hanya di perbolehkan melihat pengumuman di  Mading.

Naomi menatap tidak sabar pada staff sekolah yang mulai mengangkat Mading dan mempersiapkan pengumuman. Naomi gugup tentu saja. Ia tidak berharap masuk lima besar sekalipun. Karena sewaktu ujian kemarin, ia sadar ia belum cukup matang untuk menjawab dengan tepat jawaban-jawaban itu. Tapi Naomi berharap satu hal besar keajaiban agar namanya terpampang di sepuluh besar.  Ia berharap banyak pada keberuntungannya. Ia meremas lipatan tangannya saat gulungan kertas peringkat di buka dan di tempel.

Mata Naomi bergerak liar. Mencari daftar kelasnya dan menyusuri ke bawah nama-nama peringkat 1 dan seterusnya hingga kemudian..
matanya terbelalak dan mengunci pada satu nama.

***
"Naomi.. kamu lapar?"

Ayah Rihardi melirik pada putrinya yang duduk di sebelahnya. Saat ini ia sedang menyetir. Namun, raut murung putri bungsunya membuatnya mengalihkan pandangan sesekali.

"Kamu jangan sedih.. toh peringkat sebelas sudah sangat bagus. Itu kemajuan yang besar. Kamu udah hebat sayang.."
Katanya lagi sambil mengelus kepala Naomi.  Namun gadis kecilnya itu tetap diam.

"Kamu lapar kan? Kita makan dulu baru pulang ke rumah? Ayah traktir banyak.. "

"Kita langsung pulang aja yah.."
Naomi berbicara dengan suara seraknya. Seperti menahan tangis.
Membuat ayah Rihardi menghela nafas menyerah.

Saat sampai, Naomi menutup pintu mobil dan segera masuk. Mengabaikan Riana dan Hendro yang berebutan kue di halaman depan. Biasanya Naomi mungkin ikut bergabung atau sekedar menggoda kedua insan itu. Tapi kali ini dia lebih memilih melewati mereka.

"Naomi kenapa yah?" Riana bertanya pada ayahnya yang baru turun dari mobil. Yang di balas ayahnya dengan senyum tipis.

"Yeee... Anak bunda udah pulang. Gimana hasilnya sayang? "

Bunda Rahma yang sudah ingin memeluk Naomi heran saat sapaannya di balas perempuan itu dengan senyum tipis dan langsung berlalu ke kamar tidurnya.

"Nao kenapa yah?" Tanya bunda Rahma pada suaminya yang berjalan di belakang Naomi.

LNRNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang