Bukan kencan Riana. bagian 17

22 7 7
                                    

jangan pernah menganggap orang judes selalu sangat menyebalkan, karena ketika dia sudah sangat sayang, akan susah menolak rasa senang..😆😆

Hari ini eyang putri keluarga Sanjaya datang jauh-jauh dari Jogja. Menurut kalian apa lagi yang membuat eyangnya datang ke Jakarta? Tentu saja untuk melihat Laras yang masih terkena demam tinggi hingga saat ini.

Namun kedatangan eyangnya membuat hari yang telah disusun Riana dengan baik dan berurut, kini kacau balau. Riana senang-senang saja eyangnya datang. Toh dia juga rindu pada eyangnya. Hanya saja jika eyangnya berada di rumah, Riana tidak akan di perbolehkan pergi main basket. Dan yang lebih parah, eyangnya paling tidak suka jika Riana menggunakan celana pendek dan longgar. Padahal ia nyaman.

'Ora sopan nduk..' katanya sambil menceramahi Riana lama-lama.

Dan di sini lah Riana sekarang, di dapur tercinta bundanya dengan rok panjang semata kaki. Mirip dengan mbak mbak penjual jamu yang sering lewat depan rumahnya. Ia memasak dengan Nadine dan bundanya. Harusnya Naomi juga ikut. Namun baru-baru ini adik kecilnya yang nakal itu sangat rajin belajar. Membuat Riana mengerutkan kening bingung.

Oh satu hal yang harus kalian tau, semua putri Sanjaya diharuskan HARUS pandai memasak. Siapa lagi yang mengatakan itu? Tentu saja eyangnya melalui perantaraan bunda.

"Bun.. udah ya. Toh udah mau siap kok. Tinggal nunggu matang. "

"Emang kamu mau kemana sih Ri?"

"Ya gak kemana-mana Bun. Males aja. Kita tuh di sini hampir 2 jam. Banyak banget yang mau di masak. Sumpek Bun.. " katanya sambil merengek.
"Atau kalo ngga, Riana boleh ngga main basket? Padahal hari ini udah janji mau ngajarin Melani."

"Eh eh kalo main basket ngga dulu deh Ri.. tuh eyang masih di sini.."

"Eyang udah ke kamar mbak Laras Bun. Kayaknya ikut tidur.."

"Nggak. Nggak. Tetap aja nanti kalo kamu ngga keliatan eyang nanyain. Jangan harap bunda mau bohongin eyang demi kamu. Nanti bunda kena kutuk gimana?" Kata bundanya sambil mendramatis seperti biasanya.

"Mending kamu tuh ke depan. Siram bunga di halaman kek.."

Riana mencebik namun tetap berjalan ke depan. Ya setidaknya dia tidak akan berada di dapur lebih lama.

Riana mengambil selang panjang. Mengulurnya dan menyalakan keran. Tetap dengan wajah cemberut dan kesalnya seperti bermakna. 'kalo senggol, siap-siap bacok'
Kan parah..

Riana menggoyang-goyangkan selangnya. Bingung kenapa airnya tidak keluar juga. Riana membuka ujung selangnya. Berfikir mungkin ada yang tersumbat.

Namun saat itu pula air datang dan tiba-tiba menyemprot wajahnya. Riana menjauhkan selangnya. Namun percuma karna kini wajah, rambut dan sebagian kaus atasnya basah.

Riana membuka mulutnya. Menganga dengan keterkejutan yang tidak bisa di cegah. Di samping itu Riana makin terkejut ketika suara tawa menggelegar berasal dari sampingnya.

Riana menoleh dan mendapati Hendro terbahak dengan memegang perutnya di depan halaman rumahnya sendiri. Dia terlihat sangat puas menatapi Riana.

Riana yang masih terkejut seketika menggeram kesal Riana. Mencampakkan selangnya dan berkacak pinggang. Ia menatap Hendro kesal. Sangattttt kesal.

"Udah puas?" Riana menggeram di sela-sela suaranya.

Hendro yang mendengar itu segera menghentikan tawanya. Di balik jeruji gerbang yang membatasi halaman mereka dari samping, Hendro ikut melipat tangannya di dada masih dengan senyum jahil di sudut bibirnya.

LNRNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang