KAI - 5

197 18 0
                                    

SENSASI KELEWATAN

Minho kayaknya udah ketularan penyakit gila Leo. Tadi pagi-pagi, dia telepon dan langsung nyerocos di telinga gue kayak orang yang waktu hidupnya tinggal sepersekian detik saja. Gue sampai terpaksa menginterupsi ocehannya itu, upaya terakhir gue mencegah dia mengocehkan segala hal yang sama sekali tidak gue mengerti. Kayak dia nggak tahu aja antara otak dan panca indra gue nggak pernah sinkron kalau gue baru bangun tidur dan belum minum kopi.

Lucunya, begitu gue selesai menginterupsi, Minho mematikan telepon. Gue terpaksa memutar otak, berusaha mengingat apa ada potongan informasi yang bisa gue tangkap dari ocehan Minho sebelum dia mematikan teleponnya tadi. Samar-samar gue bisa mengingat dia mengocehkan sesuatu yang kedengarannya seperti “datang ke kantor manajemen”, “Leo”, dan “laporan polisi”.

Begitu berhasil mengingat semua itu dan merangkainya jadi satu, gue langsung meloncat turun dari tempat tidur, dan ngacir ke kamar mandi. Dalam sepuluh menit, gue sudah berlari melintasi ruang tamu, menuju garasi untuk mengambil motor.

Mama sempat menghentikan gue sebelum gue mencapai pintu depan.

“Kai, kamu mau ke mana?” tanya Mama, berlari mengejar gue dari arah ruang makan, dengan Naeun mengikuti di belakangnya.

Wajah Mama terlihat pucat.

“Mau ke kantor manajemen, Ma.”

“Kamu... kamu ada di semua infotainment pagi ini, Kai,” kata Mama dengan suara bergetar, dan gue rasanya kepingin menonjok Kris si artis karbitan itu sepuluh kali lagi.

Gue nggak pernah membuat Mama sampai sepucat ini, tapi gara-gara Kris tengik itu...

“Aku bisa jelasin itu nanti, Ma. Aku janji aku bakal jelasin. Sekarang aku... harus buru-buru ke kantor manajemen...”

Dan sekarang, saat gue sudah berada di ruang rapat di kantor manajemen, plus sudah mendengar ulang semua yang ternyata diocehkan Minho di telepon tadi, gue yakin nggak akan sanggup menjelaskan ke Mama nanti.

Kris sialan itu sudah memasukkan laporan ke kepolisian. Dia melaporkan GUE, atas tuduhan tindak kekerasan dan perbuatan tidak menyenangkan!

Gue kepingin tahu, apa bisa melaporkan dia balik dengan tuduhan penipuan dan pencemaran nama baik!

Benar-benar gila, Minho kan nggak pernah menyebutkan kami bakal bawa-bawa
polisi dalam skenario sinting ini!

“Kenapa kita harus melibatkan polisi?” protes gue. “Ini kan pada dasarnya hanya
sandiwara, untuk MENCARI SENSASI supaya Excuse bisa dikenal masyarakat, kenapa sekarang malah bawa-bawa polisi?!”

Gue dengan emosi menekankan pada kata “mencari sensasi”.

Orang yang baru gue tahu adalah manajer Excuse, yang duduk di seberang meja sana, wajahnya memucat dalam sekejap. Mungkin dia mengira vokalis EXO adalah orang jinak yang bisa dikendalikan dengan mudah oleh recording label dan manajemen. Pasti dia nggak mengira gue bisa memprotes sekeras ini.

You’re wrong, stupid.

“Ini karena semuanya terjadi tidak sesuai rencana, Kai,” Leo angkat bicara, dan gue menatapnya dengan pandangan benci yang teramat sangat.

Seumur-umur, gue nggak pernah berurusan dengan polisi, bahkan dalam urusan sepele macam tilang sekalipun. Karena gue mahasiswa fakultas hukum, gue tahu betapa pentingnya bagi masyarakat untuk taat pada hukum. Tapi sekarang, gara-gara semua skenario sinting ini, gue berpeluang untuk punya catatan kriminal!

“Apanya yang di luar rencana?” tanya gue berang. “Saya sudah melakukan apa yang kamu mau, kan? Saya sudah cari gara-gara dengan vokalis Excuse, supaya mereka bisa masuk infotainment! Apa lagi yang di luar rencana?!”

Dear KAI (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang