KECELAKAAN 1. bagian 9

22 7 8
                                    

Jangan terlalu membenci seseorang. Karena kita tidak tau seberapa penting dia akan berperan di kehidupanmu kelak.

Hari ini Riana pergi ke lapangan basket kampusnya, karna ia, Eno dan Rido janjian main basket. Sedangkan Melani dan Putri sudah biasa menjadi penonton abadi mereka. Meskipun Riana seorang perempuan, jangan pernah ragukan kehebetannya dalam bermain basket. Baik driblle dan shooting sudah dikusainya hingga sangat mahir. Itu yang membuat Eno dan Rido tidak bisa mengalah kepada Riana.

Kadang ingin rasanya mereka bermain sebagai partner. Namun kedua teman mereka yang lain tidak ada yang bisa bermain basket. Jangankan bisa. Memegangnya saja mereka ogah.

Riana masih saja mendribllekan bolanya bersiap siap menshooting dengan pasti. Namun ketika bola itu sudah hampir masuk. Tangan rido dengan sigap menghadang namun tidak sengaja ia memukulnya dengan kuat hingga bola basket itu memantul keluar lapangan

Riana membalikkan badan hendak
Mengambil bola. Ia berlari kecil sebelum langkah nya perlahan berhenti saat menyadari bola itu berhenti tepat di kaki dua orang pria. Riana kenal satu dari dua pria itu adalah senior kampusnya. Sedangkan yang satu lagi..

Beberapa menit Riana diam menatap pria yang juga sedang menatapnya sambil menggenggam ponsel di telinganya.

"Woii.. Tolong lempar bolanya dong" Rido muncul dari balik punggung Riana.

Kedua pria itu masih terdiam.

***

Hendro baru saja selesai kuliah. Dan hari ini dia ada janji dengan temannya yang berada di kampus sebelah. Dengan kesepakatan Hendro yang akan menjeputnya.

"Ray!!" panggil hendro ketika melihat Ray berjalan dengan membawa tas ranselnya.

"Hey. Sorry bro gue lama. Tadi ada urusan di lab. Pasti lo dah nunggu lama ya. Sampai bela-belain masuk ke sini."

"Yaiyalah.. Udah yuk buruan cabut."

Mereka berjalan sambil membicarakan surat PKL Ray yang akan dikirim ke perusahaan ayahnya Hendro. Sampai tiba tiba sebuah bola mendarat tepat dibawah kaki Ray. Mereka menatap bola itu bingung. Sebelum kemudian mendongakkan kepala menatap perempuan yang berjalan ke arah mereka. Namun belum sampai setengah jalan perempuan itu berhenti dan menatap mereka. Oh tentu Hendro mengenalinya.
Dan ketika itu pula ponsel Hendro berbunyi.

"Haloo??"

"Halo nak Hendro. Ini ibuk. Ibuk Rahma. "

"Oh. Iya buk? Ada apa?"

"Eum, nak Hendro sekarang lagi dimana? Di rumah?" nada suara ibu Rahma terdengar cemas. " kalau lagi dirumah bisa nggak nanti kalau riri udah pulang, nak Hendro bilangin kalau ibuk di rumah sakit. Suruh nyusul kesini secepatnya" suara ibu rahma semakin terdengar serak.

Hendro menatap perempuan yang masih berdiri sambil balik menatapnya.

"Emang siapa yang sakit buk?"

"Itu.. Eumm ayahnya riri kecelakaan. Sekarang lagi dirawat. Nak Hendro bisa ngabarin riri? Biar dia langsung nyusul ke sini. Ibu gak bisa ngabarin riri. Nomor dia nggak aktif"

Hendro masih menatap riri dengan tatapan dan dengan raut yang tak terbaca. Ayah Riana kecelakaan ? Dan anak perempuannya itu tidak mengetahuinya? Cukup lama Hendro terdiam sebelum menjawab.

" Hrndro lagi sama Riana buk. Hendro bakal langsung nganter dia kesana."

"Wahh.. Kebetulan. Tolong ya nak Hendro.."

Hendro mematikan telfonnya setelah menjawab ibuk Rahma.

"Woii. Tolong lempar bolanya dong."

Pria yang entah kapan di samping riri
Berteriak kepada mereka. Hendro menatap bola di kaki ray. Ia mengambil bola itu kemudian berjalan mendekati Riana. Sampai dihadapannya, hendro memberi bola itu kepada pria yang disamping Riana. Kemudian langsung menarik tangan Riana dan membawa perempuan itu ke arah mobilnya.

LNRNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang